CHAPTER 23

158K 6.7K 497
                                    

Seperti biasa, suasana makan malam keluarga Rutter (Marga Jonathan) selalu saja hening. Yang terdengar hanyalah dentingan sendok dan garpu serta piring. Semenjak Jonathan dan Catherine menikah, kediaman Jonathan menjadi sepi. Seperti tidak ada warna terang. Hanya gelap.

"Cath," akhrinya Vanesha bersuara, memecahkan keheningan.

"Iya, mom?" sahut Catherine sopan.

"Apa kamu tidak pernah berpikir untuk melakukan program bayi tabung? Mommy mempunyai kenalan yang merupakan seorang dokter. Mommy yakin dia bisa membantumu."

Catherine tampak menundukkan kepala. Tidak menyangka Vanesha akan mengatakan sesuatu yang akan menyinggung perasaannya. Setelah beberapa saat kemudian, Catherine lalu mengangkat kepalanya dan menatap wajah mertuanya itu. Ia menyunggingkan senyumannya. "Tidak, mom. Aku dan Jonathan akan tetap berusaha." jawabnya.

Vanesha menghela napas, "Tapi ini sudah tujuh tahun semenjak pernikahan kalian. Tidakkah kalian merasa rumah ini sepi?" tanyanya cemas.

Catherine merasa tidak enak. Ia lalu menoleh ke arah Jonathan yang sedang sibuk menyantap makanannya. Dan tidak ada kepedulian di wajah pria itu. Seperti tidak ada beban. Berbeda dengan dirinya yang selama ini dilanda ketakutan. Catherine takut ia tidak bisa mempunyai anak dan memberikan keturunan bagi keluarganya. Semua jamu tradisional dan obat-obat modern telah ia konsumsi. Tapi sampai sekarang perjuangannya itu tak berbuah apa-apa.

"Rumah ini sudah cukup ramai mom." timpal Jonathan tiba-tiba.

Vanesha melirik Jonathan dengan sinis. "Kamu harus mempunyai keturunan, Jonathan. Jangan hanya memikirkan perusahaan."

Jonathan mengangkat alisnya. "Bukankah di keluarga kita yang terpenting adalah harta? Mommy sendiri yang mengatakan hal itu. Kenapa tiba-tiba berubah? Sekarang nikmati saja uang yang ku hasilkan."

"Jonathan!" bentak Vanesha tajam. "Bagaimana bisa kamu berkata egois seperti itu?! Perhatikan juga istrimu. Bagaimana Catherine bisa hamil jika kamu selalu tidur di ruang kerjamu?"

"Mom.." Catherine berusaha melerai.

"Apa ini karena jalang itu?! Apa karena dia kamu tidak bisa memberikan waktumu sedikit saja untuk Catherine? Apa hanya pelacur rendahan itu yang bisa memuaskanmu?!"

"Berhenti mengatakannya pelacur!!" sahut Jonathan dengan emosi yang sudah meledak. "Berhenti mengungkit tentang Hana." mata Jonathan mulai memerah hanya dengan mengingat nama itu. "Tidak bisakah kalian membiarkannya pergi tanpa hujatan? Wanita itu sudah melepaskan semuanya."

Tanpa disadari oleh Jonathan, Catherine sontak menundukkan kepalanya, sedih. Ia tahu jika Jonathan masih belum bisa melepaskan wanita itu.

"Kamu masih membela wanita sialan itu? Sadarlah dengan ucapanmu itu, Jonathan!"

Jonathan menatap wajah Vanesha dengan tatapan sengit. Ia meletakkan sendok dan garpunya lalu berdiri. Jonathan memasang raut sangarnya, "Aku akan menghancurkan semua makanan di meja ini jika pembahasan sialan ini masih berlanjut hingga besok malam." usai berkata demikian, Jonathan segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Vanesha dan Catherine.

Setelah Jonathan menghilang dari ruang makan, Vanesha terus mengepalkan kedua tangannya erat dengan napas yang memburu dan mata yang dipenuhi dendam.

Ia membenci wanita itu. Sampai kapanpun.

***

"Uncle Bill!!!!" pekik Axel girang sambil berlari ke arah ruang utama dengan busa shampoo yang masih ada di rambutnya.

Terdengar suara langkah kaki Hana yang sedang berlari panik dari belakang, "Axel! Mama belum selesai memandikanmu!" teriaknya kesal dan menyusul anak itu ke depan.

The Victim (End ✔️)Where stories live. Discover now