Empat Puluh Tiga

126 17 8
                                    

Happy Reading!

"Udah?"

"Udah," jawabnya sembari mematikan laptop. "Baru daftar tapi gue udah deg-degan."

Keduanya berada di balkon kamar Lingga. Duduk di kursi yang memang disediakan di sana—sambil mendaftar SNMPTN.

"Pengumumannya bulan maret kan?"

"Iya. Tanggal dua puluh tiga maret," ujarnya. Pemuda itu menatap langit biru dengan gumpalan putih seperti kapas. "Bulan februari ini ada UTS. Maret UAS, Ujian Sekolah, Ujian Praktik sama pengumuman SNM. Aprilnya UN, UTBK kalau nggak salah April akhir sampai Mei awal deh. Seleksi Mandiri S1 Univ sama Institut dari mei sampai juli. Yang full jadwalnya bulan maret. Cuma ya tetap aja berturut-turut ada ujian."

"Gila," lirih Jingga. "Selama ini gue kayak belum paham materi apa pun. Paham tapi nggak begitu paham banget."

"Lo materi cuma baca doang ya nggak bakal paham. Mana bacanya jarang," cibir Lingga. 'Parahnya belajar kebut semalam. Otomatis cuma bisa ingat sehari dua hari, abis itu dah lupa lagi."

Jingga mendengus. Yang dikatakan pemuda itu setengah benar, namun setengah salah. "Dih, gue nggak separah itu ya. Setidaknya tiap malam gue baca materi sama ngerjain soal."

"Iya deh, iya. Percaya gue ..." balas Lingga. Ia menghela napas panjang, di minggu yang cerah ini ia merasa bosan. "Lo mau jalan nggak? Gue ngerasa pusing terus suntuk banget, pengin nyari angin."

Ia mengernyit dan balik menatap sahabatnya. "Ini udah nyari angin," jawabnya.

"Iya sih. Tapi gue pengin keluar kemana gitu, nyari suasana lain." Lingga gemas sendiri. Mentang-mentang mereka tengah di balkon sambil menikmati udaha sore, Jingga menjawab seenaknya.

"Mau kemana emang?" Pasalnya ia tak memiliki rencana keluar, dan tak ingin pergi kemana-mana.

Lingga tak menjawab, ia diam menatap langit. Otaknya berpikir, kira-kira enaknya pergi kemana di sore seperti ini? Lantas ... beberapa detik kemudian wajahnya menjadi cerah, pemuda itu tersenyum. "Ayo keluar, gue tahu kemana sore-sore gini. Itung-itung buat ngilangin stres."

"Dari tadi gue tanya kemana tapi nggak dijawab," dengus sang gadis.

"Nyari senja," jawab Lingga cepat.

Di tempat, Jingga termangu. Nyari senja ... ia pernah diajak oleh seseorang melakukan hal yang sama. Mendengar kalimat tersebut, ia kembali mengingat kebersamaan dengan sang pujaan hatinya.

"Ayo! Naik motor aja biar enak! Mumpung masih jam tiga," ajak Lingga penuh semangat. "Biar nggak kepikiran SNM dan mumpung masih ada waktu juga."

Benar, mumpung masih ada waktu. Karena setelahnya banyak ujian-ujian. Dan sibuk dengan pendidikan masing-masing. "Ya udah, ayo!"

Lingga mengendarai motor maticnya menuju Waduk Kebon Melati. Sampai area ini, Jingga sudah mencium aroma kurang sedap. Gadis yang tengah berada di boncengan itu menatap kanan-kiri. "Kalau sama Senja kemarin, dia ngajak nyari senja di Danau Setu Babakan. Sekarang sama Lingga malah diajak ke waduk. Mana aromanya ampun banget deh!" monolog hatinya. Belum apa-apa Jingga sudah membanding-bandingkan antara Senja dan Lingga.

Sebelum berangkat mencari senja, Jingga sudah dipinjami kemeja kotak-kotak milik pemuda itu untuk menutupi kaos lengan pendeknya. Tak lupa, Lingga juga memberikan masker—sebab polusi ada di mana-mana.

Pemuda Ananta itu memarkirkan motornya di tempat strategis. Keduanya turun dan mencopot helm. "Kamera gue udah ada di tas lo kan? Nggak ketinggalan?"

Memutar bola mata, Jingga menjawab, "Nggak, Lingga ..."

Kombinasi | New VersionUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum