Tiga

264 62 19
                                    

Happy Reading!

Aura merapatkan tubuhnya pada Jingga dan berbisik, “Eh, Beb, itu kan cowok yang lo suka dulu.” Kedua gadis itu duduk di luar perpustakaan, alhasil keduanya dapat melihat murid Panorama yang melintas di sekitar mereka.

Bola mata Jingga membulat. Benar, dari jarak lima meter, cowok yang pernah Jingga suka—alias adik kelasnya yang dari jurusan 11 IPA 4 itu berjalan bersama teman-temannya. Mungkin mereka ingin pergi ke lapangan—bersiap-siap menyambut pelajaran olahraga, mengingat sepuluh menit lagi bel pelajaran dimulai.

“Diam, Ra. Jangan dilihatin, bentar lagi lewat. Entar kita dikira lihatin mereka,” balasnya dengan suara sepelan mungkin. “Udah, mending sekarang mikir, gimana ulangan Bahasa Indonesia nanti.”

Aura berdecak. Ia tak peduli apa yang dikatakan Jingga—ulangan Bahasa Indonesia. “Ganteng, Beb. Dia yang ikut Paskib bukan, sih? Sama ikut basket juga, kan?”

“Iya.”

“Tapi kayaknya udah punya pacar deh, ganteng soalnya. Duh, jadi bayangin pacarnya kayak apa, siapa cewek beruntung yang berhasil dapatin hati dia?” Aura sudah heboh dengan asumsinya sendiri. “Kalau belum ya pasti seleranya tinggi.”

“Emang apa sih hubungan cowok ganteng pasti udah punya pacar? Teman kita Senja juga belum punya pacar.”

A

ura menoleh, menatap Jingga dan tersenyum menggoda. “Jadi, secara nggak langsung lo bilang kalau Senja ganteng! Ya ya ya, gue tahu! Meski lo pernah suka sama seseorang entah adik kelas tadi atau siapa pun, pasti ujung-ujungnya balik ke Senja—”

“Apa sih, Ra. Nggak jelas banget lo!” Gadis itu mengguncang-guncang tubuh sahabatnya.

“Ih, Jingga!” Ia melepaskan tangan sahabatnya. “Udah dong, ada Endy Arfian lewat, malu tahu!”

Endy Arfian? Seingat Jingga itu nama artis, namun beberapa detik kemudian gadis itu tersadar. Endy Arfian yang dimaksud sahabatnya adalah anak kelas 12 IPA 2—si mantan ketua Bantara dan anggota OSIS sekaligus anak Rohis.

“Tuh! Gila ganteng banget, Beb! Mirip Endy Arfian. Apalagi kalau senyum! Huhuhu ...”

Iya, mirip, sekilas.

“Ganteng Endy Arfian asli, Ra,” balas Jingga sambil menatap cowok yang mirip artis itu.

“Iya tahu! Tapi dia benar-benar mirip. Nggak kayak anak 11 Bahasa yang lo kata mirip Ari Irham!”

“Hih, Ra, kan gue kata anak IPA, waktu itu dengar cewek-cewek 12 IPA 1 sama IPA 6 pada gosipin anak Bahasa yang mirip Ari. Gue penasaran yang mana, setelah gue cari tahu nggak ada. Tapi ada yang suaranya mirip Ari!”

“Iya, Jingga, iya ... lo sih, dibilangin juga. Di 11 Bahasa nggak ada yang mirip Ari.”

“Suaranya doang, Aura, ih! Lagian gue tahu kok, Ari Irham manis, ganteng. Terus yang anak Bahasa itu biasa aja. Udah dong, Ra, nggak usah bahas dia.”

“Terus bahas apa? Yang mirip Endy Arfian?” tanya gadis itu, raut wajahnya penuh kebingungan. “Eh, by the way dia bukannya mantan Anggia ya, Beb?

“Kok mantan? Emang udah pernah jadian?” Kalimat itu terlontar begitu saja dari bibir Jingga. “Setahu gue, Ra, Anggia emang suka sama Endy Arfian KW, waktu kelas sepuluh. Tapi ... mereka nggak jadian.”

“Iya? Dih, kalau gitu buat gue aja Endy Arfiannya!”

Jingga membelalakkan matanya. Ia tahu Aura hanya bercanda. “Sadar, Ra, lo udah punya pacar, dan udah jalan tiga tahun, mau dikemanain?”

Kombinasi | New VersionWhere stories live. Discover now