Awalan

139 42 36
                                    

Jika sekolah adalah tempat untuk belajar, mengapa sekarang para siswa bermimpi di bawah matahari? Padahal rumah mereka sangat rindu ditempati, hanya untuk singgah kemudian ditinggal pergi. Para siswa sudah lelah, ketika di pagi hari mereka belajar, berpulang saat terbenamnya mentari, lalu mengulang di bawah bulan menerangi. Mereka terlelap di tengah malam lalu terjaga di fajar. Sungguh melelahkan.

Begitu juga dengan Bulan. Gadis bernama lengkap Gazala Bulan Alula ini lelah. Namun, ia tidak bisa bermimpi di meja seperti kawannya. Ia tidak bisa. Sungguh, tidak bisa.

Hari ini gurunya tidak masuk ke kelas namun memberikan tugas, jadi rakyat kelas bisa bebas terikat bukan bebas lepas.

Gadis itu kini sedang mengerjakan tugas bersama temannya Alvira.

"Vir, lo tahu gak jawaban yang ini?" Tanya Bulan dengan menunjuk soal yang ia susah kerjakan.

"Tahu dong, Alvira gitu loh. Nih gue udah semua!" Ucapnya dengan menyerahkan buku tugas kepada teman di sampingnya.

"Baik banget deh lo!"

Bulan bukan murid rajin tapi dia selalu menempatkan diri di peringkat 3 besar di kelasnya. Ia memang tidak rajin dalam mengerjakan tugas dan tak aktif di kelas namun aktif mendapatkan nilai besar dalam ulangan juga praktik.

Gadis itu sudah mengerjakan tugas lalu ia menitipkan buku tugasnya pada anak kelas yang akan mengumpulkan. Dasar Bulan pemalasan.

"Bulan, Bintang datang nih!" Ucap seseorang datang dari luar kelas berlarian ke arah tempat duduk nama orang yang diteriakinya.

"Lan, tahu gak tadi tuh gue ketemu sama gebetan."

"Siapa gebetan lo?" Tanya Bulan penasaran.

Lelaki di sampingnya menjawab antusias. "Lo gak tahu? Bukannya selama ini kita teman."

"Emang kita temen?" Tanya gadis itu sekali lagi dengan nada acuh tak acuh.

"Lo mah gitu kalau cemburu,"

"Bakal beda sejarahnya kalau seorang Bulan cemburu sama Bintang." Jelas gadis itu dengan kesal pada lelaki disampingnya.

"Gak akan beda, sayang. Kan bintang selalu sama bulan kalau bintang sama yang lain, nah itu beda sejarahnya."

Gadis bernama Bulan pun mengangguk anggukan kepalanya dengan malas. Ini masih pagi, tapi Bintang sudah mengoceh panjang lebar.

"Ish, jangan ngangguk- ngangguk mulu kayak guguk." Ucap Bintang gemas pada gadis disampingnya.

"Lo ngatain gue?"

"Itu namanya ngibaratin, sayang."

Jika gadis lain dipanggil sayang oleh Kara Agrata Bintang mereka terbang dan membalas tak suka padahal iya. Bintang memang menyebalkan namun wajahnya sungguh menawan. Makanya para gadis berpotensi untuk terbang. Beda dengan Bulan, dia malah membalas dengan candaan serupa.

"Tapi tadi lo ngatain gue, Bintang sayang."

Bintang yang merasa gemas pun mengacak rambut Bulan dengan pelan.

"Bulan, Bintang jadi makin sayang deh."

"Masa?"

"Iya kok Bu--"

"Bodo."

Setelah mengatakan kata tersebut Bintang cemberut. Beda lagi dengan Bulan dia tersenyum pada seseorang yang akan menuju ke arahnya. Dia Zharifa temannya.

"Bulan udah gede, pacaran mulu kerjaan. Tapi Lan, kenapa sama Bintang sih?" Ucap Zharifa saat sudah di hadapan Bulan dan Bintang.

"Lo pikir gue mau sama nih kutu?" Telunjuk Bulan mengarah pada makhluk di sampingnya.

"Sayang, jangan gitu ngomongnya dong."

Mereka yang mendengar suara Bintang langsung memasang muka jijik.

"Lo sakit ya Tang?" Tanya Zharifa.

"Tang?! Emang gue Tatang." Ucap Bintang dengan wajah yang siap mengeluarkan matanya.

"Denger ya Tang, Nama lo tuh Kara Agrata Bintang. Kenapa gak dipanggil Kara atau Agrata. Jadinya kan serba salah, kalau Bintang tuh panggilannya jadi Tang." Bulan menjelaskan tentang nama lelaki itu dengan sedikit emosi.

"Ya udah sih Lan, lo tinggal manggil gue sayang apa susahnya," ucapnya menghadap Bulan lalu mengalihkan pandangnya kepada Zharifa. "Lalu lo, panggil gue Bintang kalau lo panggil gue Tang gak pa-pa asal jangan Kara atau Agrata. Kalau lo panggil pake nama yang gue larang nanti Bulan gak ada temennya."

"Udah ah gue mau pergi ke meja gue daripada harus mendengar ocehan si Tatang lo ini." Pamit Zharifa pada Bulan.

Setelah pamit, Zharifa pergi kebarisan tempat duduknya. Sedangkan, Bulan kini menatap Bintang dengan sengitnya. Lalu berkata, "Tang sana lo! Kembali ke habitat, kasihan si Kaivan sendirian."

"Mending gue sama jodoh gue. Kalau gak dijagain takut hilang. Soalnya Alviranya gak datang-datang."

"Tang, lo mau buat gue darah tinggi apa?"

"Gak gue maunya buat lo jatuh cinta."

Mata Bulan melebar seketika dan tangannya terkepal siap memberikan pukulan.

******

Hallo kembali lagi sama Ara😋
Aku galau gaes pas nge-publish ini cerita.
Takutnya pada gak suka😶
Maka dari itu buat aku percaya diri.
Dengan comment sama vote-nya ya😘


Tertanda,

Ara

Penghuni MalamWhere stories live. Discover now