Part 51

4.3K 133 22
                                    



"Hati dan Logika itu harus setara. Agar kamu tidak hancur oleh salah satunya."

🌷HAPPY READING🌷

Ini sudah kesekian kalinya isakan keluar dari mulut Salsha. Dan ini juga sudah kesekian kalinya air mata jatuh lagi melewati pipinya.

Diluar hujan turun begitu deras disertai angin dan juga petir yang menyambar. Seolah tahu, bahwa Salsha sedang bersedih. Sehingga alam pun ingin membatu Salsha dengan suara hujan yang begitu nyaring, agar tidak ada yang mendengar bahwa di sini Salsha tengah terisak.

Gue suka sama lo Sal!

Kalimat itu sedari tadi berputar-putar memenuhi kepala Salsha. Mengingatkan Salsha bagaimana kesungguhan Karel saat mengatakannya.

Tidak pernah Salsha sangka bahwa pada akhirnya akan ada cinta yang terlibat di antara persahabatannya dengan Karel. Salsha pikir selama ini, tidak ada rasa yang timbul di antara mereka. Tapi Salsha salah, ternyata Karel menyimpan itu semua.

Mungkin Salsha memang tidak menyukai Karel melebihi sahabat. Tapi Karel? Salsha bahkan tidak menyangka Karel akan jatuh cinta kepada dirinya. Padahal setahu Salsha, banyak gadis yang menyukai Karel.

"Kenapa lo baru bilang sekarang Rel?" tanya Salsha pada keheningan kamarnya.

Karel itu tampan, baik dan juga perhatian. Bagaimana seseorang tidak dapat menyukai Karel?

Itulah yang sedari tadi Salsha pikirkan. Bagaimana dia tidak bisa menyukai Karel lebih dari sahabat. Padahal sudah jelas jika Karel sangat baik padanya.

Salsha pikir semua kebaikan dan perhatian Karel selama ini murni sebagai seorang teman. Tapi bodohnya Salsha, tidak bisa membedakan mana yang hanya menyukainya sebatas teman dan menyukainya melebihi seorang teman.

"Seandainya lo bilang dari dulu Rel," kata Salsha lirih. "Sebelum gue ketemu sama Iqbaal," sambungnya.

Kesal. Salsha kesal pada dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Salsha takut jika nanti dia bertemu dengan Karel itu hanya akan membuat perasaan lelaki itu semakin sakit.

Atau kemungkinan yang paling Salsha takuti adalah, Karel tak mau lagi menemui dirinya. Mengingat bagaimana Karel dengan jelas mengatakan bahwa dirinya kecewa pada Salsha.

Hal inilah yang Salsha takutkan dari dulu. Takut jika apa yang orang lain katakan tentang persahabatan antara dirinya dan Karel akan berujung seperti ini. Salsha takut jika nanti hubungan mereka akan renggang karena hal ini. Lebih takut lagi, jika nanti mereka bertemu akan menjadi canggung.

Kemungkinan-kemungkinan itu membuat kepala Salsha pening. Memikirkan sesuatu secara berlebihan dapat berpengaruh kepada kesehatan dirinya. Ditambah Salsha yang tak kunjung berhenti menangis sejak sore tadi.

Saat Salsha melirik ke jam yang ada di nakasnya, napas Salsha berhembus berat. Sudah jam sebelas malam tapi air matanya tak kunjung surut. Bahkan matanya sudah memerah dan ada lingkaran hitam di bawah kelopak matanya.

Padahal Salsha sangat berharap rasa kantuk akan menyerangnya sekarang juga. Membuatnya bisa memejamkan matanya dan juga mengistiratkan pikirannya dari semua ketakutan yang akan dia hadapi esok.

Jangankan mengantuk, menguap pun tak juga bisa Salsha lakukan. Yang ada, hanya isakan yang keluar dari mulutnya.

Sampai akhirnya suara ketukan pintu membuat Salsha berhenti sejenak dari tangisan nya dan menatap pintu yang tidak dia kunci. Berharap, siapapun yang ada di balik pintu itu tidak mengganggunya saat ini.

FRIENDZONEWhere stories live. Discover now