Curhat Pagi

8 3 2
                                    

"Kaivan,"

Gadis itu kini menghampiri cowok yang ia panggil. Ia terlalu sedih. Ketika melihat Kiavan ia merasa ada kebahagiaan. Selain Alvira, ia juga sudah menganggap Kaivan sahabatnya, mungkin.

"Lo kenapa?"

Bulan menangis.

Ini masih pagi. Bulan baru datang memasuki area sekolah. Bukannya ia menyimpan tas pada tempatnya. Ia lebih mementingkan menghampiri Kaivan.

"Sakit,"

Astaga, sekalinya bersedih ia hanya berkata sakit. Mengapa ada manusia seperti Bulan?

"Maksud, gue lo sakit kenapa?"

Lidahnya kelu, ia tak bisa menyebut nama orang yang menyakitinya.

"B-bi--"

"Bintang?" Jawab Kaivan cepat.

Bulan menganggukan kepala sebagai respon jawaban lelaki yang bertanya padanya.

Tangan Kaivan tergerak mengelus puncak kepala Bulan. Biasanya gadis ini sungguh seperti tak menganggap kehadirannya. Namun kini ia mungkin berarti dihidupnya.

"Kenapa lo nyamperin gue?" Tanya Kaivan.

"Karena lo sahabat gue." Ucapnya santai.

"Gue kira lo jatuh cinta sama gue." Setelah itu terdengar kekehan disana.

Bulan menatap Kaivan tajam. "Gak boleh bercanda."

"Ye, lo mah baperan. Kenapa sama cowok lo?"

Kening Bulan berkerut. Lalu datar kembali. Ia tahu maksud cowok lo yang disebutkan lelaki dihadapannya.

"Duduk."

Kaivan mengerti, mereka pun duduk di sebuah kursi yang berada di depan koridor kelasnya.

"Kemaren, sama Zharifa." Nadanya terdengar sedih.

Kaivan membuka matanya lebar-lebar. Ternyata seorang Bulan cemburuan.

"Lo juga tadi nyamperin gue. Masa lo cemburu cuma gegara itu."

Gadis itu terdiam. Merangkai sebuah kata."Dia bilang sayang."

Ingin sekali Kaivan menjitak kepalanya. Kesalahan terbesarnya mengajak Bulan bercerita. Gadis cuek hanya merangakai sebuah kata yang harus selalu dipahami olehnya."Siapa?"

"Bintang,"

Mata Kaivan melebar kembali. Sejak kapan Zharifa dekat dengan Bintang? Yang selalu Kaivan lihat Bintang selalu bersamanya dan kadang juga dengan Bulan. Jadi tidak memungkinkan bahwa Bintang berkata seperti itu.
"Salah denger,"

"Zharifa bilang sayang, Bintang bilang iya."

Otak Kaivan memahami perkataan Bulan kembali. Sungguh, ia lelah seperti belajar saja berbicara dengan makhluk disampingnya.

"Zharifa bilang sayang. Dia tanya ke Bintang, apakah dia juga sayang Zharifa. Terus Bintang jawab iya. Gitu?"

Bulan menganguk. Kaivan menghela nafas lega. Ternyata perkataannya benar.

"Lo salah kali."

"Gak."

Benar juga yang dikatakan Bulan, karena tidak mungkin gadis itu mengarang.

"Kenapa lo gak bilang ke Bintang bahwa lo cinta? Terus lo bilang gue cemburu karena lihat lo bareng Zharifa. Kenapa?"

"Gak bisa." Tegasnya pada Kaivan.

Tangannya terulur memegang bahu Bulan."Lo harus coba."

"Gak."

Kaivan tidak bisa membujuk Bulan. Semoga pilihan Bulan mengantarkan kepada kebaikan.

"By the way nih, sayang juga bisa ke teman."

"Tapi mereka pelukan."

Ingin sekali Kaivan mengumpat sekarang.

Tapi ia lebih baik menyudahi pembahasan tentang sakit hati Bulan sekarang.

"Udahlah jangan sedih, kita ke kelas yuk?" Ajak Kaivan. Bulan berdiri.

Sebelum memauki kelas Kaivan mengacak rambut gadis cuek gemas. "Kalau ada apa-apa lagi, cerita sama gue atau Alvira."

Bulan tersenyum tipis. "Siap."

Ketika Bulan hendak melangkah memasuki pintu kelas. Seseorang lebih dulu mendahuluinya. Membuat badannya bertubrukan dengan pintu yang belum dibuka disebelahnya. Ia meringgis.

Sedangkan Kaivan yang melihat orang yang mendahului Bulan membuatnya emosi. "Gila,"









Siapa coba yang nyenggol Bulan?

Zharifa?

Bintang?

Galang?

Penghuni MalamWhere stories live. Discover now