Orang Ketiga

8 0 0
                                    

Menyeramkan. Itulah gambaran suasana yang gadis cuek rasakan. Karena 3 pasang mata menatapanya dengan nyalang meminta penjelasan.

Kalian pasti tahu apa yang diminta oleh teman-temannya Bulan, kalau bukan penjelasan tentang Bintang. Sebenarnya Bintang lari dari penjelasan ini. Sehingga gadis itu yang mengurusnya sendiri.

Dasar lelaki tak tahu diri. Udah dicinta, malah pergi. Melempar semua pada Bulan seorang diri. Untung gandis-nya kuat hati.

"Jadi?"

"Dia tembak sebagai selingkuhan. Gue gak bilang iya. Tapi dia udah bilang duluan kalau kita pacaran. Jadi kita jadian." Jelas Bulan.

Semua mata yang menyalang kini melebar. Padahal mereka ingin mendengar dengan panjang dan lebar. Namun yang diberikan singkat dan padat.

"Pantes tiap lo buat cerpen diulang mulu." Celetuk Kaivan. Lalu dihadiahi pukulan dikepala oleh Alvira.

Bisa-biasanya Kaivan bercanda disaat yang tidak menyenangkan. Disaat semua mata menatap nyalang. Disaat semua diam. Dasar.

"Jadi lo gak cerita ke Abang?"

Memang ya, si abang ini tak tahu diri. Ketemu aja jarang. Terus dia kan udah kelas 12, pasti terlalu sibuk buat kabar macam beginian.

"Lagian gak penting."

"Jadi gue gak penting?"

Akhirnya si lelaki jahat datang. Bukannya tadi dia lari dan tak mau menjelaskan. Mengapa sekarang ia datang?

Saat datang pun tak mendapat jawaban, ia malah ditatap tajam. Seolah yang kata yang dikeluarkan adalah kesalahan. Kesalahan penyebab kemarahan yang tergambar.

"Udah deh, kita lagi penasaran sama lo berdua. Jadi, masalah keluarga jangan dibawa-bawa." Ucap Alvira gemas."Kenapa waktu itu lo diemin Bulan sekarang malah jadian?" Alvira melanjutkan ucapan yang berupa pertanyaan.

"Sebenernya gue udah suka Bulan dari lama. Gue kira gak ada yang bisa deketin dia. Jadi gue santai-santai aja. Pas lihat Galang, hati gue kebakar-"

"Lebay,"

Mata Bintang menatap tajam, lalu dibalas delikan. Memang Kaivan rajanya memghakimi. Padahal dia bukan hakim. Jadi seharusnya dia diam dan tidak mengeluarkan perkataan.

"Hari dimana Galang baikan sama Bulan, gue yang malah jadi marahan. Disana gue rasanya mau buang semua rasa dengan jahatin dia." Telunjuknya mengarah pada Bulan. "Tapi akhirnya dia gak ngejauh, malah tuh puteri deketin gue. Ya robohlah pertahanan gue. Gak jadi gue buang tuh rasa, yaudah sekalian gue tembak aja. Akhirnya Bulan milik gue."

Banyak ekspresi yang dikeluarkan oleh para pendengar. Mungkin mereka pusing dengan jalan pikiran Bintang. Bukannya berjuang untuk apa yang dirasakan, ia malah membuang dengan para kesalahan.

"Hebat, ya kalian saling memiliki banyak kesamaan. Singkat, padat, dan jelas." Celetuk Kaivan kembali.

"Kaivan?!"

"Ya dek?"

"Awas loh, jangan-jangan kalian nanti jadian. Kayak Bintang sama Bulan." Ucap Langit yang melihat interaksi Alvira dan Kaivan.

"Ogah," ucap yang dituduh bersamaan.

"Cie barengan,"

"Bintang!"

Satu suara memanggil Bintang. Bukan suara Bulan tentunya, bukan juga dari ketiga orang yang berada disana.

Suara itu datang bersama pelukan dilengan yang menyertainya. Membuat suasana memanas disana. Bahkan Kaivan pun membuka lebar mulutnya.

"Lo kemana aja?"

"Udah keberapa kali Tang?"

Satu orang datang, digantikan dengan satu kepergian seseorang. Memang tak ada hubungan yang mulus seperti diimpian. Mereka hanya mendambakan tanpa tahu kesungguhan.

Bersama pelukan terurai, gadis yang datang menanyakan. "Bulan kenapa?"

Sementara Bintang diam mencerna semua kenyataan.




******

Siapa ya kira-kira yang peluk Bintang?
Siapa ya?
Siapa hayoh?
Aku?
Kamu?
Dia?

Penghuni MalamWhere stories live. Discover now