<42>

67 12 16
                                    

Setelah kejadian semalam, Nabila tidak pergi ke sekolah hari ini, itu pun karena terpaksa. Nabila awalnya bangun dan bersiap-siap ke sekolah pada pagi ini dengan normal seperti biasanya. Tetapi saat Nabila didapati oleh Helena dan berujung pengaduan ke Nahal. Nabila dilarang keras untuk pergi. Mungkin dari luar ia tampak biasa saja, tetapi semua orang di Panti tahu.

Shock yang sangat besar akan menghantam Nabila telak jika ia menghadapi phobia gelapnya lebih dari 10 menit. Dan jika kita kembali mundur mengingat berapa lama Nabila disekap dan dikurung di tengah kegelapan hingga ia lelah. Mungkin itu kurang lebih 1 jam. Dan itu adalah batasan yang sangat fatal bagi Nabila untuk merasa baik-baik saja.

Walaupun tak terlihat jelas trauma dan shock yang dialami Nabila semua orang dapat melihat ketakutan Nabila saat ikut sarapan bersama. Bahkan memegang sendok dan garpu saja ia gemetar. Tidak ada yang berani membicarakan kejadian semalam.

Semalam, Nabila pulang dengan selamat diantar Devan dengan wajah yang lesu dan mata yang membengkak akibat tangisan. Nabila bahkan tak melepas pelukan Devan saat ia masuk ke Panti. Semua orang yang menyasikkan Nabila terisak dalam tangisnya tahu, bahwa yang dialami Nabila pasti bukanlah hal sepele. Ketakutan Nabila malam itu terlihat sangat jelas. Ia tampak seperti orang yang sedetik lagi ingin dicabut nyawanya, bahkan mungkin lebih buruk.

Nabila bisa tertidur semalam hanya dengan genggaman Devan. Perlu kalian tahu, Devan bagi Nabila lebih dari sekedar kakak. Walaupun, Nabila tampak tidak hormat pada Devan, tapi ia menganggap Devan pahlawannya. Sejak pertama kali Devan datang ke Panti, Nabila sudah merasa aman di sisinya. Nabila benar-benar merasa aman. Dan ya, munafik sekali Nabila ini. Pasalnya, orang pertama yang terlintas dipikirannya setiap ia dalam masalah dan ingin diselamatkan pasti Devan. Dan itu terjadi juga semalam.

Meja makan hening hingga sarapan pagi ini selesai. Tidak ada topik ataupun sepatah kata mutiara untuk pagi ini, semua orang menutup mulut mereka lekat-lekat.  Nabila selesai dengan makanannya dengan lambat. Bahkan ia tak mengubah raut wajah datarnya dari awal dipaksa sarapan hingga selesai. Dipaksa? Ya, ia dipaksa.

Bagaimana tidak, saat ia disuruh tidak datang ke sekolah hari ini, ia tidak mau makan. Bukan menolak dengan kata-kata, ia menolak dengan raut wajahnya yang memang tidak memiliki nafsu. Mungkin saraf otak Nabila sedang rusak. Kalian mungkin bisa menebak siapa yang memaksa Nabila untuk makan lalu ia ingin turun sarapan. Ya, dia adalah Devan.

Selesai sarapan, Nabila bergegas naik ke kamarnya kembali, tetapi sebelum naik ia berbalik dan mendapati Devan mengikutinya. Nabila sedikit lega, karena ia tak perlu memanggil Devan lagi untuk berbicara. Nabila memang berniat untuk bicara dengan Devan. Walaupun hanya ingin mengatakan satu hal.

Tanpa merubah raut wajah Nabila dan mengubah posisinya ia membuka mulutnya dan berkata, "Lisa Brytani."

Tanpa harus membuka kamus otak, Devan sudah mengerti apa yang dimaksud Devan. Ia langsung menghubungkan segalanya dan mendapat jawaban atas pertanyaannya dari semalam. Jika kalian menganggap Nabila adalah cewek yang tidak peduli dengan sesuatu. Itu salah besar, Nabila adalah cewek pendendam sejak lahir.

~•~

Devan bergegas menaiki motornya dan melajukannya. Namun, sepersekian detik ia membatalkan niatnya. Rara menghadang jalannya dengan tampilan rapi seragam hari seninnya. Ada yang aneh dengan raut wajah Rara hari ini, tidak tampak sama sekali raut kebahagian dari wajahnya. Bahkan ia tampak sedih, ia merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Nabila semalam.

"Mau mati? Ngapain sih. Jangan halangin jalan gue!" Rara tidak bergerak sesenti pun dari tempat semulanya.

"Lo dengar apa yang gue bilang gak sih? Woi Rara! Serah lo sih kalo mau tetap di situ. Lo yang telat bukan gue!" Rara mendongak apa yang akan dilakukan Devan. Devan malah menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Raut wajah Rara yang memelas akhirnya membuat Devan luluh. Ia menyerah.

"Fine! Apaan?" tanya Devan merendahkan nada bicaranya.

"First, Nabila gak papa kan?" Devan mengangguk.

"Second, Nabila cariin gue gak?" Devan menggeleng.

"Third, gue dalam masalah gak?" Devan menggelang.

"The last, gue bisa numpang?" Devan melotot lalu diikuti dengan memutar bola mata malas. Ia pun mengaangguk. Devan mengantar Rara ke sekolahnya.

Rara tidak bisa pergi ke sekolah bersama Nahal hari ini. Hari ini hari senin, siswa harus cepat datang. Dan karena kejadian semalam, Rara sudah tahu pasti Nabila tidak akan datang. Berujung pada Nahal yang telat datang ke sekolah.

Dengan diantarnya Rara oleh Devan ke sekolah, membuat Devan tak perlu mencari alasan datang ke sekolah itu. Ia segera mencari Lisa, dalang dari kejadian yang menimpa Nabila. Tetapi, betapa sialnya Devan hari ini, ia malahan ketemu dengan sahabatnya yang kampret, Naufal. Walaupun Devan merasa kesal, ia menggunakan kesempatan ini untuk mengintrogasi Naufal.

"Bray!" Naufal merasa terpanggil, ia pun menghentikan langkah kakinya dan menatap Devan lekat.

"Belakang yuk!" Tanpa basa-basi Naufal mengikuti Devan. Tunggu, ada yang aneh. Naufal bego emang, masa gak aneh ya. Eh... Naufal tersadar-

"Tunggu! Apa-apaan nih? Kok lo bisa di sini sih Dev?" tanya Naufal yang menampilkan wajah bego naturalnya.

"Ikut aja napa! Tadi masa kayak anak kambing lo ngikut aja, ngapa sadar dah." Naufal berdecak sebal mendengar penuturan Devan. Tidak ingin berdebat, Naufal mengikuti Devan tanpa banyak bertanya. Mereka langsung menuju ke belakang sekolah.

TBC
|
|
|
Maap atas part yang sedikit liar hari ini. Lagi pengen no-baku aja. Hehehe..._^

Comment dong, paragraf berapa favorit kalin di part ini? Hrs!>>>>>

Vote juga ya!

So ya, see ya^^

CLASSIC [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora