Bintang Pemenang

46 12 8
                                    

Bulan telambat. Sungguh terlambat. Waktu telah menunjukan pukul 07. 25 sedangkan dia masih menunggu angkutan umum di depan gapura. Ia melirik ke kanan semoga sebuah angkot datang. Benar, sebuah angkot datang tapi dengan banyak penumpang.

Ia pun menatap sepatunya. Sungguh membosankan. Waktu terus berjalan. Sedangkan dirinya masih belum dalam perjalanan. Miris bukan?

Tiba-tiba suara motor berhenti di hadapannya. Ia menatap ke depan. Ternyata itu suara motor Langit. Gadis cuek tersenyum gembira.

Jangan ditanya, Langit juga yang mampu membuat senyum di wajah Bulan mengembang sempurna selain teman sekelasnya.

"Nakal ya, masih di area rumah." Ucap Langit.

"Habisnya malesin sekolah sih." Senyum yang mengembang tetap masih disana.

"Dasar pemalas! Lo mandi gak?" Tanya Langit.

"Mandi lah, habis itu streaming nonton Oppa." Jawab gadis itu dengan cengiran.

"Jadi lo bukan telat bangun? Tapi keasikan nonton si Oppa?" Tanya Langit kembali.

Ketika Bulan hendak menjawab. Langit berbicara terlebih dahulu. "Ayo naik! Keburu telat kalau kita ngobrol melulu."

"Udah telat kali."

"Oh iya, pegangan ke jaket Abang."

Bulan memegang jaket Langit sesuai perintah.

"Jalan Bang!"

Langit pun menjalankan motornya menelusri jalanan.

*****
Hukuman bagi siswa siswi yang terlambat adalah diam diperpustakaan sampai bel istirahat dibunyikan. Sekaranglah tempat ia berdiam diri bersama Langit. Beberapa menit lagi dia akan pergi dari tempat membosankan ini.

Teng.

Itu artinya istirahat sudah datang. Ia dan Langit keluar dari tempat membosankan tadi. Setelah keluar ia menemukan Bintang dengan wajah kebingungan.

Bintang berlari ke arah mereka. Padahal jaraknya dekat mengapa dia berlari. Sungguh kebiasaan.

"Si Bintang kenapa sih Lan?" Tanya Langit pada gadis di sampingnya.

"Biasa lagi drama."

Kini Bintang sudah berada di depan Bulan. Ia menguncang tubuh Bulan dan menatapnya penuh tanya.

"Sayang, lo tuh kebiasaan banget sih telat. Lo kira ini sekolah punya lo, bebas masuk sama pergi."

"Bener, nih anak suka maen drama." Gumam Langit yang sedang memperhatikan Bulan dan Bintang.

Bukannya berbicara pada makhluk di depannya gadis itu malah berbicara pada Langit." Bang, sana ke kelas!"

"Oke, Lan. Duluan Tang!"

Bintang hanya mengganguk dan tersenym sopan. Lalu, mata dan tangannya belum teralihkan dari Bulan.

Bulan yang merasa Bintang butuh jawaban berkata." Tadi tuh gue keasikan nonton Oppa jadi telat."

"Kebiasaankan, lo tuh udah punya Bintang yang kayak orang luaran masih aja lihat oppa lo segala."

Bulan memutar matanya malas.

"Lo tuh Tang, gak pernah ngaca apa?" Tanya Bulan.

Mata lelaki di depannya melebar. "Seringlah, lo tuh yang gak pernah. Cantik tapi minderan buat topeng cuek buat gak kelihatan."

Merasa perdebatannya tak akan selesai. Bulan menarik tangan Bintang yang masih lengkap dengan ocehan.

"Sekali-kali kek lo dandan. Cabe-cabean disini aja dandan biar kelihatan. Gak usah tebel-tebel cuma pake bedak tipis terus pake lipstick yang gak bewarna. Gue tahu lo rajin merawat diri, tapi lo itu natural banget kalau ke sekolah polos banget."

Bulan menghentikan langkahnya dan berbalik. "Lo mau gue kayak cabe-cabean?"

Bintang menggeleng.

"Terus?"

"Ya dandan kali-kali kek."

"Katanya lo gak mau gue banyak yang suka. Tapi lo malah bikin mereka tambah suka."

Bulan tak habis pikir dengan Bintang. Ia tahu lelaki itu menjadikan dirinya agar seperti wanita seusianya yang mengurus diri dengan berbagai kosmetik. Tapi, ia tak suka dengan barang berbau kimia tersebut.

"Tapi-"

"Besok gue dandan. Tapi cuma besok. Gimana?"

"Oke."

Bintang tersenyum penuh kemenangan.




Akhirnya ada partnya Langit😆
Btw, gimana ya reaksi orang-orang lihat si Bulan dandan?
Hayoloh siapa yang penasaran?
Aku sih iya, kalau kalian?

Tertanda

Araa

Penghuni MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang