<37>

63 10 12
                                    

Keesokan paginya, saat Rara masih di tempat tidur dan baru saja membuka matanya, Nabila sudah siap dengan pakaian yang rapi nan cantik.

"Mau kemana lo? Pagi amat." Rara memperbaiki posisinya dan menatap Nabila menunggu jawaban atas pertanyaannya.

"Serah gua," ketus Nabila.

"Ya udah. Gih sana," jawab Rara malas. Ia kembali menempelkan wajahnya pada bantal dan menutup mata. "Di luar mendung, mending lo bawa payung," lanjutnya.

"Iya iya. Dasar lo tuti." Nabila berjalan keluar dari kamar miliknya.

Ia menuruni tangga dan pergi ke meja makan yang kosong. Kosong? Yap, Nabila ke meja makan jam 7 pagi di hari minggu. Tentu saja meja makan kosong. Biasanya, mereka sarapan jam 8 diakhir pekan.

Nabila hanya mengambil selembar roti, lalu ia langsung melahapnya. Segera setelah itu ia segera mengambil sebutir apel dan begegas menuju kamar Bunda Sonita.

Ia mengetuk pintu kamar Bunda Sonita setibanya ia di sana. Tak butuh waktu lama seorang wanita paruh baya membuka pintu dan berhadapan dengan Nabila. Bunda Sonita tampaknya sudah bangun sedari tadi.

"Kenapa Bil?" tanya Bunda Sonita.

"Mau ketemu sama teman Bun," jawabnya pelan.

"Teman atau teman?" tanya Bunda Sonita dengan penekanan yang berbeda disetiap katanya. Nabila hanya mengerutkan dahi, lalu disusul tawa kecil dari Bunda Sonita.

"Ish...Bunda."

"Hehehe...canda. Gih sana. Tihati ya, jangan lupa bawa payung." Nabila menyalimi Bunda Sonita.

"Ok Bun." Nabila bergegas keluar dari Panti.

~•~

Dalam perjalanannya menuju Panti Asuhan, Farhan tak sengaja berpapasan dengan Nabila yang tampak tergesa-gesa keluar dari kompleks dijam sepagi ini. Walaupun, ia tahu, Nabila ingin pergi kemana.

"Kok lo kesini sih? Jangan bilang lo mau jemput?" tanya Nabila saat Farhan berhenti.

"Ya iyalah. Emang sepagi ini lo bakalan nemu angkutan umum, ini minggu loh," tekannya di akhir kalimat. "Naik cepetan," pinta Farhan. Tanpa pikir panjang Nabila naik ke atas motor milik Farhan. Mereka berdua menuju ke cafe tempat janjian mereka sebelumnya.

~•~

Tentu saja mereka sampai dengan cepat. Jalanan masih lengang, walaupun sudah ada mobil yang lalu lalang untuk pergi berlibur di hari minggu yang mendung ini. Mereka sampai di café yang memang bertuliskan 24 jam itu.

Tanpa basa-basi mereka memilih tempat duduk dan memesan sebuah kopi panas untuk mereka berdua. Dan sarapan kesukaan Nabila di café, Pancake. Mereka berdua sama-sama memesan kopi Cappucino panas untuk sarapan mereka.

Selagi mereka menunggu pesanan datang, Farhan membuka  topiknya lebih dahulu.

"Kenapa lo ngajak ketemuan?" tanya Farhan mengintimidasi.

"Apa alasan lo nembak gue?" Nabila membalasnya dengan nada yang lebih menyelidik. Di luar dugaan, Farhan terlihat santai, ia malah melipat kedua tangannya di depan dada lalu bersandar.

"Emang nembak harus ada alasan ya?" balasnya santai.

"Iyalah. Lo ke kamar mandi aja pasti ada alasan nyet, gak mungkin kan lo ke kamar mandi cuman melongo. Mikir!" Farhan hanya tertawa samar di balik muka datarnya mendengar lawakan dari Nabila.

"Ok fine. Terus lo mau gue jawab apa?" Farhan merubah posisi duduknya lebih serius.

"Jawab jujur!" tekan Nabila.

"Ok," ia berhenti sejenak. "Setelah gue makan." Hidangan mereka sudah datang. Terpaksa mereka makan dulu, dan menunda topik mereka. Nabila hanya bisa menghembuskan nafas kesal. Ia memilih untuk ikut menyantap makanannya juga.

Selama Nabila menyantap makanannya ia terus menerus mencuri pandangan terhadap Farhan. Farhan yang sadar pada suapan terakhirnya memilih untuk menatap balik ke Nabila. Nabila yang mendapat serangan tiba-tiba menjadi salah tingkah.

Farhan meneguk minumannya lalu bersandar kembali ke kursi miliknya. "Lo segitu mau taunya ya!" Nabila hanya mengangguk polos.

"Mau yang jujur atau jujur banget nih?" tanya Farhan dengan nada lebih santai.

"Apa bedanya coba?" tanya Nabila.

"Ya bedalah."

"Mmm...jujur aja deh, terus abis itu-"

"Ok. Satu aja ya. Lo udah milih yang jujur, jadi gak boleh rakus," sela Farhan. Nabila hanya memelototinya.

"Anjir. Kalo gitu tadi gue pilih yang jujur banget aja," Nabila berdecak sebal.

"Lo bakalan sakit hati nanti," bisik Farhan. Nabila tak ingin menanggapi.

"Ya udah. Sekarang apa alasannya? Cepetan!" pinta Nabila.

"Sebenarnya gue cuman mau lampiasin rasa marah gue ama Ismi ke lo. Tapi-"

"Oh gitu. Pembicaraan kita sudah selesai. Lo yang bayar yah. Besok kita ketemuan di sekolah. Thanks ya," Nabila pergi terburu-buru setelah mengatakan hal tersebut dengan suara yang parau. Farhan hanya bisa melihat kepergian Nabila.

"Tapi gue suka ama lo," lanjutnya. Tetapi, tentu saja Nabila tidak mendengar hal itu. Kini yang tahu bahwa Farhan benar-benar suka Nabila hanya dia dan Tuhan.

Farhan mulai sadar bahwa dia menyukai Nabila saat mereka pergi ke pantai untuk berlibur kemarin. Semuanya tumbuh dengan sendirinya. Tapi, sepertinya Farhan sedang berjalan ke jurang karena mengatakan hal itu.

"Arg. Shit! Kenapa harus kata itu sih yang keluar tadi. Emang tuh si jablay, mau gue ama dia ataupun gak bawa sial mulu. Gimana gue mau ngomong besok ama Nabila?" Farhan berjalan menuju kasir sambil bergumam sendirian.







TBC
|
|
|
Wow! Enak gak guys bumbunya?

Ya emang harus gitu ya. Masa hambar mulu. Gak enak. Hehehe^^

Vomennt!!

So ya, see ya💛

Gilirannya babang Farhan nih yang muncul, dengan ekspresi menyesal nya^^

Gilirannya babang Farhan nih yang muncul, dengan ekspresi menyesal nya^^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tetap gans gk??

CLASSIC [Completed]Where stories live. Discover now