8 | About caring

415K 26.6K 5K
                                    

Bosen ya liat notif cerita ini terus. Ehehe sorry🤧

****

Waktu menunjukkan pukul 05;00 Reygan merenggangkan otot-otot di badannya.

Membuka mata dan terkejut, melihat Jennie tertidur di sebelahnya.

Reflek, Reygan mendorong pundak Jennie dengan kuat, sampai Jennie terbangun.

Untung, tidak sampai jatuh.

Jennie terkejut, "Kok aku didorong sih Gan?"

Nafas Reygan memburu, antara kesal dan emosi menjadi satu. Tapi, entah kenapa jantungnya malah berdebar kencang.

"Ngapain lo tidur disini!"

Jennie mengernyitkan dahinya, heran. "Lah terus kalo ngga disini, dimana lagi?"

Reygan bangkit, dan berdiri di samping ranjang, berkacak pinggang menatap berang Jennie. "Di sofa di ruang tamu sana! Jangan disini!"

Jennie duduk di ranjang, mengikat rambutnya asal. "Masa disana sih? Nggak enak,"

"Ya dimana aja, asal nggak sekamar sama gue! Gue nggak mau, ada di ruangan yang sama, barengan sama lo!"

Bahu Jennie merosot. "Jahat, banget sih."

"Nanti gue suruh orang, buat bikin kamar baru, ruangan dibawah satu ada yang kosong! Buat kamar lo!"

Jennie menggeleng. "Disini aja Gan, emang kenapa sih?"

"Ini rumah gue, kalo lo mau tinggal disini ikutin aturan gue!"

Jennie menatap Reygan serius. "Memang kenapa kalo seruangan atau sekamar sama aku? Emang aku bau? Jorok ya?"

Reygan terdiam.

"Segitu nggak mau nya dekat sama aku?"

Reygan masih diam, memandangi jendela kamar mereka.

"Susah ya, buat bikin kesan yang baik selama setahun kedepan? Atau kamu sengaja kaya gini, biar aku minta cerai, sebelum jangka waktu setahun habis?"

Reygan langsung menatap Jennie, "Gue nggak perduli lo mikir apa tentang gue, satu yang perlu lo tau, lo nggak sepenting itu buat gue. Jadi, buat apa gue kasih kesan yang baik buat lo? Emang lo siapa?"

Jennie menahan air matanya, langsung bangkit berdiri, masuk ke dalam kamar mandi.

Dengan perasaan kecewa yang amat sangat besar.

Reygan memegangi dadanya, hatinya berdenyut nyeri setelah mengatakan itu, apalagi saat melihat respon Jennie.

Biasanya dia akan mendebat Reygan terus, tapi ini langsung diam dan seolah mengalah.

Atau pasrah?

****

Jennie menangis dibawah guyuran shower, ini masih pagi dan bukan pilihan yang tepat mandi atau berendam dengan air dingin.

Namun, Jennie tidak perduli. Dia butuh perantara untuk menyamarkan suara tangis dan air matanya.

Jennie melipat tangannya, menunduk didalam lipatan itu, menangis meraung-raung.

Kenapa seolah tidak pernah ada kebahagiaan setelah Jennie menikah, pria yang menjadi suaminya tidak pernah menghargainya sedikit pun.

Malah menganggapnya sebagai sampah, enggan berdekatan dengan Jennie, seolah Jennie adalah kotoran yang bau dan jorok.

Jennie sudah berusaha, berusaha menahan emosi, berusaha untuk selalu sabar, bahkan ketika ketika melihat Reygan berciuman dengan Fannesa di kamar tidur mereka.

Hi, Captain! [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt