Logika

6 1 0
                                    

Gadis cuek ingin tahu, siapa yang menemukan cinta. Siapa yang memilih menamainya. Siapa yang membuat begitu rumitnya. Siapa dia?

Masalah tentang cinta tidak ada habisnya. Bahkan anak kecil pun tahu keberadaanya. Sayangnya kita tidak tahu bagaimana rupanya.

Kalau dikaitkan dengan cinta. Pasti ada kata cemburu disela-selanya. Cemburu yang menyebabkan sebuah keretakan di dalamnya. Keretakan yang tak dapat disatukan dengan sebuah perekat dengan bahan kimia.

Kadang logika berkata apa untungnya mencinta. Tapi hati selalu berkata cinta menguntungkannya. Cinta membuat rasa senang dan sedih pada dirinya. Membuat dia ekspersif akan dunia.

Tapi, luka yang dibuatnya sungguh menyedihkan. Selalu bertahan apabila dienyahkan. Selalu membekas apabila dihilangkan. Selalu saja begitu.

Bulan sudah bertahan dengan luka sekarang. Hebatkan?

Sudah beberapa hari ini ia sengaja tak menyapa Bintang dan mengobrol dengannya. Ia juga berharap bahwa Bintang akan menyapa dan mengajaknya mengobrol. Tapi kenyataannya tidak, lelaki itu hanya bersikap biasa.

Jadi Bulan hanya memendam lukanya. Tak ingin membagi atau mencari penutupnya. Ia ingin berbicara pada Alvira dan Kaivan. Tapi ia tak sanggup menahan air matanya untuk tidak keluar.

Sekarang yang Bulan lakukan hanya diam. Lalu memandang Bintang. Kemudian mengalihkan pandangan. Kembali, berdiam lagi.

"Lan,"

"Ya?"

Alvira adalah pemeka sesama. Jadi wajar kalau dia tahu ada masalah pada Bulan. Karena wajahnya yang tidak pernah dikondisikan.

"Lo kenapa?"

Apakah sekarang saatnya ia memberi tahu keberadaan lukanya?

"Sakit,"

Tangan Alvira menyentuh kening Bulan dengan cepatnya.

Tentu saja bukan sakit fisik yang Bulan rasakan sekarang. Ia sakit batinnya, jujur saja cemburu mengusik kesehatannya.

"Sakit hati maksud lo?"

Gadis cuek mengangguk.

"Kenapa lagi sama Tatang lo?"

"Peluk Zharifa."

Mata Alvira melebar, lalu menatap tajam Bintang yang ada diseberang.

Seperti biasa lelaki yang ditatap hanya menaikan alisnya.

"Jangan marah dulu,"

"Heh, malaikat berbentuk iblis! Jangan sok kuat deh lo! Bilang sama dia kalau lo suka. Bilang juga jangan pacaran sama si Zharifa."

Bulan meringgis, sebenarnya belum ada yang tahu hubungannya dengan Bintang apa. Mereka yang melihat hanya menganggap mereka bertemanan bahkan bermusuhan.

"Gue pacaran sama dia."

Dengan refleknya Zharifa menggoyang-goyangkan badan Bulan. "Mimpi lo ketinggian, sadar!"

"Gak mimpi."

Mata teman Bulan kini menatap dia dan Bintang secara bergantian. "Dia yang nembak duluan?"

Gadis cuek mengangguk.

"Si tampan tahu gak?"

"Gak tahu,"

"Kalian pacaran diem-diem?"

Gadis itu kini menggeleng.

"Eh bentar, kita harus fokus pada Zharifa. Lo udah lihat mereka pelukan berapa kali?"

Dua jari Bulan terangkat.

"Dua kali?! Lo gak bilang kalau lo sakit hati karena dia?"

"Gue diemin aja."

"Heh tuan putri! Jangan mentang-mentang lo cewek jadi kode-kodean mulu! Ngomong apa ngomong!"

Alvira memang terlalu antusias menanggapi makhluk cuek dihadapannya. Kata dia, Bulan jatuh cinta adalah hal yang luar biasa. Padahal kan biasa saja.

"Percuma,"

"Kenapa percuma? Cowok tuh butuh penjelasan yah."

"Dia gak pernah nganggep gue ada. Diotaknya cuma ada Zharifa."

Temannya kini bertepuk tangan. "Astaga, gue bahagia liat lo terluka!"

Bulan menatap sang penepuk tangan tajam.

"Oke, kalau yang diotaknya cuma ada Zharifa. Kenapa lo yang dijadiin pacarnya?"

Gadis itu mengangkat kedua bahunya.

Pertanyaan itu memang selalu berputar dikepalanya. Namun ia tak pernah mendapat pernyataan dari hasil pertanyaannya.






Asik😂
"kalo yang ada di otaknya dia, kenapa lo yang dijadiin pacarnya?"
Positif thingking aja😄

Penghuni MalamWhere stories live. Discover now