46 |Akhir

6.3K 217 2
                                    

Selamat membaca





>>>>>>><<<<<

Tari menarik Ona ke sisinya. "Na, Lo gakpapa?" Tanyanya sedikit cemas melihat Ona kewalahan.

"Ugh ... Sialan! Efek bius nya mulai bereaksi kak."

"Hah? Maksudnya?"

"Gue—"

"NA AWAS!"

Ona langsung kayang. Peluru menembus ke tembok dinding putih disana. Ona jatuh memegangi pahanya. Dengan memejamkan matanya menahan sakit dia mencabut belatih yang menancap di pahanya itu sekuat tenaga sampai ia mengerang tertahan menahan sakitnya yang luar biasa. Tari berjongkok merobek bagian bawah bajunya dan mengikat nya di paha Ona untuk mencegah darah Ona mengalir.

"Ona!"

Ona menatap nanar sosok Angkasa didepan sana yang menertawai nya.

"Lo liat kan, mereka kayak gini karena Lo! Karena Lo berpaling dari cinta lo ke gue!"

"Ha, hahahaha, Lo itu gila Angkasa. Siapa sudi menjadi kekasih lelaki bajingan kayak Lo?"

"Baik. Kalau itu mau Lo! Kita semua mati saja."

"Gue gak akan mati semudah itu. Kak Tari jangan pernah lengah!"

"Banyak ba—"Najak menendang tangan Angkasa hingga pistolnya terjatuh ke lantai. Mereka bergulat dengan serius. "Pergi!" Teriak Najak ke dua gadis itu.

Tari mengangguk.

"Na, kita cari tempat aman!"

Ona menggelengkan kepalanya. "Gue masih sanggup." Jawabnya berdiri sekuat tenaga.

"Kak Tari jangan fokus sama gue. Tetap fokus sama yang lain dan diri lo!"

"Tapi—"

"Gue baik baik aja."

Tari pun mengangguk mengiyakan. Ia dan Ona saling membelakangi mengambil ancang-ancang. Mereka melihat teman teman mereka saling beradu kekuatan disana.

Ona menganga ketika Angkasa mengarahkan target pelatuk pistol nya kearah Zioga yang sedang melawan Arnon. Disisi lain Bara lengannya di tusuk sama Jovan. Nafas Ona naik turun berlari kearah Zioga.

"Kak Zioga !!!" Teriaknya membuat sang empu menoleh kearahnya. Mata Zioga membola melihat Angkasa tersenyum smirk menarik pelatuknya kearah Ona.

DOR !

"Ooonaaaaaa!!!!"

Tuk!

Mata Angkasa membelalak sempurna, ia spontan menjatuhkan pistolnya. Mulutnya sedikit terbuka melihat Marshanda berdiri di depan sana menatapnya penuh senyuman sambil merentangkan kedua tangannya. Tes ... Air mata gadis itu jatuh bersamaan darah mengalir melalui dadanya.

"M-Marshan—"

"SHANDA!!!" Teriak Arnon.

Di waktu yang bersamaan polisi datang.

"Angkat tangan! Tempat ini sudah di kepung!!"

Angkasa terduduk di lantai. Dan Arno langsung berlari ke arah Marshanda. Marshanda terkulai dilantai.

"M-Marshanda.... Oh tidak, tidak anakku, putriku, Marshanda.... Marshanda bangun nak, ini papa, Marshanda!!"

"P-papa?" Gumam Marshanda. Ia tersenyum sedikit miris akan hidupnya ini. Ia pun menitikkan air mata nya.

"A-apa yang kau lakukan!"

"I-ini untuk menebus dosa papa dan dosa ku. A-aku uhuk uhuk .... S-selamat tinggal dan .... M-maafkan aku pa hiks. Uhuk uhuk!"

"Tidak, jangan, ku mohon!"

"B-berjanjilah s-satu hal..."

"K-katakan, katakan nak, katakanlah."

"Mem-mebusuklah dipenjara se—lamanya." Marshanda langsung memejamkan matanya. Arnon terdiam. Kemudian dia berteriak sangat keras. "Tidak!!!!"

"Tidak, tidak papa melakukan ini untukmu, papa melakukan ini demi kau, Marshanda papa mohon... Hiks."

Polisi menangkap Angkasa, Jovan dan beberapa yang tersisa. Termasuk Arnon juga. Jenazah Marshanda dibawa polisi pergi. Para orang yang tak sadarkan diri dilarikan ke rumah sakit memakai ambulance.

"Marshanda anak om Arnon? Jadi sepupu Ona?!" Tanya Tari kebingungan. Ia sampai melupakan luka lebamnya.

Ona memeluk Zioga, mereka saling memeluk.

"M-Marshanda —"

"Sssttt. Itu karma dia sendiri Ona."

Lion menghampiri Nada menenangkan gadis itu yang tengah ketakutan. Boim, dan Arel memapah Bara yang terluka dibeberapa bagian tubuhnya. Dan Najak dia membantu Tari berdiri karena gadis itu kakinya terkilir.

Ugh... Sa-kit...

"Ah!"

"Na? Lo kenapa??"

"T-tubuh gue, tubuh gue mat—ti rasa kak."

Ona menyentuh deguban jantungnya yang terasa nyeri, kepalanya semakin berat dan pandangannya mulai berkunang-kunang, efek obat itu telah bereaksi sepenuhnya. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan perih, pasokan tubuhnya seperti mau meledak membuat dia kesulitan untuk bernafas. Ia mendengarkan orang-orang memanggilnya beberapa kali. Tapi anehnya dia tidak bisa menjawabnya karena kesadarannya semakin samar.

"Ona lo—"

Brukk!

Ona terkulai lemas di pelukan Zioga kemudian iapun dikuasai kegelapan. Zioga panik membangunkan gadis itu.

Bara berjongkok memeriksa denyut nadi Ona. Sedangkan Tari memeriksa deguban jantung gadis itu.

"G-gawat!"

"Detak jantungnya melemah Ga!"














To be continued

ONA (COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang