Part 20

33.6K 1.5K 34
                                    

Kondisi Damian beringsut membaik hari demi hari, bahkan pria itu sudah mampu bangkit dari tempat tidurnya. Wajahnya juga sudah tidak pucat dan terlihat lebih segar. Damian kembali menjalankan aktivitasnya walaupun ruang pergerakannya begitu terbatas karena Rivanno telah memperingatkan Damian dan Ariana untuk tetap berada di dalam kamar itu apapun yang terjadi.

"Aku melihat beberapa orang suruhan Selena beberapa hari belakangan ini," ucap Rivanno sambil menatap ke arah jendela kamar hotelnya. Langit begitu cerah pagi ini padahal semalam cuaca begitu buruk sampai-sampai beberapa pohon tumbang dan menghalangi akses jalan sehingga terjadi kemacetan di mana-mana.

"Aku tahu ini pasti akan terjadi, Vanno. Menurutmu bagaimana cara agar wanita itu tidak melukai Hana?" balas Damian sambil menatap ke arah kamar mandi, tempat Ariana sedang membersihkan diri saat ini. Untuk keamanan bersama, mereka bertiga memang tidur di kamar yang sama dan menggunakan segala fasilitas seperti kamar mandi dan dapur bersama.

"Itu semua tergantung tujuan utamamu." Rivanno menggulung lengan kemejanya hingga se-siku. Walaupun langit di luar cerah, namun udara tetap panas.

"Maksudmu?" Damian menaikkan sebelah alisnya.

"Apa tujuan utamamu? Balas dendam atau melindungi Hana?" Rivanno kini menatap Damian dengan serius. Damian terdiam mendengar ucapan Rivanno tadi. "Jika kau ingin melindungi Hana, berhentilah balas dendam. Karena jika kau tetap pada egomu itu, kau tetap akan membahayakan istrimu."

"Kau bisa membawa istriku pergi sejauh mungkin dan setelah itu aku tidak akan meminta bantuanmu lagi, bukankah dengan begitu Selena tidak akan menemukan kalian?" jawab Damian sambil mengetukkan jemarinya ke atas meja kayu di hadapannya

"Tidakkah kau pikirkan dulu ucapanmu itu?! Kau pikir Hana akan baik-baik saja dengan semua ide gilamu."

"Aku tidak memiliki pilihan lain, Vanno. Aku tidak mau wanita yang aku cintai berada dalam bahaya, aku juga tidak bisa berhenti sebelum dendam keluargaku terbalaskan."

"Kalau begitu balaskan saja dendammu," ucap Ariana yang baru mereka sadari sudah keluar dari kamar mandi sedari tadi. Wanita itu terlihat memasang ekspresi wajah datar seolah tidak tersakiti dengan rencana Damian yang otomatis akan menjauhkan mereka berdua.

"Kau mendengar semuanya, Ana?" tanya Rivanno dengan nada khawatir.

Ariana mengangguk sambil tersenyum tegar. Rivanno tentu mengerti ekspresi itu, Ariana bukannya tegar, namun ia sedang berusaha menutupi emosi dalam dirinya.

Tatapan Ariana beralih pada Damian. "Apa tujuan hidupmu hanya untuk balas dendam, Damian?"

Damian menghela napas, tak dapat menjawab pertanyaan Ariana.

"Aku punya ide agar tujuan balas dendammu itu cepat selesai," sela Ariana seraya duduk di antara Rivanno dan Damian. "Jadikan aku sebagai umpannya."

Rivanno dan Damian sama-sama terkejut. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan ide gila Ariana terlaksana.

"Berhenti memikirkan hal gila seperti itu, Ana. Kau tidak akan pernah dijadikan umpan," gertak Rivanno dengan pandangan tajam. Ia tidak akan pernah mengorbankan keselamatan adiknya sendiri untuk sebuah usaha balas dendam yang sia-sia.

"Kenapa memangnya? Bukankah dengan begitu tujuan Damian akan cepat tercapai? Kalian cukup memasangkan alat penyadap suara pada tubuhku dan menghubungkannya pada saluran telepon polisi, aku akan memancing mereka untuk membongkar semua kejahatan mereka. Setelah itu, polisi akan segera menangkap mereka dan keinginanmu untuk balas dendam akan berakhir, iya, kan, Damian?" Ariana menjelaskannya dengan santai, seolah tak memikirkan risiko dari rencananya itu.

DamiAna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang