40 | Teror (2)

5K 196 0
                                    

Selamat membaca





/Manusia itu makhluk munafik yang sangat tak boleh dipercayai sepenuhnya. Kamu gegabah kamu yang akan terluka oleh permainannya/

>>>>>>><<<<<<

"Nero."

Anak lelaki berusia sekitar delapan tahunan itu bertemu Ona disebuah pesisir pantai di Bali. Ona yang sedang berliburan keluarga memilih bermain pasir di tepi pantai.

"Meliona." Katanya memperkenalkan diri kala itu. Ona adalah tipe gadis yang suka sekali menutupi identitasnya, tepatnya ketika dia merasa tidak begitu ingin akrab sama seseorang maka dia akan menggunakan nama rahasianya untuk berkenalan. Tepatnya menolak secara halus.

"Kamu suka pasir?"

"Iya. Pasir itu menyenangkan. Kamu mau bermain bersama Nero? Aku tidak punya teman keluarga ku mengabaikan ku. Kebetulan aku sedang membuat sebuah rumah pasir untuk masa depan."

"Masa depan?"

"Ya! Anggap saja sekarang bahwa ini adalah masa depan kita."

Nero terpaku mendengar gadis kecil berusia tujuh tahun itu pandai sekali berbicara.

"Ah, itu apa?"

Ona mengikuti arah pandangan cowok bernama Nero itu. Dia pun melepaskan kalungnya dari leher.

"Ini kalung keberuntungan pemberian almarhum nenek ku. Kamu suka?"

Ona pun memakainya ke leher cowok itu sebelum Nero menjawabnya. Namun sesaat setelah Ona memakaikan kalungnya dia di panggil oleh mamanya.

"Onaa!! Cepat kemari kita harus kembali ke penginapan!" Jerit mama Mela.

"Ah iya. Em sepertinya aku harus pergi!"

"Hei! Kalungnya —!!"

"Kembalikan saja di pertemuan kedua kita nanti!! Dahh Nero!!!"

"Na ... Meliona !!!" Zioga terbangun dari tidurnya. Nafasnya tersengal-sengal. Ia menatap jam dinding masih pukul 4 subuh. Dia pun mengusap wajahnya.

"Sial. Mimpi aneh itu lagi?" Gumamnya.

Pintu kamar terbuka menampakkan mama Mira. Begitu mendengar jeritan Zioga dia langsung buru buru ke kamar putranya itu.

"Mimpi gadis yang kamu temui di Bali itu lagi, Zio?" Tanyanya khawatir mengusap keringat diwajah Zioga.

"Ayo minum dulu. " Dia memberikan segelas air putih diatas nakas dekat tempat tidurnya Zioga. Cowok itu meminumnya kemudian mengembalikannya kepada mama Mira.

"Yasudah. Waktunya mendekati subuh lebih baik kamu mandi terus sholat subuh. Yaa?"

"Iya ma. Makasih."

"Yaa. Mama tinggal dulu."

Zioga menghela nafasnya begitu pintu kamar di tutup kembali sama mama Mira.

"Ona ... Melia Onalencia ... Ahhhh, kenapa gue baru kepikiran itu sekarang?"

Di waktu bersamaan Ona baru kembali kerumahnya, langsung masuk ke kamarnya lewat balkon. Dia melepaskan jaket serta sarung tangannya. Bersandar di sofa merentangkan kedua tangannya disana.

"Apa yang terjadi selama gue gak disini, Net?"

"Tidak ada. Kami berpikir lo udah mati karena dapat kabar kalau lo kecelakaan dan kritis saat itu. Kita gak bisa keluar karena dia."

"Ah sepertinya kalian sangat senang jikalau gue mati?"

"Ya. Karena gak bakalan ada yang akan mengomel, ngambek, dan membuat heboh di markas."

Lelaki bernama Karnet itu tertawa puas membuat Ona geram.

"Gue kesini punya tugas buat kalian."

"Siap gusti ratu, katakan saja. Apa?"

"Cari tahu soal dia dan kelibatan dia dalam kecelakaan gue waktu itu. Gue yakin dia dalangnya yang membuat gue kecelakaan, dan rem gue blong."

"Itu hal mudah. Tapi, bagaimana gue bisa menghubungi elo sedangkan sekarang kami harus bergerak dengan hati hati?"

"Itu mudah. Ini nomor hp rahasia gue, hubungi gue disana."

"Baik!"

Karnet mendekati Ona. "Lo di teror?"

"Ya. Artinya rencana kita berhasil."

"Hahahaha. Daripada rencana lebih ke gegabah. Lo bego hanya demi nangkap dia lo rela ngorbanin diri lo. Mana kehilangan kakak lo lagi."

"Melinda memang pantas mati."

"Dasar psikopat Lo!"

Dirinya memejamkan matanya menatap langit-langit kamarnya.

"Kak Melinda .... Jangan salahkan gue atas apa yang telah terjadi. Lo sendiri yang duluan ngehianatin gue sejak dulu."

"Tenanglah di surga sana bersama papa."













To be continued

ONA (COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang