CHAPTER 31

171K 8.2K 2K
                                    

Kalian harus berterima kasih sama @deslopyu karena dia chapter kemarin tembus 1,5k komen bahkan lebih 😅

Flashback on

Christian menatap nanar wajah istrinya yang kini sedang duduk di samping kasur tempat ia terbaring. Tangan lemahnya berusaha meraih wajah Vanesha, membelainya begitu lembut.

Bahu Vanesha bergetar hebat saat jemari Christian menyentuh permukaan kulit wajahnya. Sekuat tenaga ia menahan dirinya untuk tidak menangis di hadapan suaminya.

"Terimakasih..." ucap Christian pelan. Sangat pelan bahkan seperti sedang berbisik.

Vanesha berusaha mati-matian untuk tidak menangis. Karena ia tahu, jika ia menangis di depan Christian sekarang, hati suaminya itu pasti akan semakin terluka dan sedih. Vanesha ingat sekali dengan ucapan Christian saat ia pertama kali didiagnosis kanker otak.

"Jangan bersedih..sertailah perjuanganku dengan doa dan senyumanmu. Aku akan semakin lemah jika kamu terus menangis seperti itu."

Kalimat-kalimat itu masih terngiang-ngiang di kepala Vanesha sampai sekarang. Ia berusaha untuk kuat dan tersenyum di hadapan Christian meski hatinya ingin menjerit-jerit sakit saat melihat kondisi tubuh suaminya yang kini telah banyak berubah. Ia tidak setampan dulu lagi. Tubuh kurus kering, kepala plontos, wajah pucat, dan bernapas dengan selang. Hati Vanesha hancur sehancur-hancurnya, tak tahan melihat penderitaan sang suami. Ia ingin menyerah saja dari semua ini. Namun ia tak ingin membuat Christian kecewa terhadapnya. Ia sudah terlanjur berjanji untuk selalu kuat apapun yang terjadi.

Christian tersenyum samar, "Ak..aku..bangga padamu.." Vanesha menggigit bibir dalamnya, berusaha untuk tidak meloloskan setetes air mata melihat suaminya sedang berusaha untuk berbicara. Vanesha meraih tangan Christian yang sejak tadi membelai wajahnya. Digenggamnya tangan itu dengan erat.

"Kesetiaanmu padaku..akan kukenang di..dalam..surga."

Vanesha menggeleng cepat mendengar hal itu. "Tidak..jangan berkata sepertu itu. Perjalanan kita masih sangat panjang, sayang..kumohon..bertahanlah, kamu pasti bisa melalui semua ini." ucapnya menyemangati Christian.

"Aku sudah...tidak kuat lagi.." Balas Christian rapuh.

"Kamu kuat, Christian!! Bertahanlah! Sebentar lagi anak kedua kita akan lahir..apa kamu tidak ingin melihatnya?"

Air mata Christian mengalir dalam keheningan. "Beri ia nama Billy.. Dia yang..akan menggantikanku menemanimu."

"Kamu harus hidup bersamaku..Christian.. Kita akan hidup bersama." balas Vanesha cepat-cepat.

"Maafkan aku, Vanesha... Doaku akan selalu menyertai kalian dari atas sana. Sudah cukup aku mendapatkan cinta darimu dan Jonathan..aku akan selalu mencintai kalian."

"Christian.." Vanesha mulai rapuh.

"Jika Jonathan telah dewasa, aku ingin dia menikah dengan salah satu wanita dari keturunan keluarga Jovanka, salah satu sahabat terbaikku. Dengan begitu hidup kalian akan baik-baik saja."

Pandangan Christian mulai tak jelas. Wajah Vanesha kini terlihat samar. Christian tahu ini adalah waktunya. Ia akan bertemu dengan ajalnya. Namun sebelum itu, cepat-cepat ia berkata,

"Sekarang..menangislah. Sudah cukup kamu menahan diri selama ini.."

"Hiks..." akhirnya Vanesha menumpahkan tangisannya. Ia menangis tersedu-sedu. Mengeluarkan pilu yang selama ini ia pendam.

"Kamu mengkhinati janji kita, Christian..kamu yang pertama kali mengatakan bahwa kita berdua harus berjuang bersama dan tidak boleh ada yang menyerah apapun kondisinya..hiks..nyatanya kamu sendiri yang mengingkar janji..kamu menyerah dengan cepat bahkan sebelum melihat buah hati kita lahir. Ini tidak adil, Christian...sangat tidak adil." Vanesha menepuk dadanya berulang kali. Rasa sakit menjalar di relung hatinya.

The Victim (End ✔️)Where stories live. Discover now