CHAPTER 42

60.7K 2.9K 269
                                    


Jonathan berdiri di hadapan jendela kaca yang menampakkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang memenuhi kota.

Tatapannya datar seolah terdapat luka dalam dirinya yang tak kunjung sembuh. Mungkin ia akan membawa lukanya itu hingga ia mati sekalipun. Tak ada yang dapat menyembuhkannya. Ia masih terbayang oleh rasa berdosa terhadap Hana. Seandainya ia bisa menukar takdir, ia akan memilih untuk menggantikan Hana yang meninggal. Tapi Tuhan ternyata tidak mengindahkannya.

Hana pergi dengan segala kesakitannya. Ia tak sempat mencicipi kebahagiaannya. Satu hal yang Jonathan sesali adalah pertemuannya dengan Hana. Jika mereka tidak bertemu, mungkin Hana masih hidup sampai sekarang dan bahagia dengan keluarganya.

Jonathan ingin menyalahkan takdir, bahkan ia ingin menyudahi hidup sialan ini. Tapi... Ia harus bertahan. Axel, anak itu satu-satunya alasan mengapa ia masih harus mempertahankan hidupnya. Jonathan ingin menebus dosanya dengan menjadi orang yang selalu ada bagi Axel. Biarlah keberadaannya tak dianggap oleh keluarga Hana, ia akan hidup tanpa ada rasa malu. Ia akan membahagiakan Axel sebelum napas terakhirnya berujung.

Beberapa saat setelah berdiam diri, Jonathan memutuskan untuk mengunjungi sebuah tempat. 

***

"Syukurlah, dua hari yang lalu proses renovasi sudah rampung. Anak-anak jadi lebih leluasa untuk belajar dan bermain."

Fransiska, wanita paruh baya pemilik panti asuhan itu berbicara sembari tersenyum cerah kepada Jonathan. Mereka sedang berada di halaman bermain Panti, tempat dimana anak-anak yatim kebanyakan menghabiskan waktunya untuk belajar, bermain dan berlarian kesana dan kemari.

"Terima kasih, Pak Jonathan. Jika bukan karena anda, mungkin saya tidak akan tahu lagi nasib tempat ini ke depannya akan bagaimana."

Jonathan mengulas senyum. "Seharusnya saya yang berterima kasih kepada anda. Terima kasih karena sudah berbesar hati untuk membesarkan anak-anak yatim piatu dan mengasihi mereka layaknya seorang ibu."

Fransiska tersenyum haru dan matanya mulai berkaca-kaca. "Saya bahagia sekali, masih ada orang-orang baik di dunia ini yang masih mau membantu saya merangkul anak-anak ini." Ia mengusap air matanya dengan tisu di tangannya. "Sayang sekali ibu Hana tidak bisa ikut merayakan kebahagiaan saya dan anak-anak yatim bersama dengan anda di dunia ini. Tapi saya yakin, dia pasti sedang tersenyum di Surga menyaksikan perbuatan mulia anda, Pak."

Jonathan tersenyum simpul, Kuharap begitu, batinnya. Ia memandang ke langit biru nan cerah itu. Tidak usah tersinggung. Kamu sangat berhak untuk tetap membenciku dan aku layak untuk tidak dimaafkan. Aku hanya tidak ingin kamu kesepian di sana. Kata orang, doa anak-anak yatim sangat tulus dan bisa mengetuk hati para malaikat untuk menemani dan menghiburmu di sana. Aku ingin kamu mendapatkan tempat terbaik, Hana. Sekalipun takdirku memanglah neraka.jahanam, aku akan tetap berbuat baik demi surgamu.

"Sering-seringlah berkunjung kesini, Pak," ucap Fransiska menyadarkan Jonathan dari lamunannya.

Jonathan berdeham sejenak lalu mengangguk. "Kalau ada waktu lagi saya akan kembali kesini dengan seseorang. Saya yakin dia akan senang."

Fransiska tersenyum. "Ah, baiklah. Oh, iya ... sebelum bapak pergi, ada sepucuk surat dari seorang anak yatim bernama Tasya. Dia ingin anda membacanya." Ia menyerahkan amplop putih itu kepada Jonathan.

The Victim (End ✔️)Where stories live. Discover now