<60>

57 5 0
                                    

Hari ini sudah sedekah belum?
Kalo belum vote yuk sebelum baca biar gak lupa:) Sekalian sedekah.

Kalau ada typo atau kesalah komen ya:)

Happy Reading my lovely readers
~♥~~♥~~♥~~♥~~♥~

Buak. Satu pukulan mendarat. Tapi bukannya mengenai Devan, yang terkena malah Raya. Raya berusaha menyelamatkan Devan jadi tadi ia berlari dan menghalangi pukulan yang datang, tapi malah dirinya yang kena.

Raya tersungkur ke tanah. Untunglah pukulan bapak itu tidak terlalu keras. Jadi Raya tidak sampai pingsan. Raya bangkit dan menghampiri Bapak itu yang sudah memasang wajah ketakutan atau bisa dibilang merasa bersalah.

"Pak maaf ya. Baju murahan kayak gitu bukan masalah kalau kotor pak. Gak ada gunanya bapak punya uang kalau gak punya sopan santun. Dan juga bapak yakin itu baju mahal hah?!" ucap Raya angkuh lalu berbalik. Bapak itupun pergi meninggalkan kakek itu dengan raut wajah masam karena di permalukan.

"Apa-apaan sejak tadi tuh bapak ngoceh bajunya harga 10 juta, halah dasar. Udah yuk bubar." Seperti itu lah perkataan orang-orang yang sejak tadi hanya menonton.

Semua nya melotot apa yang telah Raya lakukan. Gadis yang biasanya hanya bersikap lugu dan sopan ke orang lain bersikap seperti itu. Rara langsung berlari dan menghampiri Raya.

"Wah gile. Sultannya kite nih. Eh bentar...lo gak apa-apa kan Ya?" tanya Rara khawatir sambil mengecek setiap senti dari tubuh mungil Raya.

"aku gak apa-apa kok. Udah a, ayo lanjut mainnya," ajak Raya sambil tertawa ringan.

"Bentar," sela Nabila lalu menghampiri kakek yang tadi. "Kakek gak apa-apa?" tanya Nabila sambil membantu kakek itu berdiri.

"Tidak apa-apa nak. Makasih udah mau bantu kakek ya," ucap kakek itu ringkuh. Semuanya hanya tersenyum lalu mengangguk. Kakek itu pergi dengan jalan sempoyongan.

"Heh, kenapa harus mukul bapak itu si?" tanya Nabila ke Devan sambil berjalan.

"Gue dah emosi njir," ucap Devan dengan nada yang tidak bersahabat.

"Dasar jantan," ucap Nabila lalu meninggalkan Devan di belakang berjalan sendirian.

"What the. Lo ngomong apa Bil?!" teriak Devan lalu mengejar Nabila. Nabila yang sadar di kejar oleh Devan spontan berlari. Mereka pun main kejar-kejaran di taman bermain. 

Setelah beberapa jam mereka menghabiskan waktu hingga bulan mulai menyapa di langit biru yang sayup, memberi tanda bahwa mereka telah menghabiskan banyak waktu hanya untuk bermain.

"Huh..." sesak terdengar dari deruan napas Rara. "Udah yok. Udah gelap nih," ajaknya memperhatikan satu-persatu temannya.

"Elah...taman bermain tuh puncaknya pas malam nyet, gak seru lo," ejek Devan. Rara hanya membuang muka, mengatur nafasnya kembali normal.

"Iya Ra, kita juga belum naik Bianglala loh," ungkap Raya. Semua orang mengangguk. Raya benar, sepanjang hari mereka telah menantang adrenalin. Dan di puncaknya, pasti lah Bianglala.

Mereka berlima berjalan ke arah wahana Bianglala. Wajah Nabila dan Rara tampak riang menyaksikan di depan mata mereka lampu Bianglala dinyalakan. Itu adalah pemandangan yang menakjubkan. Devan tersenyum melihat ekspresi Nabila, ekspresi yang telah lama hilang dari wajah manis itu.

Lain dengan Raya, ia berdiri di barisan paling belakang, seolah ingin memberi tahu bahwa ia tidak ingin menaiki wahana itu. Tapi, tidak ada seorang pun yang peduli, mereka semua hanya takjub dengan rangkaian besi yang menjulang tinggi di hadapan mereka. Tidak dengan Devan, ia sadar, dan menghampiri Raya.

"Kalau lu gak bisa, gak usah naik," ucapnya sambil berbisik di telinga Raya.

"Gak papa. Aku bisa kok," balas Raya diakhiri dengan senyum tipisnya.

Saat yang ditunggu, mereka naik. Mereka masuk sekaligus. Bianglala di taman bermain ini memang cukup besar, muat untuk mereka berlima sekaligus.

Sangat jelas yang paling riang diantara mereka adalah Rara. Dia selalu membuat suasana mencair. Seakan ia adalah lilin diantara para temannya. Namun ya, lilin ada saatnya untuk padam.

2 menit pertama mereka masih menikmatinya. Mereka berbincang mengenai betapa serunya hari ini mereka bersenang-senang. Semuanya bahagia, mereka memiliki cara tersendiri untuk memperlihatkan betapa senangnya mereka, dan betapa bahagianya mereka.

5 menit selanjutnya, mulai sunyi. Dan Bianglala berhenti berputar. Mereka turun dengan perasaan gembira. Rara, Raya, dan Nabila, saling berpegangan seraya tertawa satu sama lain. Di belakang, ke dua lelaki itu hanya berjalan santai menatap ketiga gadis riang di depan mereka.

"Lu gak merasa bersalah ya? Memecah belah mereka?" kata yang tiba-tiba keluar dari mulut Devan. Farhan tidak menghiraukan, dia terus berjalan. Devan tidak ingin berdebat, dia kembali diam.

Beberapa langkah kemudian, bruk, Raya jatuh tersungkur. Badannya terbaring di tanah dengan lemas, Rara dan Nabila berteriak histeris. Devan dan Farhan secepatnya menghmapiri Raya yang sudah tak sadarkan diri. Farhan sigap menggendong Raya di dekapannya dan membawanya ke kursi taman terdekat.

Tubuh Raya dibaringkan di kursi taman dengan posisi telentang. Jaket Farhan menutupi setengah badan Raya kebawah. Rara mencoba memberikan minyak angin ke sekeliling hidung milik Raya. Tidak ada reaksi sedikitpun. Nabila sama paniknya, ia terus menerus mengeluarkan air mata seraya menggigit kuki jarinya.

10 menit kemudian, tidak ada reaksi sedikit pun dari Raya. Devan sudah tidak tahan. Ia langsung mengambil Raya dan menggendongnya.

"Bodoh. Gue udah bilangin jangan dipaksain goblok," oceh Devan seraya membawa Raya.

"Lu mau bawa Raya ke mana Dev?" tanya pelan Nabila mengikuti langkah Devan.

"Rumah sakit," ucap Devan.



TBC
|
|
|
Dikit lagi tamat nih. Tetap enjoyyy ya

CLASSIC [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang