Lima

244 45 12
                                    

Happy Reading!

Whenever you knock me down
I will not stay on the ground
Pick it up, up, up
And never say never

Cowok itu bersenandung kecil, sesekali menghabiskan batagor yang dibeli dari kantin. Sementara gadis yang duduk di sampingnya hanya melamun, menghiraukan sekitar.

“Kenapa harus ada kegagalan?” tanyanya tiba-tiba.

Mereka duduk di bangku taman depan kelas 11 IPS 3. Jam istirahat pertama, ramai-ramainya siswa berjalan di sekitar. Cowok itu berdeham, lalu menyedot susu pisang yang dibawakan gadis itu dari rumah.

“Kenapa, Lingga?” tuntut gadis itu meminta jawaban.

Menghela napas panjang, Lingga memainkan sedotan yang menancap pada susu pisang itu. “Biar kita berjuang lagi.” Ia kembali diam, menjeda kalimatnya sebentar. “Dengan kegagalan, kita bisa terus belajar dan berusaha. Ada orang yang sekali berusaha langsung berhasil, ada pula sebaliknya. Tuhan menguji kita, seberapa besar kita berjuang. Jadi, nikmati aja. Semua orang pasti pernah mengalami masa-masa sulit.”

Bibirnya terbuka sedikit. Gadis itu menatap air mancur di depannya tanpa kedip. “Apa gue bisa melewati kegagalan itu? Gue merasa nggak berguna.”

Ia menatap gadis di sampingnya, dan tersenyum simpul. “Pasti bisa. Kegagalan itu salah satu bumbu kehidupan, yang bakal lo temui di mana saja. Percayalah, setiap hal yang lo lewati, kelak bakal ada kebahagiaan di depan sana.” Cowok itu kembali menyedot susu pisangnya sampai habis. Lantas, ia meremas kotak susu itu. “Jangan takut. Cintai setiap jalan yang lo lewati. Percaya sama diri sendiri, lo pasti bisa,” tutur Lingga.

“Tapi ... gue pengin nyerah,” ujar gadis itu lirih.

“Nanti dulu, Jingga. Suatu saat nanti, lo bakal tahu makna di balik semua yang terjadi.”

Meskipun masih di masa SMA, banyak masalah yang dihadapi. Kegelisahan, kegagalan, juga kesedihan adalah fase yang mereka temui. Ah, sejujurnya fase ini tak hanya untuk anak SMA, melainkan semua orang pasti mengalami fase itu. Tunggu saja waktunya, kapan hal itu akan terjadi pada diri kita.

“Lo pengin tahu nggak kunci bahagia?” Lingga menyandarkan tubuh ke belakang.

Gadis itu menoleh. “Apa?”

“Happiness starts from ourselves,” katanya. Ia tersenyum lembut. “Kebahagiaan itu sederhana. Nggak ada pencapaian tertentu yang harus lo raih.”

☼☼☼

Siang itu, kala istirahat kedua seharusnya mereka bergegas menuju musala. Namun, karena Jingga sedang berhalangan dan Aura yang malasnya kumat, akhirnya Aura dan Jingga memilih untuk mengerjakan tugas bahasa dan sastra Inggris di Perpustakaan.

Kedua remaja itu duduk di ujung, dekat dengan jendela besar. Kalau kata Aura sih, sambil lihat cogan pulang dari musala. Hehehe.

“Beb, then sebagai adjective itu yang gimana? Gue lupa nggak catat pas Miss Yuli ngajar waktu itu.” Gadis itu mengernyitkan dahi sambil mengerucutkan bibir. Aura menatap buku catatannya dengan serius.

Melirik sekilas ke arah Aura, ia menjawab, “Bukannya ... kata sifat sama kata benda yang bermakna at that time or that time?” Jingga mengedihkan bahu, dan melanjutkan pekerjaannya. “Setahu gue sih, itu.”

“Oke, thank you,” ucap Aura. Gadis itu kembali menulis, sampai pada akhirnya, ia merogoh saku rok abu-abu, mengambil tiga bungkus kecil berisi makaroni pedas. Ia membuka kemasan dengan pelan. “Mau nggak, Beb?” tawarnya.

Kombinasi | New VersionWhere stories live. Discover now