Sikap Sewajarnya

9 1 0
                                    

Dia sudah siap berangkat menuju sekolahnya. SMA Super Mega tempat dimana ia bersekolah. Kini ia sedang menunggu Galang.

Seperti janjinya tadi malam. Hari ini, Galang akan menjemputnya. Sebernanya saat ini hatinya gusar. Ia takut ketahuan oleh Bintang. Tapi tidak mungkin ia membatalkan janjinya. Ia tak mau membuat kecewa meskipun dikecewakan.

Tet tet

Suara klakson, saat ini memenuhi indera pendengaran Bulan. Suara itu menandakan bahwa Galang ada didisekitar.

Matanya mentap ke arah suara dan benar ia melihat Galang disana. Lelaki itu tersenyum seperti tak memberi luka. Padahal ia adalah sumber lukanya.

"Ayo!" Ajak Galang pada Bulan dengan menarik tangan gadis itu.

"Eh?" Bulan terkesiap, ia belum siap diceramahi oleh Bintang.

"Lo risih ya?"

Gadis cuek mengangguk.

"Maaf," gengamannya terlepas.

Bulan hanya menatap dengan tatapan cueknya. Ia sungguh malas dengan sebuah permintaan maaf akhir-akhir ini.

Galang, lelaki itu kini megalihkan pembicaraan. Ia mengalihkan dengan memberikan sebuah helm pada gadis di depannya. "Nih,"

Gadis itu memakai helm dengan cepatnya dan tak lupa mengaitkan tali pada helm tersebut.

"Naik!"

Mereka sekarang sudah berada dalam sebuah motor yang sama. Dengan perasaan yang berbeda. Bulan dengan rasa khawatirnya sedangkan Galang dengan rasa senangnya.

*****

Motor itu sudah lelah menelusuri jalan yang biasa ditapaki. Ia butuh istirahat ditempat tujuan yang tuannya hendaki. Tempat tersebut adalah tempat menggali ilmu yg sudah ada titik temu.

Sang pengemudi dan penumpang sudah tidak menaiki motor tadi. Mereka sudah siap melangkahkan kaki ke tempat penuh akan kursi.

Perjalan tersebut sangat sepi. Bukan tak ada orang yang dilewati tapi, tak ada sepatah kata pun yang menemani. Mereka tidak canggung. Hanya saja salah satu dari mereka malas untuk memberi kenyamanan.

Seperti dalam kehidupan di pertengahan selalu ada hambatan dan tantangan. Mereka juga begitu, saat ini telah terdeteksi satu hambatan. Ada Bintang dihadapan mereka sekarang.

Saat ini mata Bintang menajam. Bukan menajam pada Galang namun pada Bulan. Ini lah yang Bulan khawatirkan dan akhirnya terjadikan.

Sebenarnya Bulan ingin membelok atau berbalik arah tapi ia tidak mau dianggap pengecut. Ia tak mau dianggap begitu oleh lelaki miliknya tersebut. Bolehkan ia memanggil Bintang begitu?

Langkah demi langkah dijalani. Keberanian dan keberanian telah ia kumpuli. Kuat dan kuat yang ia tertanam dalam hati.

Tangan yang menahan saat ia berjalan membuat keberanian yang terkumpul runtuh kemudian. Kekuatannya pun melemah sekarang.

"Ayah lo masih muda ya,"

"Lepas!"

Bukan suara Bulan yang keluar melainkan suara Galang.

"Lo gak usah ganggu rumah tangga orang, pergi gak?!"

Rumah tangga dari mananya?!

"Pergi Gal!"

Bulan tidak bisa memilih kata lain. Ia tidak mau orang lain mencampuri urusan yang ia harus urus sendiri.

Sedangkan Galang ia pergi karena perintah Bulan. Sebelum pergi ia meninju pipi Bintang yang menyebabkan memar.

"Ayah lo kasar ya,"

"Dia bukan Ayah gue."

"Katanya lo berangkat bareng Ayah. Berani ngebohong lo!"

Gadis cuek itu diam. Karena kata yang keluar dari mulutnya selalu dapat memperpanjang amarah lelaki-nya.

"Siapa yang ajarin?!"

Gadis itu tetap dalam pendiriannya.

"Jawab!"

Mukanya menatap ke arah tanah. Haruskah ia membuka mulut sekarang?

"Lihat gue!"

Mau tak mau ia harus melihat Bintang dengan amarahnya.

"Ngomong!"

Ia harus menjawab sekarang "Lo."

"Gue?" Nada tingginya berubah menjadi nada tanya sebenarnya.

"Iya, lo yang ngajarin gue."

Ia sunggu malas dengan Bintang jadi ia menjawab asal-asalan. Mungkin jawabannya asalnya akan menarik pemikiran Bintang.

"Kapan?!"

"Udah lama."

Lelaki itu terdiam. Mungkin memakan perkataan Bulan. Seharusnya memang dia memakan dan tak membiarkan.

"Gue gak inget."

"Cie mikirin."

Bulan berusaha mencairkan suasana yang ada disekitarnya. Meskipun ia tak percaya apakah caranya dapat mencairkan semua.

"Receh lo,"

Bintang pun pergi dari hadapannya lagi. Selalu seperti ini. Bulan lelah dengan Bintang-nya yang sekarang. Lelaki itu lebih pemarah bukannya periang. Mungkin semua ini karena perbuatan Bulan.

Mungkin.





Bintang tuh sebenernya sayang gak sama Bulan?
Kita penasaran nih.
Iya apa Iya?

Penghuni MalamDove le storie prendono vita. Scoprilo ora