Part 44

30.4K 1.6K 73
                                    

Rivanno mengetukkan jemarinya ke atas meja kayu yang berada di ruang tamu apartment pribadinya. Sementara Ariana hanya meremas jemarinya gelisah, ia benar-benar tidak tahu apa yang akan dibicarakan oleh Rivanno. Kakaknya itu sangat jarang terlihat dingin seperti ini, itu sebabnya Ariana merasa sedikit takut dan khawatir.

Sangat kontras jika dibandingkan dengan Hana yang saat ini sedang sibuk mengeksplorasi sosial medianya. Padahal Rivanno sudah beberapa kali memberi kode agar Hana segera mematikan ponselnya, namun adiknya itu tidak mau menurut. Rivanno menghela napas dan memutuskan untuk memukul meja di hadapannya.

Tak hanya Ariana yang terkejut, Hana pun ikut terkejut hingga tanpa sadar ia menjatuhkan ponselnya ke bawah. "Tidak bisakah kamu lebih menghormati aku, Hana?!" gertak Rivanno.

"Memangnya apa hak kakak untuk melarangku bermain HP? Bukan kakak ataupun mama yang membelikan benda itu untukku," balas Hana seraya mengambil ponselnya kembali.

"Kakak ingin bicara serius, Hana. Tidak bisakah kamu sedikit saja menghargai?"

"Bicara saja, aku akan mendengarnya," balas Hana tampak tidak tertarik dengan perbicaraan mereka.

"Baiklah. Kakak ingin kalian berdua berdamai," ujar Rivanno membuat kedua wanita itu saling bertatap-tatapan satu sama lain. "Kakak tahu hubungan kalian mulai renggang karena Damian, tapi walau bagaimana pun kalian tetaplah saudara. Kakak gak mau kalau kalian sampai saling membenci hanya karena seorang pria."

"Aku gak mau," balas Hana cepat. "Aku gak akan mau berdamai kalau dia belum menepati janjinya."

"Aku akan menepatinya," jawab Ariana tampak tenang. "Lagipula pernikahan besok memang tidak bisa aku hindari."

"Bagus deh kalau kamu sadar," timpal Hana sinis.

"Kakak gak ngerti sama jalan pikiranmu, Hana. Ariana itu saudara kembarmu sendiri, bagaimana mungkin kamu membiarkan ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai?"

"Karena Ariana selalu bahagia, Kak! Sementara Hana selalu menderita! Kakak lihat, kan?! Bahkan ketika Hana udah bahagia sama Damian, Ana juga ingin memiliki Damian!" Hana menatap Ariana sinis. Suasana di dalam ruangan itu berubah mencekam.

"Aku gak mau merebut dia dari kamu, Hana," balas Ariana dengan mata berkaca-kaca.

Namun Hana masih menatap Ariana dengan penuh kebencian. "Kamu pembohong."

"Sebenarnya bukan Ariana yang merebut Damian dari kamu, Hana. Dia sudah mencintai Damian sejak lama, bahkan saat kamu masih menjalin hubungan dengan Rafael," ujar Rivanno membuat Ariana terkejut.

"Kamu pernah menjalin hubungan dengan Rafael?" tanya Ariana terkejut.

"Itu gak penting. Seharusnya Ana gak pernah mencintai Damian, seharusnya ia tidak berusaha merebut Damian dariku."

"Itu semua karena—"

"Sudah, Kak. Hana benar. Aku yang menjadi sumber masalah di sini. Tapi kamu harus percaya kepadaku, Hana. Aku akan menepati janjiku," potong Ariana sambil menggenggam tangan Rivanno yang mengepal keras.

"Sulit bagiku untuk percaya, karena aku tahu tidak ada satu pun dari anggota keluargaku yang menyayangi aku. Kamu lihat kan kakak kesayanganmu ini terus membelamu? Apa pernah ia membelaku? Tidak pernah!"

"Kalau aku bisa mengulang waktu, aku gak akan mau bertemu dengan kalian. Seharusnya kita gak pernah bertemu lagi. Kalian cuma sumber masalah yang membawa banyak persoalan dalam hidup Hana!"

"Jaga ucapanmu, Hana!" bentak Rivanno.

"Untuk apa, Kak? Memangnya kakak peduli? Gak ada yang peduli sama aku, Kak! Memangnya ada yang peduli saat Hana nangis karena kangen sama mama dan papa? Memangnya ada yang hibur Hana saat teman-teman Hana meledek Hana sebagai anak buangan? Apa ada yang menghapus air mata Hana saat seseorang menyakiti hati Hana? Gak ada, Kak! Jadi untuk apa kalian peduli?" Hana menghentakkan kakinya dan melangkah keluar dari apartment Rivanno.

DamiAna [COMPLETED]Where stories live. Discover now