CHAPTER 48

39.6K 3.6K 1K
                                    


"

Kamu tidak apa - apa?" Agung memberikan tisu kepada Hana yang baru saja mendaratkan bokongnya di mobil. Matanya terlihat sangat sembab. "Aku tidak apa - apa." Hana menerima tisu itu dan menyeka air matanya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya. Mencoba menenangkan diri.

"Bagaimana? Apa yang mereka katakan?" tanya Agung.

Hana menggeleng, "Tidak penting. Semuanya hanya omong kosong. Aku tidak akan mempercayai mereka lagi."

Agung mengangguk paham. "Apa mereka mengatakan sesuatu tentang anak kepadamu?"

Hana terdiam sambil memilin tisu di tangannya.

Agung terdiam beberapa saat, memerhatikan wajah Hana. "Apa kamu—"

"Anakku sudah meninggal. Bukankah kamu mengatakannya begitu kepadaku?" sela Hana. "Aku hanya sedih saja ketika teringat akan anak tidak berdosa itu. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir."

Agung menepuk pundak Hana pelan. "Aku turut bersedih untukmu. Ku mohon jangan lagi mengingatnya. Sekarang sudah ada aku. Kita sama-sama melangkah menuju masa depan. Aku janji akan membuatmu bahagia, Hana," peluknya kemudian yang segera disambut oleh Hana.

***

"Terima kasih atas kepercayaan anda terhadap kami," ucap wanita berparas cantik itu. "Saya dan tim saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mempersiapkan hari spesial kalian menjadi yang paling indah, mewah, dan akan selalu dikenang selamanya."

Agung tersenyum. "Terima kasih banyak. Saya akan sangat menantikan itu. Saya tahu pekerjaan kalian adalah yang paling menjanjikan diantara semua Wedding Organizer di negeri ini."

Wanita itu membalas tertawa menanggapi pujian Agung. Sementara Hana di sampingnya tampak sedang gelisah. Raut tak enak terpampang di wajahnya. Mereka keluar dari tempat itu dengan ekspresi yang berbeda. Agung dengan ekspresi bahagia, dan Hana dengan wajah dinginnya.

"Kenapa kamu tidak bilang jika acaranya akan dipercepat menjadi minggu depan?" tanya Hana dengan tatapan lurus ke depan, tidak ingin melihat wajah Agung.

"Kenapa?" Agung menoleh heran. "Bukankah lebih cepat lebih baik?"

Hana mendengkus, tak ingin menjawab. Lebih memilih untuk bungkam sembari berjalan menuju parkiran mobil.

"Hey." Agung meraih tangan Hana. Membuat langkah kaki wanita itu sontak terhenti. "Katakan, apa ini membuatmu keberatan? Atau ... kamu berubah pikiran? Tidak ingin menikah denganku?"

Hana memejamkan matanya, "Bukannya begitu. Hanya saja aku … "

Agung menyipitkan matanya, tampak curiga.

"Kita sudah sepakat untuk mengadakan pernikahan sesudah Pers bukan?" sela Hana kemudian. "Aku belum mempersiapkan diriku, Agung." Hana meraih tangan Agung, "Biarkan aku mengenalmu lebih jauh lagi."

"Kita sudah cukup saling mengenal, Hana. Aku tidak ingin menundanya lagi. Aku takut orang-orang itu kembali berbuat jahat dan melukaimu," jelas Agung.

Akhirnya Hana hanya bisa menghela napas pasrah. "Baiklah, Tapi bisakah aku meminta untuk melanjutkan konferensi pers sehari setelah pernikahan kita?"

Agung tampak berpikir sejenak, lalu akhirnya tersenyum. "Hanya itu? Mudah sekali. Akan ku kabulkan semua permintaanmu itu, sayangku." Ia hendak mencium Hana tapi lagi - lagi wanita itu menolak.

"Aku sedang kesal," potong Hana, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Agung hanya tertawa melihat tingkah menggemaskan calon istrinya itu.

The Victim (End ✔️)Where stories live. Discover now