CHAPTER 1

726K 10.2K 415
                                    

Note : Cerita ini mengandung banyak sekali adegan dan kata" yang tidak senonoh. So, bagi kalian yg masih dibawah umur tapi tetap ngeyel untuk membaca cerita ini, saya mohon kebijakannya dalam membaca. Karena sekali lagi saya ingatkan, cerita ini adalah cerita DEWASA. Banyak adegan ena-enanya!Dan bagi kalian yang merasa jijik atau tidak suka dengan cerita dewasa, saya persilahkan untuk balik kanan bubar barisan, jalan!

Happy Reading

Di bawah pohon rindang yang tinggi menjulang itu, berdirilah seorang gadis yang sedang menatap kosong pada pemandangan yang ada di bawah sana. Kebetulan ia sedang berada di atas bukit untuk menenangkan hati dan pikirannya. Namun sial, bukannya merasa tenang, ia justru semakin terpuruk.

Bagaimana tidak? Beberapa hari yang lalu galian besar itu masih sulit untuk dijangkau oleh mata karena jaraknya yang cukup jauh dari bukit. Dan sekarang galian itu sudah benar-benar berada di hadapannya, matanya dapat melihat dengan jelas bagaimana alat-alat berat mulai menggali tanah dan mengangkut batu bara dengan jumlah yang tidak sedikit.

Gadis itu menghela napas pasrah. Bagaimana ia bisa menghentikan orang-orang yang tega menyakiti alam seperti ini? Ia tidak mempunyai kuasa atas hal itu. Memangnya siapa dia? Dia hanyalah seorang gadis desa yang telah mengakhiri sekolahnya sejak tiga tahun yang lalu akibat kondisi ekonomi yang buruk dan berakhir menjadi penjahit baju, membantu ibunya yang memang merupakan seorang penjahit.

"Kak Hana!" terdengar teriakan menggelegar di belakang sana yang membuat Hana langsung memutar kepala. "Windy? Ada apa?" tanya Hana kaget.

Sambil menangis, Windy menghampiri Hana dan menarik tangannya. "Kak Hana, cepat pulang..."

"Ada apa, Windy?" tanya Hana kaget, "Apa orang-orang itu datang lagi?" Hana menatap pakaian Windy. Dua kancing teratas terbuka hingga menampakkan belahan dadanya. Rok hijau tua panjangnya terlihat sudah tidak karuan lagi. Dimana-mana terdapat sobekan dan bercak darah. "Apa yang sudah mereka lakukan terhadapmu, Windy?" ucap Hana dengan tubuh bergemetar.

Windy masih menangis. Ia menggelengkan kepalanya. "Sekarang sudah tidak penting lagi, kak." ia menarik lengan Hana. "Cepat pulang. Mereka sedang memukul ibu."

Tanpa berpikir panjang, Hana langsung berlari menuruni bukit dengan mengerahkan semua tenaganya, kaki telanjangnya sudah tak peduli lagi dengan tusukan duri-duri bunga putri malu dan ranting-ranting pohon yang berserakan. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah ibunya. Sesampainya di depan rumah kecil mereka yang tampak lusuh, Hana langsung berlari masuk ke dalam. Tangisannya pecah saat melihat Fatma, ibunya yang tengah berlutut di hadapan pria-pria jahat itu. Hana langsung ikut berlutut di samping Fatma. Disusul Windy yang juga sedari tadi mengikutinya dari belakang.

"Tolong kasihani kami, pak..." Hana memohon sambil menangis tersedu-sedu.

"Cih!" salah satu dari orang-orang jahat itu meludah kasar dan melempar puntung rokok di depan wajah Hana. "Sudah berapa kali kami peringati, cepat jual tanah milik kalian dan lunasi hutang kalian! Apa susahnya untuk dilakukan?!" teriak salah seorang dari pria-pria sangar bertato itu.

Hana menggelengkan kepalanya, "Tidak pak. Itu satu-satunya tanah peninggalan almarhum ayah saya. Ayah saya menitipkan tanah itu kepada kami untuk—"

Plak!!

Hana tersungkur ke samping akibat tamparan keras di pipi kirinya. Ia memegang pipinya yang hangat dan kembali berlutut. "Saya mohon pak.."

Dug!

Kali ini ia mendapatkan tendangan keras di tubuhnya yang kurus dan kecil. Tidak ingin menyerah, Hana kembali berlutut. Kali ini ia memohon sambil mencium sepatu kotor milik pria itu. "Saya mohon pak.."

The Victim (End ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang