Part 8. Adhi Pratama.

3.6K 323 8
                                    

Part 8. Adhi Pratama

"Ini semua gara-gara lo kita jadi pusat perhatian. Baru juga pertama sekolah udah di hukum," Putri mendengus, sudah sepuluh menit dia berdiri menjadi pusat perhatian berkat pria di sampingnya.

"Iya deh. Terserah lo, emang laki selalu salah."

Putri melirik Adhi yang terlihat fokus memandang bendera yang sedang dikibarkan oleh angin. Kemeja putih bagian belakang pria itu terlihat basah karena keringat.

"Ishh.. nyebelin banget sih, gue nyesel dengerin lo tadi." Putri mulai menggerutu. Gadis itu mengusap dahinya dengan tangan kiri untuk menghilangkan keringat. "Mana jam istirahat masih tiga puluh menit lagi... Bisa gosong gue di sini!" Putri kemudian menghadap Adhi. "Kalau kulit gue kenapa-napa, ini semua karena lo!"

Adhi berdecak, kuping cowok itu berdengung mendengar teriakkan gadis disampingnya ini.  "Kok salah gue sih? Lo kan yang mau ikut sama gue tadi."

Putri mendengus. Ia kemudian kembali mendongak menatap bendera dengan perasaan sangat
kesal kemudian mendengar langkah kaki di koridor. Mata Putri berbinar melihat Zahril yang berjalan dengan tumpukan buku di kedua tangan pria itu. Putri tersenyum, tanpa dia sadari tawa kecil keluar dari mulutnya saat melihat Zahril yang kesusahan membawa bukunya, berbanding terbalik dengan wajahnya yang super datar. Mendengar tawa gadis itu, membuat Adhi di sebelahnya menoleh dan menatapnya bingung.

"Kenapa lo ketawa?" Sahut Adhi kemudian matanya juga mengikuti arah pandang Putri. "Oh... Lo kenal Zahril?"

"Bukan urusan lo," sahut Putri tapi pandangannya tidak berpindah dari sosok yang masih berjalan di koridor menuju gedung satu dimana ruang guru berada.

"Cih... Apa gantengnya tuh cowok?Lebih ganteng gue juga." Sewot Adhi kemudian kembali menatap Putri. Sorot mata cowok itu menatap intens wajah Putri yang mulai memerah, dalam sorot mata itu terdapat pandangan tertarik pada gadis di sampingnya ini.

Putri berbalik dan terkekeh, "lo?" Gadis itu menatap Adhi dari atas ke bawah seakan menilai cowok itu. "Nggak ada bagus-bagusnya lo."

"Apa lo bilang barusan?"

Putri memutar bola matanya. "Nggak ada, itu tadi suara orang di samping lo, bukan gue."

.
.
.
.
.

"ITU MINUMAN GUE G*BLOK!!" Pekik Rina tidak terima saat minumannya dirampas dari tangannya sendiri. Putri meminum Pop Ice rasa taro milik Rina hingga habis kemudian duduk disamping Rina.

"Hahh... Capek banget gue, buset dah matahari panas banget. Sana lo beliin gue minuman gihh, Pop Ice rasa Melon yah," ia kemudian menyandarkan tubuhnya di kepala kursi kemudian menutup matanya.

"Lo seenak jidat nyuruh gue, untung gue orangnya baik plus cantik seperti Cinderella," Rina mendengus. "Lo nggak laper? Nggak sekalian mau gue pesenin bakso seanida?"

"Terserah dah.. gue capek." Putri membuka matanya, dia menatap Rina yang masih berdiri ditempatnya.

Rina menghentakkan kaki kesal tapi kemudian meninggalkan meja menuju ke salah satu gerobak yang ada di kantin untuk memesankan makanan untuk Putri. Putri tersenyum menang, gadis itu kemudian mengecek ponselnya dan dalam hitungan detik Putri sudah sibuk berselancar di dunia maya.

"Halo teman!"

Putri melirik cowok yang duduk dihadapannya kemudian mendengus melihat Adhi yang nyegir dengan deretan gigi putihnya. Ingin rasanya Putri mencabut satu persatu gigi pria itu!

"Teman, teman. Sejak kapan lo jadi teman gue?" Sahut Putri sambil menegakkan punggungnya. "Lo mah musuh gue, gara-gara lo hari pertama gue jadi anak Sma berantakan."

Adhi tertawa, "iya deh. Terserah lo aja mah. Gue ngalah. Btw lo nggak makan?"

"Baru mesen." Jawab Putri malas.

Adhi mengangguk. "Lo kelas berapa?"

"Sepuluh dua."

"Gue kelas sebelas Ipa dua."

"Gue nggak nanya kali." Putri menjulurkan lidahnya mengejek Adhi yang terkekeh melihat tingkah cewek di depannya ini. Putri kemudian melihat Rina yang berjalan kembali kearahnya dengan membawa nampan.

"Ini nih, tuan putri yang terhormat." Dengus Rina. Cewek kemudian menatap Adhi. "Siapa nih cowok kesasar di tempat duduk gue?"

"Nggak tau. Dia pengamen yang mau minta duit lo," kata Putri asal.

Adhi menatap tidak terima Putri. "Gue bukan pengamen!"

"Oh ya?" Sahut Putri mengangkat sebelah alisnya. "Mending lo pergi, gue mau makan dulu."

"Nggak. Gue mau duduk di sini juga." Kata Adhi. "Kosongin bangku ini, gue mau mesen makanan dulu. Awas aja ada orang duduk di tempat gue." Dia kemudian berdiri dan melangkah pergi.

"Ishh.. ini kan tempat duduk gue tadi." Sahut Rina tidak terima tapi Adhi malah melambaikan tangan tidak peduli sama sekali. Rina mendengus kesal kemudian duduk di kursi lain di samping Putri. "Teman lo nggak ada yang beres."

"Dia bukan teman gue," Kata Putri sambil mengunyah bakso kemudian menelannya. "Jadi lo nganggep diri lo nggak beres juga? Lo kan teman gue."

"Gue nggak punya teman kayak lo. "

Kemudian Rina melihat ke arah pintu kantin di mana dua siswa-siswi sedang berjalan masuk kantin. "Gue nggak nyangka kalau Kak Zahril dan Zahra saudara. Mereka lebih mirip pasangan bahagia dunia akhirat."

Putri berbalik ke belakang menatap Zahril dan Zahra yang sedang mencari meja kosong, Zahril kemudian menunjuk meja kosong yang berada dua meja dari meja Putri dan menyuruh Zahra untuk duduk sedangkan pria itu menuju gerobak untuk memesan makanan untuk dirinya dan Zahra.

"Rasanya gue cemburu sama Zahra. Dia punya kakak yang protektif kepadanya. Kakak gue boro-boro kek gitu, yang ada dia cuek aja kalau gue disakiti sama orang," dengus Rina.

Putri memperhatikan Zahril yang berada di kerumunan, pria itu seperti menjaga jarak dari cewek-cewek yang ada disekitar nya, menatap dingin pada cewek yang sengaja menyenggol
bahu pria itu untuk mendapatkan perhatian.

Putri mendengus melihat itu.

"...Sudah mengerti agama, ganteng, baik, tajir. Apa lagi yang kurang?"

Putri melirik Rina yang mengoceh tentang Zahril. "Oh satu! Hanya saja mukanya datar dan dingin dan tidak segan-segan membentak gadis yang mendekatinya."

Putri mengangkat alis mendengar penuturan Rina, merasa tertarik dengan topik pembahasan temannya itu. "Oh ya?"

Rina mengangguk. "Itu hari kedua Mos, gue kebelat saat itu. Pas di ujung koridor kelas sebelas Ipa, gue lihat Kak Zahril berhadapan dengan cewek. Cewek itu cantik, anak sekolah sini juga, peserta mos."

Putri menyeruput Pop ice nya sambil menatap Rina penasaran.

"Gadis itu kasih cokelat ke Kak Zahril tapi Kak Zahril malah menolaknya dengan perkataan pedas." Rina bergidik. "Kalau gue jadi cewek itu, gue pasti sangat malu. Ditolak plus
dipermalukan."

"Kak Zahril bilang apa ke cewek itu?" Kata Putri.

Rina mendekat ke Putri dan berbisik. "Dia bilang kayak gini 'Gue nggak suka cewek kayak lo. Lo nggak punya harga diri.' itu katanya, gue lihat tuh cewek terkejut dengan mata melotot. Kak Zahril  kemudian pergi begitu saja."

Putri melotot tidak percaya. "What?"

"Kayaknya tipe Kak Zahril, unik deh. Dia nggak mungkin suka sama cewek yang nggak pake kerudung. Gue juga sering lihat Kak Zahril nunduk kalau berpapasan dengan cewek."

Putri kemudian menatapi Zahril yang sudah berada di meja Zahra, wajah pria itu berubah, tidak ada ekspresi dingin lagi, hanya ada kehangatan saat menatap Zahra. Ia kemudian menjatuhkan pandangan ke Zahra dan menatap gadis itu lekat.

Apa gue harus berpenampilan kayak Zahra untuk narik perhatian Kak Zahril?

TBC.

PUTRI (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang