CHAPTER 22

173K 7.5K 841
                                    

Sore itu, Jonathan terdiam dan termenung di atas kasurnya. Matanya menatap kosong pada langit-langit kamarnya. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa sekarang. Jiwanya seakan melayang, hatinya merana akibat keputusan bodoh yang pernah ia buat.

"Apa aku harus menyesal?" gumamnya pelan dalam keheningan.
Jonathan merogoh sakunya dan mengeluarkan kalung yang telah ia buang hari ini. Benar, Jonathan tak sanggup melakukannya. Ia hampir kehilangan akal sehatnya saat kalung itu tenggelam termakan air. Dalam kurun waktu semenit ia berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil benda itu. Seperti orang gila, ia bahkan tak tanggung-tanggung untuk masuk ke dalam got yang kotor dan keruh demi mencari kalung itu.

Jonathan menatap kalung itu lamat-lamat. "Atau membiarkanmu pergi? Karena bersamaku hanya akan membuatmu tersiksa." Ucapnya lirih sembari mengelus permukan benda itu dengan lembut. Tapi membayangkan kepergian Hana membuat dadanya terasa sesak.

Ternyata begini rasanya saat dia benar-benar pergi. Jonathan menghela napas panjang. Semua sudah berakhir, waktu yang sudah berlalu tidak dapat berputar lagi. Kenangannya bersama Hana hanya sebatas cerita sedih yang tak berakhir bahagia.

"Maafkan aku, Hana. Seharusnya pertemuan kita tidak pernah ada jika hanya akan membuatmu berakhir terluka."

Jonathan memejamkan matanya, satu persatu kenangan mulai bermunculan di kepalanya. Teringat saat-saat dimana pertama kali ia bertemu dengan Hana. Hatinya langsung terpikat dengan pesona polos dan lugu yang terpancar dari gadis desa itu. Dan setelah itu, kepalanya hanya terisi dengan wajah Hana. Sampai akhirnya Jonathan mulai menyukai saat Hana tersenyum karena ulahnya. Dan saat ia tersenyum, Jonathan sadar bahwa keberadaan Hana mulai berarti di hidupnya.

Dan sekarang, semua kenangan manis dan pahit bersama Hana tak akan pernah terulang kembali. Hati Jonathan terasa seperti teriris hebat saat mengingat beberapa ucapan Hana yang paling menyakitkan.

"Ya, aku tahu aku tidak mampu. Kelas kita berbeda. Kita seperti langit dan bumi. Menyentuhmu saja aku tak pantas, karena aku kecil. Aku memang tak layak. Aku tak tahu diri. Karena masih berani berharap pada seseorang yang jauh berada di atasku. Maafkan aku... Apa yang ku lakukan adalah dosa besar. Orang miskin memang dilarang keras mencintai orang kaya sepertimu. Baiklah. Ternyata begitu aturannya. Seandainya aku dan Catherine bertukar posisi, mungkin kamu akan lebih memilihku. Bukankah begitu?"

"Maafkan aku.." gumam Jonathan pelan.

"Bukankah ini yang kamu inginkan? Sekarang aku akan melakukannya. Aku akan menjauh dan pergi dari hidupmu. Tidak peduli kamu adalah ayah dari anak di dalam perutku, kami akan menghilang dari pandanganmu. Tidak usah memberikan apapun kepada kami lagi. Harta, materi, atau apapun itu. mulai dari sekarang akulah yang akan memenuhi kebutuhan anakku. Kamu hanya perlu menikmati apa yang selama ini kamu dan ibumu rencanakan."

"Dan membiarkanku menerima semua hinaan itu lagi? Kamu mungkin tidak menyadarinya Jonathan, tapi aku menderita. Selagi kamu bersikap baik padaku semua orang akan memandangku rendah dan menganggapku sebagai wanita ular di dalam pernikahanmu dengan Catherine. Aku tidak mungkin mengharapkanmu lagi, Jonathan.. karena aku sadar itu adalah suatu kesalahan. Apa yang kulakukan selama ini hanyalah sebuah kebodohan yang sia-sia. Lagipula perjuanganku juga tidak akan berarti bagimu. Kamu lebih memilih menjadi seorang pahlawan yang mengorbankan kebahagiaanku demi
menyelamatkan dunia,"

"Benar. Aku lelaki bodoh yang tak bisa bertanggung jawab atas kebahagiaanmu. Bersamaku hanya akan membuatmu menderita dan sengsara. Hidupmu hanya akan lebih baik jika tidak aku. Keputusanmu untuk pergi sudah benar."

Jonathan mengecup kalung dalam genggamannya singkat, "Selamat tinggal, Hana. Kuharap hidupmu akan lebih baik." Ucapnya sembari memejamkan mata.

***

The Victim (End ✔️)Where stories live. Discover now