Empat Puluh Empat

146 18 10
                                    

Happy Reading!

Di luar kelas lebih tepatnya di halaman, kedua remaja duduk berdampingan. Dengan posisi sang pemuda bersandar pada pohon palem. Matanya memejam, sembari mendengarkan lagu menggunakan earphone. Sedangkan sang gadis sudah memangku LKS Pendidikan Agama Islam—dengan niat belajar karena selepas istirahat akan ada ulangan.

“Duh, kenapa nggak masuk-masuk sih materinya,” keluh gadis itu dengan netra yang masih menatap materi pada LKS.

Kedua bola mata sang pemuda perlahan membuka, sedikit terganggu dengan keluhan yang terus keluar dari gadis di sampingnya. Ia melepas earphone dan menatap sang gadis. “Ngeluh mulu lo, Dan,” komentarnya.

Gadis yang dipanggil Dan itu berdecak dan menutup LKSnya. “Ya gimana, dari tadi baca tapi belum ngerti juga!”

“Lo baca doang mana paham.”

“Lo sendiri nggak belajar?” tanyanya berbalik, enggan menjawab perkataan pemuda tadi.

“Udah semalam.”

Menghela napas panjang. Gadis itu sedikit memiringkan badannya agar dapat melihat sang pemuda. “Pantesan, dari tadi santai.” Ia merogoh saku rok abunya. Seingatnya ada makanan di dalam saku tersebut. Benar, cokelat silverqueen. Segera ia membuka kemasan itu. “Besok  pengumuman SNMPTN ya. Gila ... gue takut banget sama hasilnya.”

“Lo ambil apa emang?” tanya sang pemuda.

“Gue ambil Sastra Inggris sama Manajemen. Asli, padahal gue nggak terlalu bisa Bahasa Inggris, tapi malah ambil itu.” Lagi-lagi gadis itu mengeluh. “Seketika gue nyesel.”

“Ya lagian lo ngapain ambil itu kalau nggak bisa? Seharusnya dari awal udah lo pikirin,” nasihat gadis itu. “Tapi ya mau gimana kalau udah terlanjur, nanti kan juga bakal diajarin. Niat dulu aja sih ...”

Ia memotong satu kotak kecil cokelat tersebut dan memasukkan ke mulutnya sendiri. “Mau nggak?” tawarnya kepada sang pemuda dan diterima. Pemuda itu memotong satu cokelat.

“Makasih,” ucapnya seraya memakan cokelat.

“Hah! Palingan gue nggak lolos sih. Udah nggak yakin duluan,” ujarnya pesimis.

“Masih ada SBM, Dan. Lo fokus SBM aja sih, nggak usah mikir SNM. SNM tuh cuma keberuntungan, yang pintar belum tentu lolos dan yang bodoh atau pas-pasan belum tentu lolos juga,” katanya realistis.

“Gue sampai udah nyapin daftar ke Swasta kalau misal SBM nggak lolos juga.”

“Mau kemana?”

“Telkom, Pancasila atau Binus paling.”

“Widih, ketika sultan berkata,” ucapnya bercanda.

Memukul lengan sang pemuda pelan, gadis itu mendesis. “Anjir lo, Senja!” umpatnya. “Tapi kalau mau di luar sini gue udah list Sanata Dharma, UMS, UMY atau UMM.”

“Kenapa mau ke Muhammadiyah? Serius lo? Bukan apa sih ... lo aja kelakuannya astaghfirullah ...” ucapnya dengan cengiran tanpa dosa. Pemuda itu berniat menggoda Daniela.

Ia menjambak rambut halus sang pemuda. “Sumpah lo nyebelin banget, Senja!” Geramnya. Gadis itu tahu kok kalau Senja tak serius, tapi tetap saja ia sebal dengan sisi usil pemuda itu.

Pemuda itu meringis. “Woy, udah!”

“Suruh siapa nyebelin, dih! Senakal-nakalnya gue masih ingat salat kali. Gini-gini bisa baca Al-Quran meski nggak lancer,” ucapnya jujur dan santai.

“Alhamdulillah, lo masih ingat agama ya, Dan. Hahahaha ...”

Daniela kembang kempis. Ia memotong bagian cokelat yang masih tersisa dan langsung memasukkan ke dalam mulut pemuda itu saat masih tertawa.

Kombinasi | New Versionजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें