Part 34. Masih Pemula.

2.3K 261 11
                                    

Part 34. Masih Pemula.

Happy Reading
Jangan lupa vote dan komen, ya.

~~~~

Zahril sampai di rumah saat malam baru saja menyapa. Cowok itu membuka pintu rumahnya dengan pelan. Perasaan bersalah karena pulang malam membuat cowok itu dengan sangat hati-hati melangkah ke dalam. Melihat ruang tamu dan ruang keluarga sunyi, Zahril menghela nafas kemudian menutup pintu kembali. Papa dan Mama nya tidak ada di rumah.

Zahril mengambil langkah menuju lantai atas.

"Kakak dari mana?"

Zahril berhenti di anak tangga pertama saat mendengar suara Mamanya dari dapur. Cowok itu berbalik dan menyengir kepada Lia yang berdiri di pintu masuk ruang makan.

"Dari kampus, Ma. Tadi mampir sebentar di kafe ngobrol dengan teman, makanya pulangnya agak telat." Sahut Zahril. Cowok itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Udah sholat magrib?" Tanya Lia lagi.

"Udah kok, Ma. Tadi di jalan." Zahril mengikuti arah pandangan Mama nya dan baru tersedar kalau dia sedang memegang kresek berisi kotak kue tadi. "Oh iya. Kakak lupa. Ini kue brownis, Ma. Dikasih sama teman tadi." Zahril tersenyum kaku.

Zahril menghampiri Mamanya dan memberikan kresek itu. "Nitip, Ma. Kakak mau mandi dulu." Zahril mencium pipi Lia dengan cepat. "Kakak sayang Mama." setelah mengatakan itu, Zahril berlari menuju kamarnya meninggal Lia yang hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Zahril yang sedikit aneh.

"NANTI SETELAH MANDI TURUN, YA? ADA YANG MAU MAMA BICARAKAN." Teriak Lia.

"Iya, Ma."

.
.
.
.
.

Zahril menggosok rambutnya yang basah menggunakan handuk. Setelah mandi dan berpakaian, cowok itu duduk bersandar di tempat tidur. Memperhatikan ponselnya yang dari tadi tidak ingin diam dari bunyi notifikasi pesan whatapp.

Zahril menghela nafas. "Putri." Gumannya.

Zahril menghitung waktu. Belum cukup dua jam dia dan Putri berpisah setelah dari kafe itu dan ponselnya sudah penuh dengan notifikasi? Zahril memilih mengabaikan, selama ini, dia sangat jarang menggunakan ponsel. Hanya dalam keadaan darurat dan hal penting dia menggunakan ponsel.

Lupakan tentang dia yang sering membuka profil instagram Putri. Itu dulu, tidak sekarang.

Dia mendengar lagi ponselnnya berdering. Kali ini dering telfon. Dia menatap ponselnya dan mengerutkan dahi melihat nama 'Ikram' teman fakultasnya yang menghubungi nya.

Ahh... Zahril hampir lupa dengan tugas yang ingin dia dan Ikram kerjakan bersama.

"Assalamualaikum," Salam nya saat menjawab panggilan.

"Waalaikumussalam. Jadi kan malam ini? Tugas gue bro harus dikumpul minggu ini. Gue nggak mau telat lagi." kata Ikram.

"Jadi."

"Ok. Gue tunggu di Kafe Star, ya. Lo tau, kan?"

"Gue tau. Dekat kok dari rumah. Ya udah, setelah Isya kita ketemu di sana."

"Oke, Bro. Gue tunggu lo."

"Sip."

Zahril menjauhkan ponselnya. Mengusap layar ingin mematikan panggilan tetapi panggilan nya berakhir duluan digantikan dengan panggilan Video Call dari Aplikasi WhatApp. Alhasil dia dengan tidak sengaja menjawab panggilan Video Call itu yang berasal dari Putri.

Zahril panik sendiri. Dia ingin mengusap layar lagi untuk mematikan panggilan tapi wajah Putri membunyarkan niatnya. Cewek itu sedang mengerucutkan bibir karena kesal.

"Kak Zahril! Ih.. Kok pesan aku nggak dibaca sih?" Tanya cewek itu.

"Kak Zahril nggak liat, ya?"

Zahril masih memperhatikan wajah cewek itu. Tampak menggemaskan saat Putri tidak berhenti menggerutu. Zahril tersenyum kecil. "Aku nggak biasa chatan sama cewek."

Putri menghentikan gerutuannya, diam sebentar untuk berpikir. "Oh.. Kenapa Kak Zahril nggak bilang kalau maunya Vc? Kan aku nggak usah repot-repot chat kakak. Aku ribuan kali chat kakak nggak dibalas-balas. Eh giliran di Vc, langsung jawab." Cewek itu terkekeh.

"Kak Zahril ganteng ya di layar. Aku mau screen wajah kakak. Kemudian aku share di status wa biar semua orang tau kita pacaran." Ujar Putri dengan bersemangat.

"Nggak usah." Ucap Zahril cepat.

"Kenapa?" ujar Putri.

"Nggak usah aja. Nggak penting juga."

"Ihhhh... Penting. Kak Zahril kan pacar aku." Putri kembali mengerucutkan bibirnya. Putri dan sikapnya. Zahril mengerti dengan sikap Putri yang melakukan hal tanpa memikirkab akibatnya. Putri dengan sikap cerewet dan tidak bisa diamnya. Bahkan cewek itu terkenal dengan sikapnya yang bar-bar.

"Aku bilang nggak usah." Zahril berucap dingin.

Putri terdiam kembali. Cewek itu menahan nafas sebentar. "Ya udah." Putri menghembuskan nafas. Zahril masih saja bersikap dingin dengannya.

Putri merasa kecewa. Mereka saling diam. Dengan Putri yang tidak ingin memandang ke layar ponselnya.

"Aku tutup, Kak. Assalamualaikum." ujarnya akhirnya menutup panggilan.

Zahril menatap layar ponselnya yang sudah menampilkan menu utama. Cowok itu menghela nafas kemudian meletakkan ponselnya di tempat tidur.

Zahril tidak paham jika Putri hanya ingin dimengerti.

"Kakak kok masih di sini? Ayo turun. Mama kan udah bilang mau bicara sama Kakak." Lia entah sejak kapan berdiri di ambang pintu. Menatap anaknya.

Zahril mengangkat wajah menatap Mamanya. Dia tersenyum tipis. "Maaf, Ma. Kakak lupa."

Lia menatap lekat anak laki-laki nya. "Kakak ada masalah?"

"Nggak ada kok."

"Ya udah. Mama tunggu di bawah ya. Ayo kita makan dengan Papa kamu."

"Iya, Ma."

Zahril turun dari tempat tidur. Melangkah di belakang Lia yang berjalan lebih dulu di depannya. Mereka berbelok ke ruang makan di mana Rahman sudah duduk di kursi nya.

"Malam, Pa." sapa Zahril.

Rahman memgangguk. "Ayo, makan. Setelah ini kita ke rumah Ananda."

Zahril yang baru saja ingin duduk menunda duduk nya. Dia menatap ke arah Papanya yang menunggu Mamanya mengambilkan makanan.

"Zahril nggak bisa ikut Papa sama Mama ke sana. Zahril sudah janji dengan teman Zahril."

"Nggak bisa dibatalin?" Tanya Rahman.

"Nggak, Pa. Zahril sudah janji."

Rahman hanya mengangguk menyetujui. Tidak ingin berdebat.

"Oh iya. Zahra tadi telfon. Katanya besok pagi ingin ke sini buat belajar masak." Sahut Lia sambil mengambilkan makanan untuk suaminya. "Mama nggak bisa bayangin Zahra di dapur." Wanita itu tertawa.

"Rasanya udah lama Zahra nggak ada di rumah. Mama lega sudah menjodohkannya dengan Ilyas. Dia laki-laki baik." Lia meletakkan piring yang berisi makanan di depan Rahman.

Rahman mengangguk. "Iya. Ilyas cocok untuk Zahra. Dan Papa harap, Ananda pun cocok dengan Zahril."

Zahril hanya diam mendengar percakapan orang tuanya. Cowok itu memaksakan dirinya untuk makan saat nafsu makan telah hilang karena mendengar mereka berbicara tentang perjodohan juga lamaran yang akan dilakukan besok lusa.

"Aku selesai, Pa, Ma. Kakak mau ke kamar untuk mengganti baju." Zahril berdiri, melemparkan senyum paksa sebelum melangkah kembali ke kamarnya.

.
.
.
.
.

TBC.

PUTRI (Selesai) Where stories live. Discover now