Part 33. Pacar Rasa Teman?

2.6K 275 20
                                    

Part 33. Pacar Rasa Teman.

Happy Reading.
Jangan lupa Vote dan Komen, ya.

~~~

Putri menatap Zahril tidak percaya. Mata cewek itu membulat sempurna. Tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari cowok di depannya ini. Jantung nya serasa terhenti.

Putri mencoba menguasai diri, mata cewek itu mengerjap beberapa kali dalam ketidakpercayaan. "K..kak Zahril bercanda?"

Zahril mengalihkan tatapannya. "Kalau lo nggak mau, ya, udah. Lupain aja yang gue bilang tadi."

"Tidak, tidak, tidak. Bukan itu maksud aku." Putri menarik nafas. "Kak Zahril beneran minta pacaran sama aku?"

Zahril terdiam. Tapi kemudian mengangguk kecil. Putri hampir saja memekik. Jantungnya berdetak lebih cepat. "Jadi kita pacaran sekarang, kak?" Tanya Putri hati-hati.

"Ya, begitulah." Zahril menyahut pelan.


Putri tersenyum lebar. Cewek itu mengusap air mata di pipinya yang jatuh sedari tadi karena emosi. Putri maju mendekat ke ranjang pasien dan berdiri tepat di sampingnya. "Makasih, Kak. Aku sayang Kak Zahril." Ucapnya tanpa malu.

Zahril berbalik, menatap dalam Putri. Wajah cowok itu masih dipenuhi lebam-lebam. "Kamu tidak usah bicara seperti itu. Sekarang kamu pulang, ganti baju dan kembali lagi besok." Putri menatap Zahril terpana. Dia sangat suka saat Zahril berbicara 'aku-kamu'. Tapi sepertinya ucapan Zahril ada yang salah.

"Kenapa? Kak Zahril nggak suka aku ngomong kayak gitu?" Putri mengerutkan dahi. "Tapi aku pengen di sini. Kak Zahril nggak ada yang jaga, kan?" Tanyanya protes.

Zahril menggeleng. Cowok itu tidak mengabari keluarganya sama sekali. Bahkan Zahra. Dia hanya tidak ingin keluarga nya khawatir dan melihat tubuhnya dipenuhi lebam-lebam biru. "Tidak. Aku tidak ingin kamu disini. Apalagi kalau hanya ada aku dan kamu. Mending kamu pulang sekarang. Kepala aku sakit dan aku butuh istirahat." Kata Zahril kemudian membalikkan dirinya memunggungi Putri.

Putri menghentakkan kaki kesal. Hari pertama hubungannya dengan Zahril tapi dia malah mendapatkan sikap Zahril yang seperti ini? Tidak ada pelukan, tidak ada ucapan kata cinta yang manis, apalagi ciuman selamat tinggal di pipi. "Ya udah, aku pulang. Assalamualaikum." Ucapnya dengan sedikit tidak rela.

"Waalaikumussalam." Zahril membalas salam Putri pelan. Cowok itu menunggu hingga pintu terdengar tertutup kembali sebelum dia berbalik menatap ruang yang kosong. Perlahan senyum terbit di wajahnya.

"Aku sayang kamu juga." Bisiknya kepada dirinya sendiri. Dia menatap pintu yang tertutup. Bertanya-tanya pada dirinya dengan keputusannya untuk berpacaran saat dia tahu bahwa hal tersebut hanya mendatangkan keburukan. Baik untuk dirinya maupun orang di sekitarnya.

.
.
.
.
.

Pagi ini seperti pagi sebelumnya. Tidak ada yang beda. Hanya saja status mereka sekarang pacaran. Putri masih menunggu ponselnya berbunyi, berharap Zahril mengirimkannya sebuah pesan walaupun hanya berisi "Selamat pagi" dia akan sangat senang. Tapi setelah satu jam berlalu, tidak ada notifikasi apapun. Sudah seminggu hubungan mereka berjalan. Tapi mereka seperti itu-itu saja. Tanpa komunikasi lebih.

Putri menghela nafas. "Sekarang gue mengerti perkataan orang-orang tentang pacar rasa teman." Putri mengedip bahunya. "Bahkan untuk menganggapnya teman itu tidak cocok sama sekali. Kak Zahril bahkan tidak menghubungi gue."

Putri sekali lagi menatap ponselnya, membaca chat WhatsApp yang dia kirimkan untuk Zahril. Seminggu mereka pacaran, selama itu juga Putri terlibat komunikasi sendiri. Kolom pesan untuk Zahril penuh sedangkan Putri tidak mendapat kan balasan apapun.

"Putri?"

"Eh, ya, Ma?" Sahut Putri ke arah pintunya yang sedikit terbuka.

"Bisa turun sebentar? Bantuin Mama bikin kue." Teriak Mamanya dari dapur.

"Iya, Ma. Putri turun." Jawabnya kemudian meletakkan ponselnya di atas nakas sebelum turun dari ranjang dan menuju dapur.

"Mama bikin kue apa?" Tanya Putri saat dia berhenti untuk berdiri di samping Mamanya yang sibuk dengan adonan.

"Brownis. Mama akan membawanya ke pengajian nanti untuk dimakan bersama dengan ibu-ibu kompleks. Putri bantu, ya?"

Putri mengangguk. "Tapi ada bagian untuk Putri kan, Ma?" Cewek itu menyengir.

Fatma menggeleng melihat anaknya. "Iya. Nanti Mama sisakan satu untuk rumah."

"Dua, Ma." Putri menyahut cepat membuat Fatma langsung menatapnya.

"Dua?"

Putri tersenyum canggung. "P... Putri ingin memberinya ke pacar Putri." Katanya pelan.

Fatma mengangkat wajahnya, jelas terkejut mendengar perkataan anaknya. "Ka.. Kamu pacaran sama Adhi lagi?" Tanyanya ragu-ragu.

Putri membulatkan matanya. "Tidak,tidak. Jelas bukan. Aku pacaran dengan Kak Zahril, Ma."

"Oh. Kakaknya Zahra?"

"Iya."

Fatma menatap putrinya dengan ragu-ragu. "Putri nggak bohong, kan? Kok Zahril mau pacaran sama Putri? Mama lihat dia adalah tipe cowok yang tidak akan pacaran." Ujar Mamanya tidak percaya.

"Mama nggak percaya, kan?" Tanya Putri sambil mengerutkan dahinya.

Fatma mengangguk.

"Jangan kan Mama. Putri pun nggak percaya Kak Zahril mau pacaran. Waktu di sekolah, Kak Zahril terkenal dengan anti pacaran." Putri mengedipkan bahunya.

.
.
.
.
.

Putri menunggu di dalam mobilnya. Setelah pulang sekolah, cewek itu ke kampus Zahril untuk bertemu cowok itu. Di jok samping pengemudi sudah ada sekotak kue brownis yang dia buat tadi pagi dengan Mamanya.

Putri menatap ponselnya. Menimbang-nimbang apakah dia harus menelfon Zahril untuk memberitahunya bahwa dia berada di luar kampus.

"Telfon aja deh. Gue kan pacarnya." Sahut Putri sendiri. "Dulu juga waktu pertama-tama kenal Kak Zahril gue nggak malu kirimin pesan kemudian menerornya tengah malam hanya untuk mendengar suaranya." Putri mengangguk.

Dia kemudian menekan nomor ponsel Zahril untuk menghubungi cowok itu. Dering ke dua Zahril menjawabnya. "Assalamualaikum, kak?"

"Waalaikumussalam." Jawab nya.

Putri tersenyum, menyentuh dadanya saat suara Zahril menyapa telinga nya."Kak Zahril aku tunggu di depan kampus. Bisa ke sini, kak?" Tanya Putri pelan kemudian menghembuskan nafas.

"Ini siapa, ya?" Tanya Zahril di seberang sana.

Putri mengerutkan dahi. "Kak Zahril nggak kenal aku?"

Zahril diam. Mungkin sedang berpikir siapa kah penelpon. "Putri?"

Putri terlonjak mendengar panggilan Zahril. "Iya, Kak. Ini aku."

"Oh. Maaf. Aku nggak tau." Sahutnya.

Putri terdiam. Berpikir bagaimana bisa Zahril tidak tahu. Padahal di WhatsApp dia sudah mengirimkan Zahril pesan sebanyak-banyaknya. "Kak Zahril nggak buka wa?"

"Buka. Kamu chat aku? Eh maaf, aku nggak simpan nomer kamu jadi aku nggak tau kalau itu kamu. Maaf, ya."

Putri menghembuskan nafas. Dia sudah menyimpan nomor Zahril hampir dua tahun lamanya tapi cowok itu bahkan belum menyimpan nomernya sama sekali? "Aku sudah simpan nomer Kak Zahril."

"Ya udah. Kamu mau apa telfon aku?" Tanya Zahril.

"Ini, Kak. Mama nitipin kue brownis untuk Kakak."

"Kamu di depan kampus? Tunggu, aku ke sana."

"Oke."

.
.
.
.
.

TBC.

PUTRI (Selesai) Where stories live. Discover now