CHAPTER 2

449K 8.3K 255
                                    

Warning 21+

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Warning 21+

Sebagian dari part ini mengandung adegan dewasa. Mohon kebijakannya dalam membaca.

🔳Happy Reading🔲

Dalam keheningan, air mata Hana jatuh mengalir membasahi pipi mulusnya. Dia menangis tanpa mengeluarkan suara. Tidak ingin mengganggu ibu dan adiknya yang sedang terlelap di dalam kamar. Ini sudah jam empat subuh. Tadi, ia berjalan kaki dari tempat Jonathan hingga ke rumahnya yang berjarak sekitar dua km. Ia tidak berani membangunkan Jonathan untuk mengantarnya pulang. Pria itu langsung tertidur setelah mereka selesai bermain.

Hana mendaratkan tubuhnya di lantai dengan lutut tertekuk. Punggungnya menyender pada dinding. Tangannya mengggenggam sebuah amplop putih berisikan uang pemberian Jonathan setelah mereka selesai bermain. Ia menatap uang itu dengan putus asa. Dulu, ia sangat membenci bibinya—adik almarhum ayahnya—yang rela menjual diri kepada penagih hutang agar dapat mempertahankan warung sembakonya. Dan sekarang Hana telah resmi menjadi seorang pelacur. Menjual diri demi sehektar tanah. Seperti menjilat ludah sendiri, Hana membenci dirinya! Apalah bedanya ia dengan bibinya? Jika bibinya tahu akan hal ini, mungkin dia akan balik menertawakan Hana.

Hana meringis kesakitan saat rasa sakit di area tubuh bagian bawahnya kembali terasa. Keringat yang mengucur di dahi dan wajah putih pucatnya menandakan bagaimana rasa sakit itu menyerangnya. "Ayah, tolong..aku sudah tidak sanggup lagi." rintihnya serak.

***

"Hana, bangun, nak." Hana membuka matanya saat merasakan guncangan Fatma dibahunya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Fatma khawatir.

Hana menggelengkan kepalanya dan segera bangun. "Aku tidak apa-apa. Dimana Windy?" tanyanya.

"Sudah berangkat ke sekolah." jawab Fatma dengan kedua mata berkaca-kaca.

Hana terdiam sejenak. Tentu saja ia sudah mengerti pikiran Fatma. Ia menatap ibunya itu dan berkata, "Ibu tenang saja. Windy tetap akan sekolah sampai dia lulus. Jika dia hamil nanti, aku akan berbicara baik-baik dengan pihak sekolah."

Tak dapat membendung tangisannya lagi, Fatma langsung memeluk Hana dan menangis tersedu-sedu. "Maafkan ibu, nak. Ibu tidak becus menjaga kalian. Ibu adalah orangtua yang buruk. Maafkan ibu, nak.." isak Fatma. Hana memeluk Fatma erat dan ikut larut dalam kesedihan.

***

Sore hari itu, Hana memarkirkan sepeda ontelnya pada dinding rumah mereka yang terlihat kumuh. Ia segera masuk ke rumah sambil menenteng sebuah kresek hitam. Tadi ia habis ke warung sembako untuk membeli telur ayam. Hana mulai memanaskan wajan penggorengan di atas kompor. Ia mengambil beberapa telur mentah dari dalam kresek lalu dimasukkan ke dalam wadah. Ia menambah garam secukupnya dengan irisan bawang merah yang telah diiris sebelumnya.

The Victim (End ✔️)Where stories live. Discover now