19. Pendekar Pengelana

2.2K 106 5
                                    

Tanpa terasa sudah hampir satu tahun lebih Jaka Someh berjalan tak tentu arah. Dia tidak tahu tempat mana yang akan dia tuju, hanya perasaannya saja yang dia jadikan sebagai kompas perjalanan. Sudah banyak desa dan bukit dia lalui. Keluar masuk hutan, menuruni lembah dan menaiki gunung.

Jaka Someh begitu menikmati perjalanannya, tanpa memusingkan capek dan kawatir akan bahaya apalagi kekurangan makan. Perasaan luka karena cinta yang telah dikhianati oleh istrinya pun berangsur-angsur telah pulih.

Jaka Someh sudah merelakan mantan istrinya menikah dengan lelaki lain. Yang tersisa hanyalah kerinduan yang mendalam pada anak kesayangannya, Si Jalu.

Meskipun dia sadar bahwa si Jalu bukan anak kandungnya sendiri. Tapi dialah yang telah merawatnya semenjak lahir dengan penuh kasih sayang.

Jaka Someh tidak terlalu memusingkan apakah dia bisa makan atau tidak hari itu. Dia memakan apa saja yang dia dapatkan dalam perjalanan, selama makanan tersebut halal dan dipandang baik. Adakalanya dia memakan buah-buahan yang ada di hutan, ada pula ikan dan daging binatang buruan, seperti kelinci, burung dan rusa.

Setiap ada kesempatan, Jaka Someh selalu berusaha menyempatkan diri untuk melatih ilmu silatnya. Bahkan terkadang sampai satu dua bulan dia berdiam diri di suatu tempat hanya untuk melatih ilmunya. Bukan hanya ilmu meringankan tubuh saja yang dia latih namun juga ilmu pukulan dan tenaga dalam yang telah di ajarkan Aki Sudin dan Haji Ibrahim kepadanya. Ilmu silatnya kini sudah maju pesat, bahkan kini dia sudah mampu melesat berlompatan di atas daun-daun pepohonan yang tinggi. Gerakannya begitu cepat dan ringan. Jurus tinjunya pun sudah mampu menghancurkan sebongkah batu yang cukup besar.

Pada suatu hari, dia memasuki sebuah perkampungan yang nampak sepi, hanya beberapa warga saja yang terlihat sedang berada di halaman rumahnya, padahal saat itu hari masih belum begitu sore. Kampung tersebut sebenarnya memiliki wilayah yang cukup luas dengan jumlah rumah yang terbilang banyak. Namun Jaka Someh melihat ada keganjilan dari kampung tersebut, yaitu banyak rumah yang nampak kosong seperti telah ditinggalkan oleh penghuninya dan sebagian besar lagi nampak kurang terawat. Rasa penasaran meliputi pikiran Jaka Someh. Tiba-tiba dia melihat seorang lelaki tua renta sedang berjongkok, mengikat kayu suluhnya. Jaka Someh mendekati lelaki itu, sambil mengucapkan Salam dalam bahasa sunda

"Sampuarasun, Abah..."

Lelaki tua tersebut nampak kaget dan terlihat kawatir di wajahnya.

"Ra...Rampes...Ujang teh siapa dan mau kemana...?"

Jaka Someh bukan menjawab pertanyaan lelaki tersebut malah kembali bertanya

"Maaf abah, ini teh kampung apa ya...?"

Lelaki tersebut terdiam sesaat sambil memperhatikan wajah dan penampilan Jaka Someh, nampak keraguan dalam wajahnya untuk menjawab pertanyaan Jaka Someh. Jaka Someh agak sedikit kikuk melihat sikap lelaki tersebut, dia pun berusaha menenangkan lelaki tersebut supaya hilang rasa curiga dari kepadanya. Jaka Someh memperkenalkan diri

"Maaf abah, saya teh Jaka Someh, saya berasal dari kampung Cikaret di gunung halimun dari daerah pakuan Bogor, maaf abah kalau boleh tahu, ini teh kampung apa ya?".

Lelaki tua itu pun mulai merasa aman setelah Jaka Someh memperkenalkan dirinya, kemudian menjawab pertanyaan Jaka Someh

"Ini teh kampung Sukanagara, ujang. Ujang sekarang berada di wilayah Subang...Ujang teh sebenarnya mau kemana?"

Jaka Someh menjawab pertanyaan lelaki tua dengan sejujurnya

"Saya tidak punya tujuan pasti Abah. Saya sekarang sedang mengembara ingin mencari pengalaman hidup. Kalau boleh tahu, kenapa kampung ini sepi ya Abah...saya melihat banyak rumah kosong seperti sudah ditinggalkan pemiliknya, memangnya kenapa ya abah...?"

Ksatria Ilalang: Sang Pendekar Pilih Tanding Yang MembumiWhere stories live. Discover now