Part 10. So Cool.

3.6K 294 4
                                    

Part 10. So Cool

Di sepertiga malam saat kebanyakan makhluknya terlelap tidur dibalik selimut, seorang pria duduk di atas sajadah beberapa meter dari tempat tidur yang sudah rapi. Setelah berkomunikasi dengan Dzat pencipta segalanya, pria itu memilih fokus membaca Al-Qur'an. Lantunan Surah Ar-Rahman yang terdengar pelan mengisi kesunyian kamar maskulin itu.

Zahril menyelesaikan bacaannya bersamaan dengan bunyi shalawat dari radio Masjid. Pria itu kemudian berdiri, melipat sajadahnya dan meletakkannya di sandaran kursi meja belajar kemudian berjalan keluar kamar.

Dengan pelan, Zahril mengetuk pintu kamar putih yang berada tepat di sebelah kanan pintu kamarnya.

"Zahra? Dek? Sudah bangun, nggak?"

Terdengar bunyi klik pintu dibuka. Kepala Zahra menyembul keluar, gadis itu sedang memakai mukenah. "Iyya, udah bangun, kok. Dari tadi malah."

Zahril mengangguk, dengan jail ditariknya hidung Zahra hingga ia mengadu kesakitan.

"Ish, Kak. Sakit tahu!"

Zahril terkekeh, dia kemudian menjulurkan lidahnya mengejek Zahra. "Lo jelek kalau diliat-liat."

Zahra mendelik, kakinya bergerak cepat menendang tulang kering Zahril membuat pria itu berteriak kesakitan.

"Kayak kakak ganteng aja." Sahutnya sewot, "mending kakak siap-siap deh
ke Masjid. Bangunin papa sama mama gih. Zahra masuk kamar."

"Enak aja lo merintah gue. Seharusnya sebagai adek yang cantik dan baik, Zahra turun, ya? Ke kamar mama. Bangunin mama dan papa. Kakak mau siap-siap ke Masjid."

Dengan cepat Zahril berlari kembali ke kamarnya. Pria itu mandi dengan cepat. Setelahnya memakai koko dan sarung kemudian keluar kamar saat azan subuh terdengar.

"Kakak pergi, Zah. Assalamualaikum," teriaknya di ambang pintu rumah.

Dia berjalan di kegelapan malam menjelang fajar itu tanpa mengeluarkan suara, hanya suara kaki Zahril dan bunyi jangkrik yang terdengar. Wajah pria itu langsung berseri-seri saat matanya menatap rumah bercat putih yang tidak jauh dari rumahnya.

Zahril menghentikan langkahnya di bawah pohon mangga, menghitung-hitung sampai sepuluh hingga suara pagar rumah dibuka dengan pelan membuat jantungnya berdetak tidak normal. Pria itu menundukkan pandangan saat matanya melihat siluet seorang gadis keluar pagar memakai mukenah.

"Assalamualaikum, Nanda." Salamnya pelan dan mengambil langkah mendekat ke arah gadis yang sedang tersenyum ke arahnya.

Satu kata yang sering muncul saat Zahril tidak sengaja melihat senyum gadis itu. Cantik.

"Walaikumsalam," balasnya, suara lembut itu membuat Zahril tidak bisa berkata-kata lagi.

Seakan terbiasa dengan sendirinya tanpa merasa canggung, gadis itu berjalan terlebih dahulu dengan Zahril yang berjalan di belakangnya. Hanya itu percakapan yang terjadi di antara keduanya. Sekadar memberi salam dan menjawab salam. Bukan karena tidak ada pembahasan, tapi mereka tahu batasan-batasan berkomunikasi dengan yang bukan mahramnya.

Setelah sampai di teras Masjid, Zahril pamit untuk whudu sedangkan gadis yang bernama Nandaitu berjalan masuk ke dalam Masjid. Wajah Nanda memerah, bukan karena gerah, tapi dirinya panas sendiri karena kehadiran Zahril. Hampir setiap subuh dia berjalan ke Masjid dengan
kehadiran pria tampan yang berjalan di belakangnya. Nama pria itulah yang selalu dia sebut dalam sepertiga malamnya setelah nama Abi dan Umi nya. Meminta kepada yang maha
mengatur urusan untuk menjodohkan dirinya dengan pria itu.

.
.
.
.
.

Matahari mulai mengintip di ufuk timur menghadirkan warna kebiruan gelap dari langit pagi. Awan sedang menggantung di langit dengan angin yang berhembus sedikit kencang.

"Kak! Udah mandi, kan? Zahra harus ngumpulin tugas pagi, kak!" Teriak Zahra. Gadis itu menutup pintu di belakangnya dan berjalan menuju tangga ke ruang makan.

Zahra berdecak kesal saat melihat sang kakak masih duduk di sofa bersama Wahyu-Papanya yang sedang menonton tayangan berita pagi dengan segelas susu cokelat dan kopi juga sepiring pisang goreng.

"Ish... Kak! Zahra kan sudah bilang, Zahra harus cepat-cepat ke sekolahnya. Ada tugas yang harus dikumpulkan."

Zahril melirik Zahra. "Iyya, gue tinggal pakai baju. Belum juga jam enam elah. Santuy aja lah."

Zahra mendelik, cewek itu berjalan ke arah dua pria itu. Dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya, ditariknya tubuh Zahril hingga cowok itu terduduk di lantai dengan wajah meringis. Tannpa rasa bersalah, gadis itu kemudian duduk di samping Wahyu dan mengait lengan papanya.

"Sana, ih... Mandi, gosok gigi, pake baju. Zahra nggak ingin terlambat." Zahra menyandarkan kepalanya di lengan Papanya dengan manja.

"Kumat lagi, kan! Dasar cewek lebay!" Sahut Zahril. Pria itu dengan kaki menghentak meninggalkan ruang keluarga.

"Biarin. Bilang aja kakak sirik."

Satu jam kemudian, dua orang remaja itu sudah berada di dalam mobil dengan suara musik yang terdengar dari pengeras suara. Zahril fokus mengemudi dan mengabaikan Zahra disampingnya.

"Zah! Itu bukannya teman lo, kan?" Tanya Zahril saat matanya tidak sengaja melihat seorang gadis yang memakai seragam seperti sekolahnya sedang berdiri di trotoar.

"Mana?" Zahra menatap jalan dengan dahi berkerut hingga dia melihat Putri yang tampak kebingungan. "Iyya, pinggirin dulu deh mobilnya. Zahra mau nanya."

Zahril menurut dan dengan perlahan mobil berhenti di depan Putri. Zahra menurunkan kaca mobil dan tersenyum ke arah Putri yang menyergit.

"Assalamualaikum, Putri." Salam Zahra.

"Walaikumsalam," Putri membulatkan matanya saat melihat Zahril yang telah memasang wajah
datarnya kembali, "Kebetulan banget. Zah, gue nebeng sama lo, ya? Motor gue mogok."

Zahra mengangguk. Dengan cepat Putri membuka pintu mobil penumpang dan duduk dengan gembira. Gadis itu melirik Zahril yang sudah menjalankan mobil kembali .

Sudah dua bulan dia bersekolah di Sma Pelita, dan selama itu juga Putri mengenal Zahril. Perasaan gadis itu semakin hari semakin dalam kepada Zahril. Putri dengan sangat yakin bisa
mendapatkan pria itu.

Selama perjalanan Putri tidak bisa mengalihkan pandangan dari Zahril, gadis itu telah jatuh ke dalam pesona pria es kutub itu.

Zahril menghentikan mobil di parkiran sekolah. Zahra dan Putri
keluar dari mobil terlebih dahulu.

"Kak, jemput Zahra nanti di kelas saat pulang. Zahra nggak suka jalan sendiri." Kata Zahra kepada Zahril sedang tangannya memperbaiki letak tas nya.

"Iyya, iyya, bawel. Nanti gue juga jemput jam istirahat."

Zahra mengangguk. "Ya udah. Zahra ingin ke ruang guru dulu ngumpulin tugas."

Setelah mengatakan itu, Zahra berbalik ke Putri yang masih setia memandang Zahril hingga pria itu sampai di koridor kelas XI IPA.

"Ayo, kayaknya kita udah lambat deh ngumpulin tugasnya."

Putri melirik Zahra sebentar kemudian kembali melihat Zahril yang sudah jauh berjalan. "Tugas? Emang ada?"

Zahra menyergit. "Kamu nggak tahu?Tugas bahasa indonesia, kalau nggak dikumpul sebelum bel jam pelajaran pertama berbunyi Pak Joko nggak mau terima lagi."

Putri membulatkan mata. "Serius?Gue belum selesai," Gadis itu berubah panik, masalahnya Pak Joko adalah salah satu guru killer di sekolahnya, "Emang tugas apa, sih?"

"Buat sinopsis," sahut Zahra.

"Mampus! Gue belum ngerjain," Ujar Putri. " Gue mau ke kelas dulu, mau nyalin tugas. Lo ke ruang guru sendiri aja, ya? Nggak apa-apa, kan?"

"Ya udah, aku duluan." Zahra berjalan ke ruang guru, meninggalkan Putri yang panik sendiri.

TBC.

PUTRI (Selesai) Where stories live. Discover now