Tertembak

7 1 0
                                    

Jaket dengan bahan denim telah melekat di badannya. Sebuah snikers berwarna putih juga melekat di kakinya. Langkahnya santai seperti orang kebanyakan. Kakinya mengarah pada pintu utama. Dimana ia bisa keluar dari tempat persinggahannya.

Sepi. Semua orang pergi dan ia ditinggal sendiri. Memang jahat. Untungnya dia bisa mengatasi kesendirian dengan berpergian seorang diri.

Tangannya sudah bersiap mendorong gerbang yang menutupi keindahan tempat menetapnya. Kekuatannya memang tak besar. Tapi untuk mendorong gerbang masih bisa kan?

Gerbang sudah terbuka. Lalu, ia menutupny kembali. Ia melangkah, kemudian terhenti. Ada Bintang di hadapan rumahnya kini.

"Mau kemana lo?" Tanya lelaki itu dengan sinis.

Sedangkan sang gadis hanya diam tak mau menjawab pertanyaan. Sebenarnya ia bertanya, apakah lelaki di depannya ini sedang bertanya atau mengajaknya berperang sih! Nadanya sungguh tak enak di dengar.

"Mau kemana?!" Tanyanya kembali.

"Lo ngajak berantem?" Tanya Bulan ketus. Sebenarnya kalau Bintang berbicara dengan baik. Ia akan menjawab dengan baik. Tapi saat ini, apakah nada bicaranya dikatakan baik?

"Gue nanya, bego."

Kata Bulan juga apa. Lelaki itu mengajaknya berperang bukan bertanya. Udah pake urat, ngatain lagi.

"Ke mall."

"Gak usah, balik lagi ke rumah!"

Bulan pura-pura tak mendengar. Langkah yang tadinya terhenti kini melaju kembali. Lalu terhenti lagi, karena sebuah tangan menghalangi.

Tangan itu yang menyeret sang pemilik kaki yang melangkah berbalik ke dalam rumahnya kembali.

"Bintang lepas!"

Tangan itu tetap menyeretnya kembali. Dengan erat seperti sedang menggenggam permanata yang bernilai harganya tapi diperlakukan kasar oleh pemiliknya.

Aksi itu berlanjut saat diluar dan terhenti karena mereka sudah berada dalam tempat sang pemilik kaki.

Cklek.

Pintu utama sudah terkunci. Membuat mereka yang di dalam tak bisa keluar kembali.

"Lo ngapain?!" Tanya gadis cuek sedikit berteriak.

"Ngunci." Ujarnya dengan menampilkan sebuah kunci di genggamannya.

"Maksud gue, ngapain lo kunci rumah gue?"

Langkah lelaki itu lambat menuju asal suara yang bertanya padanya.

"Lo mau tahu jawabannya?"

"Apa?" Tanyanya dengan santai.

Bulan gak kuat Bunda! Jodohin Bulan sama Bintang, sekarang!

Bulan banyak sekali memakai topeng untuk menghadapi Bintang. Otaknya berkerja dalam beberapa detik untuk menyesuaikan situasi dengan topeng yang dimiliki.

"Lo gak takut dikunci sama gue disini?"

"Gak,"

"Lo gila!"

"Gue seneng bukan gila."

"Lo seneng dikunci bareng gue?"

Bulan mengangguk.

Bisa dilihat oleh Bulan, lelaki itu kini mengusap wajahnya sendiri gusar.

"Ikut gue!" Tangan Bintang kini menggenggam tangannya. Jangan tanya kecepatan jantungnya!

"Duduk!"

Mereka kini duduk di sofa dalam ruang keluarga.

"Lo mau jadi pacar gue?"

Bukannya Bintang sudah memiliki pasangan. Lalu sekarang apa? Dirinya adalah orang ketiga. Sungguh ini bukan gambaran di masa depannya.

"Bukan pacar tapi selingkuhan." Sanggah Bulan.

"Pacar kedua?"

Apa? Pacar kedua. Yang gila saja. Ada spesies seperti Bintang yang lain di dunia.

"Sama aja, terus kenapa gak tembak aja Zharifa?"

Bulan meloloskan pertanyaan tersebut karena apa yang dilihat dan didengarnya sendiri adalah nyata. Ucapan Bintang lain waktu yang mengatakan sayang pada Zharifa adalah kebenaran. Maka ia menanyakan hal itu sekarang.

"Tadinya gue mau tembak dia, tapi gak jadi. Soalnya gue takut,"

"Takut?"

Berhadapan dengan Bintang membuat Bulan senang sekaligus sedih. Mengapa tidak? Perjalanan cintaknya sangat rumit. Bahkan sampai orang ketiga seperti saat ini. Apakah ia selalu dapat peran pengganti dari pada utama?

"Gue takut kalau Zharifa berharap lebih sama gue. Makanya gue ajak lo pacaran."

"Bukannya lo udah punya pacar ya," sindir Bulan.

"Emang, tapi kan beda sekolah. Kalau satu sekolahkan meyakinkan."

Apa-apaan? Sungguh jawaban diluar dugaan. Bukannya berlandaskan kasih sayang nyatanya dia cuma memanfaatkan. Memang gila dasar!

"Jadi, lo mau gak jadi selingkuhan gue?"

Siapa yang mau jadi selingkuhan? Mendengar katanya pun sudah menyakitkan. Apalagi mendapat sebuah peran sebagai orang penghancur hubungan.

"Udahlah sekarang lo pacar gue."

Sudah tamat jalan cinta yang Bulan jaga. Ia memikirkan cintanya akan berjalan sempurna. Namun saat ini imipiannya musnah. Tak ada lagi kata sempurna di dalamnya.

"Sekarang lo punya gue."

Bulan menatap Bintang tak percaya. Lalu merapatkan matanya. Sungguh ia berharap semua ini hanya mimpi belaka. Lalu ketika ia terbangun, ia hanya mendapat sekilas dari ceritanya saja.

"Bangga lo?"

"Lo udah pernah jadi korban cinta?"

Bulan kesal sekarang, lelaki itu mengubah topik percakapan. Lalu yang kedua, dia mengatakan kata korban. Memang Bulan terlihat seperti habis mendapat kecelakaan.

"Pernah,"

"Wih, sama siapa?"

Apakah manusia di depannya tak pernah berkaca. Apakah manusia di depannya tak pernah memiliki apa yang dinamakan cinta.

"Sama lo lah,"

"Gue pulang!"

Sudah? Bintang memang menyebalkan. Dia hanya manis di awal lalu pahit di pertengahan dan asam di akhiran.










Asik jadian asik jadian🤣🤣
Tapi 😭😭





Tapi apa hayoh?

Penghuni MalamWhere stories live. Discover now