{18}. Terbiasa Tuk Putra-pura Tertawa//

50 3 0
                                    

happy reading📖

Tandai typo!!!!!

--Dermaga//--


Selamat pagi!! " Sapa lilya sembari melambaikan tangannya tetapi tak diindahkan oleh pemuda yang ia sapa. Candra justru kembali membelakangi lilya kepalanya ia tidurkan di sandaran bangku itu.

Lilya menghela nafas dan segera turun dari mobilnya untuk menghampiri candra.

" Hei! Pagi-pagi udah lemes aja lo. " Lilya mengambil tempat di samping candra yang masih menidurkan kepalanya di sandaran bangku itu.

" Hm. "

" Lo kenapa sih? Badmood? " Tanya lilya lagi, ia memegang bahu candra, membuat cowok itu menatap wajah perempuan di hadapannya dengan tatapan datar.

" Heh!? Muka lo kenapa anjrit?! " Luka dan lebam yang tercetak di wajah pemuda itu membuat lilya sedikit terkejut dan khawatir.

" Candra... Plis deh. " Lanjut lilya frustasi, sedangkan laki-laki itu masih saja menyandarkan Kepala nya di sandaran bangku dengan matanya masih fokus menatap mata lilya.

" Hufft. " Candra membuang nafas sembari memperbaiki posisi duduknya, ia bersedekap dada sebelum berujar. " Lo pengen dengar cerita nggak? "

Kening lilya berkerut bukannya menjawab pertanyaan nya tadi ia malah mengalihkan topik. " Tentang apa? "

" Tentang langit, langit yang tersakiti."
Dengan senyum kecil, pemuda itu memejamkan matanya sebelum menceritakan lilya sebuah kisah tentang langit.

" Singkat saja, langit ini selalu di paksa untuk memenuhi semua ekspektasi manusia. Misalnya ketika ia mendung tak sedikit yang mengeluh entah karena jemuran nya belum kering, atau penghambat aktivitas sehari-hari, begitupula ketika langit menampilkan sinarnya. Langit yang selalu menemani walaupun warna nya tak selalu biru, tetapi kenapa selalu langit yang di salahkan? Apakah langit pernah marah, atau kecewa? Tidak jawabannya, " Lilya berusaha mencerna semua ucapan candra dengan seksama gadis itu menengok ke arah candra yang diam setelah menceritakan itu, pandangannya datar entah kenapa.

" Kenapa langit nggak pernah benci, marah, kecewa sama manusia? Yang jelas-jelas, manusia selalu memarahi dan menyalahkannya? " Lanjut candra menelan ludah kasar. Iya benar, kenapa langit tak pernah marah? Kenapa langit tak pernah benci sama manusia?

Sulit jawaban yang tepat untuk lilya, sungguh ia tak bisa untuk merespon curhatan seseorang tetapi, ia peka tentang langit yang selalu sabar itu.

" Kenapa lo gunain langit buat alibi kisah lo? Lo nggak apa-apa kan cand?"
Candra terkekeh mendengar itu, pemuda itu memandang wajah lilya yang juga tengah menatap nya.

" Itu sebuah gambaran lilya, langit itu sebuah gambaran sebuah manusia dengan manusia yang lainnya. "

" Kenapa manusia nggak bisa membenci manusia lainnya. " Tanya candra. Tersenyum kecil pada gadis itu.

" Karena... Manusia itu adalah mahkluk sosial. Mana bisa kan manusia ngelakuin hal itu sendirian tanpa bantuan manusia lainnya? Kalaupun ada orang yang saling benci itu bohong, seperti sebuah pepatah yang mengatakan, ' Bencilah orang yang kamu benci secukupnya karena bisa jadi orang yang kamu tidak sukai tersebut dia yang akan menolong mu, dan begitu pun sebaliknya ' jadi manusia itu tidak bisa hidup tanpa orang lain, dan tidak bisa membenci orang lain. " Jelas lilya masih sedikit kurang yakin dengan jawabannya.

"___ Nggak ngerti. " Candra menggaruk rambutnya yang sama sekali tak gatal.

Lilya menghela nafas lalu berpikir singkat. " Singkatnya begini. Yang bantuin mamah lo ngelahirin lo siapa? "

DERMAGA// (END) Where stories live. Discover now