27.Retaliation Team ver.

4.6K 330 15
                                    

Malignant warn.

Suara sahutan tembakan meluru ke setiap penjuru,ledakan juga api bak neraka menyembur. Tubuh yang tergeletak mati itu tak dipeduli lagi, masing masing dengan senjata beradu di bawah cahaya bulan.

Kilang luas yang dipenuhi kotak besi besar berlantai tiga itu seolah tak terbentuk. Mayat manusia dimana mana dengan bau amis menyengat menguar menusuk hidung hingga ke paru paru.

Renjun mulai bersuara melalui alat komunikasi yang terpasang di sisi telinga kanannya dengan tangan yang tak lepas menyasarkan peluru besi ke setiap mata kiri lawannya dengan tepat tanpa membaziri butir butir peluru berukuran 20mm itu.

"Huang Renjun berbicara, musuh bertambah dari arah tenggara. Unit Delta pastikan kalian bersedia." Ucapnya. Mata hazelnya tak putus putus melihat lawan lawannya yang sedang mengacukan pedang ke arahnya. Ia lirik ke arah Pistol digenggamannya. Ia kehabisan peluru.

"Nampaknya pelurumu habis manis." Sindir salah seorang lawannya dengan seringaian terukir di wajahnya. Lawannya yang lain juga melayangkan seringaian kemenangan.

Namun tak satu pun dari mereka berhasil mencuitkan nyali seorang Huang Renjun. Lelaki manis itu malah balik melayangkan seringaian.

"Nampaknya begitu lah" balasnya dengan seringaian. Tangannya bergerak mengambil sesuatu berbentuk bom tangan di dalam kantong Army's suit bernuansa hitamnya.

Lawan yang mengelilinginya beranjak mundur dua langkah.

Masih dengan seringaian,Renjun menarik Picu bom itu menjatuhkannya ke tanah. Asap mulai menyelimuti mereka. Tak ada ledakan. Hanya asap.

"Bertenang semuanya, ini hanya asap!Tetap dalam posisi jangan biarkan si Joe ini lepas!" Arah si pihak lawan.

Terdengarnya suara pedang bergesekkan. Suara orang orang menjerit kesakitan. Lelaki yang merupakan ketua unit lawan itu masih betah berdiam, tak ada apa apa yang dapat dilihatnya kecuali asap asap yang mengaburi mata.

Keringat dingin mulai membanjiri wajah lelaki itu. Anak matanya bergerak ke sana sini, asap itu mulai hilang. Satu persatu ia lihat orang orangnya bergelimpangan di atas lantai dengan kesan koyak di beberapa bahagian badan. Oh jangan lupakan badan badan mati itu juga kehilangan mata kiri mereka.

"Kau memilih lawan yang salah tuan." Suara lembut itu ... Dengan pantas lelaki itu menoleh kebelakang namun belum sempat ia mengangkat pedangnya, lehernya sudah lebih dulu digores sehingga tak bercantum dengan badan lagi.

Renjun tersenyum. Tidak. Menyeringai adalah gambaran yang lebih sesuai.

Setelah itu ia mengorek biji mata kiri si lawannya dengan pedang besi di tangan kanannya. Menarik biji mata itu keluar dari kelopaknya.

'Na Jaemin disini, Unit Delta memerlukan bantuan. Ulang, Na Jaemjn disini, Unit Delta memerlukan bantuan.' alat komunikasi itu mengeluarkan suara.

Renjun melihat ke sekeliling, Unitnya semua selamat menumbangkan semua lawan mereka.

"Huang Renjun berbicara, Unit Thetta ke Tenggara sekarang." Ucapnya memerintah Unitnya ke Tenggera untuk memberi bantuan ke unit sepasukannya.

....

"Na Jaemin kepada ibu pejabat, ulang. Na Jaemin kepada ibu pejabat. Musuh telah ditewaskan."

' ibu pejabat kepada Na Jaemin. Syabas Delta dan Thetta! Pesawat akan tiba sebentar lagi kekal pada posisi.'

Askar askar dari dua unit itu mendudukkan diri di lantai atau dimana mana saja yang bisa. Menghalau rasa penat setelah berjam jam memegang senjata.

Jaemin membaringkan tubuhnya di atas sebuah kotak besi gergasi setelah melepas alat komunikasi bersaiz kecil itu dari telinga kirinya.

Ia lirik ke arah Renjun sahabat sepasukannya yang sedang berkutat di hadapan laptopnya dengan alat komunikasi yang tak terbentuk lagi di sampingnya.

"Apa terjadi dengan alat komunikasimu?"

"Mereka hancurkan." Jawabnya tanpa mengalihkan tatapannya dari laptop itu.

Jaemin mengedarkan pandangannya ke atap. Bau amis darah masih mendominasi namun seperti sudah terbiasa, mereka masih menarik nafas dengan normal. "Berapa dari unitmu yang terkorban?" Tanya si manis Na itu sekedar membuang masa.

"Semuanya terselamat."

"Kau benar benar menjaga mereka."

"Itu resiko menjadi pemegang unit, jaga mereka dengan nyawamu."

"Begitukah... Jinxi,Henry dan Grey dari pasukanku tak sadarkan diri..."

"Jangan difikirkan."

"Bagaimana?! Mereka dalam unitku Renjun! Bagaimana bisa aku tak memikirkan mereka!"

"Memangnya apa yang bisa kau lakukan sekarang?"

Pertanyaan itu membuat mulut Jaemin terjahit.







The End

Our Love Story?Where stories live. Discover now