Part 39

27.5K 1.4K 37
                                    

"Apa?!" teriak Jane dengan begitu nyaring.

Ariana langsung membekap mulut sahabatnya itu sebelum mereka menjadi pusat perhatian seluruh penghuni kampus. "Kan tadi aku udah bilang, jangan teriak," omel Ariana sambil melepaskan tangannya dari mulut Jane perlahan.

"Ya maaf atuh, tadi tuh kebablasan. Omongan kamu belum sampai ke otak, tapi suara udah terlanjur keluar dari mulut," balas Jane lalu terkekeh.

"Makanya otak sama mulut harus sinkron dong!"

"Ya maaf, kan orang cantik mah bebas."

Seluruh siswa yang ada di kantin langsung menyoraki ucapan Jane. Bukan Jane namanya kalau tidak membuat semua orang heboh.

"Jadi beneran kalau Rafael itu Azka? Dia anak laki-laki yang pernah kamu ceritain ke aku, kan?" tanya Jane dengan tatapan seriusnya.

Ariana mengangguk. "Sebenarnya aku gak yakin, karena aku tidak begitu ingat tentang Azka. Aku hanya ingat janji yang kami buat sebelum ia meninggalkanku, sebelum dan setelah itu aku tidak mengingatnya."

"Mungkin saja dia memang beneran Azka tapi kamu tidak mengingatnya."

"Ya mungkin kamu benar."

"Memangnya kamu masih mencintai Azka?" tanya Jane lagi.

Ariana menghembuskan napas kasar sambil mengaduk kembali gelas berisi es teh manis di hadapannya. "Entahlah. Jujur saja aku mencintai Damian, bukan Azka. Tapi aku tidak bisa melanggar janjiku pada Azka."

Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Ariana hingga wanita itu berjingkrak kaget.

"Ariana, lo dipanggil sama Pak Aldi," ujar Audrey, teman satu fakultas Ariana.

"Aduh, kamu buat masalah apa lagi, Na?" Jane terlihat frustasi.

Ariana berpikir keras, namun ia tidak berhasil menemukan kesalahan apapun yang baru ia lakukan.

"Lo harus cepet, soalnya tadi gue lihat mukanya kayak lagi marah gitu," jelas Audrey.

Ariana mengangguk dan segera berpamitan pada Jane, ia langsung berlari meninggalkan kawasan kantin dan menuju ke ruang khusus dosen. Dengan langkah ragu, ia memasuki ruangan besar itu. Ia langsung mengedarkan pandangannya, mencari sosok dosen yang selalu berhasil membuat jantung para mahasiswa melakukan rotasi dan translasi secara bersamaan.

"Ariana!"

Sebuah suara bariton menggelegar memasuki indra pendengaran Ariana. Ariana langsung mendekat ke arah meja Pak Aldi. Dosen misterius itu terlihat begitu marah sambil memegang sebuah kertas.

"Apa-apaan ini?!" teriak pria paruh baya itu sambil memberikan setumpuk kertas yang tadi ia baca kepada Ariana.

Ariana menaikkan sebelah alisnya saat melihat artikel tentang dirinya dimuat di sebuah surat kabar. "Tapi saya tidak melakukan apapun," ucap Ariana jujur. Ia tidak tahu mengapa ada namanya yang tercantum di dalam surat kabar itu.

"Di sini jelas-jelas terbukti kalau kamu sedang bermabuk-mabukkan bersama seorang aktor ternama. Kamu benar-benar sudah merusak nama fakultas kita, Ariana!"

Ariana hendak menjawab namun dengan cepat Pak Aldi memotongnya. "Bapak gak mau tahu, pokoknya kamu harus memperbaiki citra fakultas kita dengan cara apapun. Bapak gak mau karena berita ini peminat seni jadi semakin menurun."

"Baik, Pak," balas Ariana pasrah.

"Besok akan diadakan pentas seni, jadi bapak harap kamu bisa memperbaiki kesalahanmu itu pada acara tersebut. Bapak dengar kamu pandai menari, bapak ingin kamu menari di acara itu. Buktikan bahwa kamu bukan wanita rendahan yang tidak memiliki kemampuan apapun."

DamiAna [COMPLETED]Where stories live. Discover now