30. A Secret

494 105 17
                                    

Menghembuskan nafas berat laki-laki paruh baya itu mencoba memantapkan langkahnya dengan sebuket bunga mawar putih di pelukannya. Sejenak, ia menghentikan langkahnya beberapa kali dan menarik nafas berulang-ulang hanya untuk menenangkan debaran jantungnya yang tak karuan. Sudah 26 tahun berlalu tapi debaran yang ia rasakan masih sama persis.

Tangan yang mulai mengeriput itu mulai memegang handle pintu kemudian membukannya perlahan sampai akhirnya memperlihatkan penampilan penuhnya dihadapan wanita yang sempat ia lupakan lebih dari dua puluh tahun yang lalu.

"gimana keadaanmu?" tanyanya dengan senyuman getir.

"Mas Kibum..." panggil wanita itu dengan penuh keterkejutan.

"selamat atas kesembuhannya, akhirnya setelah dua tahun tidur nyenyak kamu bangun juga" timpalnya dengan langkah kaki yang semakin mendekat.

"Mas ngapain kesini?" tanya sang wanita dengan raut khawatir bercampur panik.

"jenguk kamu. Kenapa? Gak boleh?"

"apa istri Mas tahu kalau mas kesini?" selidik wanita ringkih itu.

"yahhh... Mungkin?" jawabnya tak pasti.

Si wanita hanya mampu mengernyitkan alis bingung dengan jawaban ambigu tersebut.

"dia pasti tahu semua apa yang aku lakuin, walaupun aku gak bilang sekalipun" imbuh Kibum.

"kalau begitu terima kasih atas kunjungannya sekarang Mas bisa pergi" usir si wanita halus.

"masih ada banyak yang perlu kita bicarakan" tolak Kibum dan mulai mendudukkan diri dikursi biru samping brankar wanita tersebut.

"kita udah jadi orang asing dalam 26 tahun, kayanya udah gak ada yang perlu dibicarain. Lebih baik Mas pergi sekarang aku gak mau istri Mas salah paham" usirnya lagi, kali ini lebih tegas.

Tak ada tanggapan apapun dari Kibum, laki-laki yang sudah paruh baya itu hanya mampu menghembuskan nafas berat berkali-kali seperti ada beban berat yang ia sangga sampai ngos-ngosan.

"janin yang kamu kandung 26 tahun lalu... Apa kamu beneran menggugurkannya?" tanya Kibum dengan raut serius.

"apa maksud Mas?"

"anakku yang kamu kandung 26 tahun yang lalu... Apa benar kamu menggugurkannya?" perjelas Kibum dengan penuh penekanan.

Si wanita hanya mampu terdiam, ingin sekali dia mengelak tapi sayangnya mulutnya tidak mampu untuk berbohong dan lebih memilih untuk mengatakan kebenarannya, "Ibu mana yang sanggup untuk membunuh bayinya sendiri?"

Dada kibum tiba-tiba sesak, seolah-olah ada berton-ton bebatuan yang menghantamnya secara bertubi-tubi menambah beban berat yang ia sangga sampai membuat pundaknya loyo. Air matanya pun berlinangan akibat sesak yang menjadi-jadi itu, rasa penyesalan dan bersalah itu mulai menghantui kepalanya.

"kenapa kamu gak bilang?" lirihnya.

"gimana aku bisa bilang kalau kamu aja yang nyuruh aku gugurin bayi kita? Kenapa aku harus bilang ke orang yang menginginkan kematian bayi aku?" jawabnya tak kalah lemas. Baru saja ia menyelesaikan segala macam terapi untuk memulihkan badannya yang kaku akibat tertidur terlalu lama, dan kini batinnya juga harus ikut kelelahan menghadapi laki-laki didepannya.

"kamu pikir aku percaya? Aku kenal kamu nggak sehari dua hari dan kamu bukan tipikal perempuan yang gampang menyerah kaya gitu. Kamu yang ku kenal pasti akan membuntuti aku kemanapun sampai aku mau tanggung jawab atas bayi itu. Tapi kamu malah terima uang yang aku kasih gitu aja dan hilang entah kemana" cecar Kibum

"apa aku perlu jelasin semuanya? Aku rasa sebagai Ayah yang menginginkan kematian bayinya Mas gak pantes untuk nuntut penjelasan dari aku. Lebih baik Mas lupain aja semuanya toh udah berlalu juga, sekarang Mas pergi aku mau istirahat" usirnya untuk kesekian kali.

[anti] CommitmentWhere stories live. Discover now