Tiga Puluh Sembilan

102 17 10
                                    

Happy Reading!

“Nih, pesanan lo” ujar Aura sambil menaruh pesanan Jingga yang dibeli dari kantin.

Jingga yang sedang mengerjakan soal di buku paket Antropologi itu tersenyum. Setidaknya dengan makanan bisa menghilangkan bosan. “Makasih, Ra.”

Aura hanya mengangguk dan memilih duduk lesehan di depan—posisinya diapit meja guru dan meja mereka berdua. Melihat Aura yang duduk di bawah, Jingga ikut-ikutan dan tak lupa membawa minuman dan camilannya.

“Muti, Jeni sama Aika kok nggak ikut ke kelas?”

“Masih nunggu Jeni yang lagi goreng mie gulung sama apa tadi. Terus jusnya Muti baru dibuatin. Ya udah, gue tinggal aja.”

Gadis Naira itu mangut-mangut mengert tanpa membalas ucapan Aura lagi. Ia menyedot pop ice cokelatnya, sebelum beralih meraih buku Antropologi yang tadinya ia letakkan di atas meja—dan kembali mengerjakan soal pilihan ganda di sana dengan pensil. Sesekali diselingi makan camilan—ada jamur krispi, tempe, tahu dan ayam fillet yang diselimuti tepung panir.

Tak ada lima menit, sepasang sahabat yaitu Alam dan Senja menghampiri keduanya—ikut duduk lesehan. “Gabung dong. Bosen banget gue di belakang sama ini anak,” ujar Alan yang dihadiahi pukulan kecil pada bahu oleh Senja.

“Lah, kalau bosen kenapa berdua lagi?” Kening Aura mengernyit menatap manusia aneh sejenis Alan dan Senja.

Kedua pemuda itu tak ada yang menjawab pertanyaan Aura. Alan hanya mengedihkan bahunya, dan membuka ponsel. Tak berselang lama, duo Kpop dan penggemar berat Arema memasuki kelas dengan jajanan di tangan masing-masing, siapa lagi kalau bukan Jeni, Aika juga Muti. Ketiganya lantas bergabung dengan sahabatnya.

“Pada gosipin apa nih? Tumben juga duo krempeng ikut gabung?” celetuk Jeni yang kini sudah duduk manis dan menyuapkan mie gulung dibumbui balado.

“Duo krempeng?” tanya Senja dengan raut bingung.

“Lo sama Alan kan krempeng,” balas gadis berpipi bulat—Jeni, dengan santai.

“Mulut! Kita udah proporsional, njir. Nggak krempeng, enak aja,” jawab Alan dengan sengit.

“Ini dari tadi kok gurunya belum masuk? Jangan-jangan jam kosong lagi,” ujar Aika tiba-tiba. “Udah dua puluh menitan loh.”

Muti yang duduk di sebelah Aura menyahut, “Bosen banget. Kalau aja abis ini nggak pemadatan terus sekarang jam kosong,  gue mau pulang.”

“Ya lagian nggak ada yang manggil gurunya ...” kata gadis Naira.

Alan mengambil ayam krispi milik Jingga dan melahapnya. “Nggak usah dipanggil sih, biarin aja jam kosong. Males banget pelajaran Sejarah Indonesia sore-sore, ngantuk.”

“Dih, Alan main ambil makanan milik orang aja.” Aura yang tak sengaja memperhatikan gerak gerik Alan itu memasang wajah julidnya.

Pemuda tercengir. “Maaf, Jingga, tadi belum sempat bilang.”

“Eh? Nggak apa-apa, santai aja kali. Kalau mau ambil aja, Senja juga nih.” Gadis itu menyodorkan kantong plastik berisi makanan miliknya pada Senja.

Thanks, nanti gue ambil sendiri,” tolaknya halus.

Alan yang sedang menggigit ayam krispi mencibir, “Halah, gengsi.”

Mengabaikan duo kerempeng, Jeni memilih menggulir ponsel dan membaca tranding di twitter. “Gila, tranding twitter gue kebanyakan isinya kesehatan mental,” komentarnya. “Orang yang suka ngebully sama pelecehan seksual tuh akalnya kemana sih? Gila ...” Masih menatap laman twitternya, gadis berpipi bulat itu berdecak. “Jahat banget tahu.”

Kombinasi | New VersionWhere stories live. Discover now