Part 3

49.6K 2.5K 25
                                    

"Ayo kita tidur," ajak Damian. Ia mulai menggenggam tangan Ariana.

"Tidak!" teriak Ariana tiba-tiba. Ia menyesal sudah berteriak seperti itu. Jika seperti ini Damian pasti akan tambah curiga dengannya. Tapi ia tidak punya pilihan lain jika tidak mau hal-hal yang buruk terjadi kepadanya.

"Ada apa?"

"Kau tidak akan melakukan apa-apa, kan?" tanya Ariana curiga.

Damian segera mengacak-acak rambut Ariana. "Tentu jika kamu belum siap," jawab Damian membuat Ariana dapat tersenyum lega. "Ayo."

Ariana mengangguk sambil membiarkan pria itu memeluk pinggangnya mesra. "Kak, eh maksudku Damian. Besok aku masih boleh kuliah, kan?" tanyanya dengan tatapan memohon.

"Kuliah? Sejak kapan kamu kuliah?"

Gawat! Ternyata Hana tidak kuliah, batinnya. "Tidak jadi, aku hanya terlalu lelah jadi sedikit melantur."

Tiba-tiba Damian menghentikan langkahnya. Ia segera berjongkok membelakangi Ariana. "Naiklah, aku akan menggendongmu."

"Aku bisa jalan sendiri kok." Ariana menjawabnya gugup.

"Benarkah? Katanya tadi kau lelah." Damian tersenyum dengan sorot mata lembut yang selalu terarah pada Ariana.

"Baiklah," akhirnya Ariana memutuskan untuk menerimanya. Ia memang sangat lelah. Semua kejadian hari ini telah menguras sebagian besar tenaganya.

Ariana segera naik ke atas pundak Damian. Damian tersenyum dan segera membawa Ariana menuju kamar mereka. Sementara Ariana hanya terdiam sambil mencium harum pria itu lekat-lekat. Rasanya menenangkan.

Mulai saat ini aku harus belajar, ucap Ariana dalam hati. Ia memejamkan kelopak matanya yang mulai terasa berat. Belajar untuk berhenti mencintai seseorang yang tidak akan mungkin aku miliki.

"Kau tahu, Hana? Aku sangat bahagia saat ini," ucap Damian.

Ariana cepat-cepat meredam kesedihannya. "Kenapa?"

"Karena Tuhan tidak pernah salah dalam menentukan takdir," jawab pria itu. "Dulu kita pernah bertemu saat masih kecil, apa kau ingat?"

Ariana mengangguk pura-pura mengerti dengan ucapan pria itu.

"Saat itu kau sangat nakal, kau suka mengerjai teman-temanmu, termasuk aku," lanjut Damian sambil tertawa menampilkan deretan giginya yang rapi.

"Bagaimana kau bisa ingat?" tanya Ariana penasaran.

"Tentu, karena bagiku kau sangat menyebalkan, Hana," jawab Damian.

"Jadi kau mengingatku hanya karena aku sangat menyebalkan?" Ariana berusaha menahan rasa sesak dalam dadanya. Rupanya Hana menempati tempat paling besar dalam hati Damian.

Damian mengangguk mantap. "Aku mencintaimu, Hana. Walaupun kau sering mengerjaiku, tapi hal itu membuatku tambah mencintaimu."

"Benarkah?" Mata Ariana mulai berkaca-kaca. Tentunya bukan karena bahagia, melainkan karena ia merasa ia tak ada artinya bagi Damian.

"Iya, betapa beruntungnya aku bisa menjadi suamimu saat ini." Damian menghela napas lega.

"Apa aku boleh meminta sesuatu?" tanya Ariana sedikit ragu.

"Tentu, Sayang. Apapun yang kamu mau akan aku penuhi," jawab Damian mantap.

"Bolehkah untuk sementara ini kita tidur di kamar yang berbeda?" tanya Ariana membuat langkah Damian berhenti total.

Damian segera menurunkan Ariana dari pundaknya. Ariana jadi merasa bersalah setelah melihat raut kesedihan dari wajah pria itu. "Kalau memang tidak boleh, tidak apa..."

DamiAna [COMPLETED]Where stories live. Discover now