偽の希望 Noren ver.[3]

5.2K 611 60
                                    

Masuk hari ketiga, Jeno tak pernah melihat kelibat Renjun dimana mana lagi. Di sekolah juga tak ada, bilang teman sekelas Renjun, si laki laki mungil itu tak masuk sudah sekitar 3 hari.

Itu berarti Renjun sudah tidak masuk sekolah semenjak kejadian tempoh hari.

Jeno bingung, digosok gosoknya rambut basahnya denga handuk kering. Si tampan bermarga Lee itu baru selesai mandi.

Fikirannya tertuju pada si mungilnya.

Sudah berkali kali ia menghantar pesan juga menelfon si manis itu tapi tak satupun dijawab.

Huh memori tempoh hari masih membekas diingatannya, dia benar benar tak sangka Renjun menangis dihadapannya.

Bukan ingin melebih lebihkan tapi itu benar benar pertama kali baginya melihat si manis itu menitikkan air mata. Selama ini, jatuh dari 20 anak tangga pun Renjun masih tak menangis.

Sepertinya kali ini Jeno benar benar keterlaluan.

Setelah berjam jam berfikir, Jeno membulatkan keputusan untuk ke rumah Renjun saja sekalian menginap.

Ia keluar dari kamarnya menuruni tangga lalu menghampiri si Mommy yang sedang menonton televisi bersama anak keduanya dan ketiganya Lee Jaemin dan si kecil Lee Jisung.

"Mommy, Jeno ke rumah Mama Doyoung yah Jeno nginap disana."

Si Mommy heran, sebut saja Mommynya Ten.

"Kamu apain Renjun lagi kali ini?" Tanya Ten.

Jeno terdiam membuat Ten menghela nafas panjang.

"Jeno Lee, kamu tidak kasian sama Renjun? Ini sudah tak terhitung kali keberapa kamu nyakitin dia."

Jeno menundukkan kepalanya, memang sudah banyak kali sih Jeno menyakiti Renjun, Jeno akui itu tapi waktu itu tidak separah sekarang.

"Pergi lah titip salam Mom sama Mama Doyoung"

.

Tok tok tok!

Pintu berdaun dua itu dibuka dari dalam, memperlihatkan tubuh Doyoung si mama manis mirip kelinci yang berlapis piyama kelabu.

"Jeno?" Tanya Doyoung, ia tersenyum lalu memberi ruang untuk Jeno masuk. "Ayo masuk, kamu udah makan malam belom?"

"Sudah Ma Jeno sudah makan." Balas Jeno, dia tidak canggung karna ia mengenal baik Doyoung sejak masih kecil.

"Bagus lah"

"Mama.. Renjun dimana?"

Doyoung tersenyum khawatir. "Renjun drop beberapa hari ini, mama takut terjadi sesuatu padanya tapi bila ditanya dia hanya menjawab tak apa apa"

Jeno tau maksud dari tak apa apa nya Renjun. Rasa aneh menjalar di dadanya.

"Jeno ke kamar Renjun boleh Ma?"

"Boleh kenapa tidak" jawab Doyoung singkat masih dengan senyum hangatnya.

Jeno sudah berjalan beberapa langkah hampir mencapai tangga tapi seakan teringat sesuatu dia kembali berbalik

"Mommy titip salam Ma" ucap Jeno sebelum kembali melangkah.

.


Mata bermanik Cokelatnya tertuju pada tubuh mungil si kesayangannya yang terlelap di atas sofa dalam posisi duduk. Jeno mendekat, tak lupa menutup pintu sebelumnya.

Tangannya terangkat mengelus helaian rambut Renjunnya. Si manis itu tertidur dengan sebuah buku berwarna hitam putih di tangannya.

Jeno tersenyum, itu buku pemberiannya tempoh hari. Jeno masih ingat tujuannya memberi buku itu agar Renjun bisa menulis apa yang ia fikirkan di buku itu.

Dengan rasa penasaran tinggi, tangannya perlahan lahan mengambil buku itu dari pegangan Renjun. Tangannya membuka muka surat demi muka surat buku itu, Renjun benar benar menuliskan apa yang ia fikir di sana.

Jeno membaca dengan teliti, tulisan tulisan itu menceritakan hal hal yang dilalui Renjun bermula dari kesedihannya, senang dan perkara lainnya.

Jeno sampai di muka surat terakhir yang bertulis. Ada sehelai foto disana. Foto waktu kecil Renjun bersama kedua orang tuanya, mama Doyoung dan papa Jae.

Ia baca satu persatu perkataan yang ditulis Renjun.


Papa tidak jahat... Hanya terpesong. Aku percaya papaku tidak sejahat yang Jeno bilang. Papa bukan laki laki yang mudah bermain dengan orang lain seperti Jeno bilang.

Papa hanya salah langkah.. itu saja.

Aku yakin pasti satu hari nanti mama akan mau memaafkan papa lagi, cuma sekarang bukan waktunya.

Tuhan... Jeno salah! Papa hanya kalah dengan rasa bosannya itu saja!

Aku mau keluarga lengkap seperti dulu lagi, meski itu lama, aku akan tetap menunggu...



Dan sekarang baru Jeno sadar, mata Renjun bengkak. Sekitar wajahnya juga masih berbekas air mata...

Diletaknya buku yang ia pegang itu di atas nakas berdepan dengan sofa lalu kembali menatap Renjun.

"Maaf, aku tau aku salah aku janji ini yang terakhir. Aku janji."



End
...
Aku benar benar buruk dalam hal hal berbau Ending, I'm sorry :)))

Our Love Story?Where stories live. Discover now