29. Hati yang Penuh Keikhlasan

1.8K 96 5
                                    

Jaka Someh begitu menikmati perjalanannya kali ini, sudah hampir dua tahun dia tidak berkelana karena memilih bermukim disebuah bukit yang sekarang dia tempati. Hari itu dia merasa senang mendapatkan kesempatan untuk berkelana lagi, meski hanya sekedar untuk mengantar Dewi Sekar Harum ke rumah orang tuanya.

Selama dalam perjalanan Jaka Someh lebih banyak terdiam. Pandangannya lebih banyak terfokus pada jalanan di depannya. Hanya sesekali dia mengamati keadaan Dewi Sekar, karena khawatir apabila Dewi Sekar merasa tidak nyaman dengan perjalanannya.

Dewi Sekar Harum duduk dengan menyandarkan punggung ke dinding gerobak sambil mengamati keadaan alam di sekitarnya. Sedangkan Jaka Someh masih fokus mengemudikan sapinya.

Menjelang siang, mereka beristirahat, meskipun hanya sebentar saja. Mereka makan, sambil membiarkan sapinya makan rerumputan. Jaka someh kemudian solat dhuhur yang dijamak dengan ashar. Setelah cukup beristirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanannya sampai hari terlihat mulai gelap.

Mereka terpaksa menginap di suatu tanah lapang dipinggiran hutan. Mereka tidak tahu bahwa dibalik kelebatan pepohonan itu terdapat sebuah perkampungan kecil.

Jaka Someh membuat api unggun di tempat itu. Dia membakar Jagung sebagai menu makan malam. Sambil menunggu jagung bakarnya matang, Jaka Someh menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan Dewi Sekar. Jaka Someh bertanya tentang keadaan Dewi Sekar

"Bagaimana Nyai, masih kuat kan untuk menikmati perjalanannya?".

Dewi Sekar tersenyum kemudian menjawab pertanyaan Jaka Someh,

" Iya Kang Someh. Alhamdulillah Saya masih sehat... hanya sedikit capek saja...".

Jaka Someh menganggukan kepala, meskipun ada perasaan canggung dia memaksakan diri untuk tersenyum ramah kepada Dewi Sekar

"Alhamdulillah atuh kalau Nyai masih kuat mah, ya sudah, sekarang mah Nyai istirahat dulu saja nanti setelah selesai makan...".

Tiba-tiba terdengar suara anak kecil menangis dengan keras dari balik pepohonan tempat mereka beristirahat. Jaka Someh dan Dewi Sekar saling bertatapan sambil mendengarkan suara tangisan anak tersebut.

Karena rasa penasarannya yang tinggi, Jaka Someh berinisiatif untuk menyelidikinya. Dia segera pergi untuk mencari asal suara tangisan tersebut. Ternyata di balik rimbunan pepohonan terdapat suatu perkampungan kecil.

Suara tangisan itu berasal dari salah satu rumah yang ada di sana. Karena tangisan anak kecil itu terdengar semakin keras dan tidak berhenti, Jaka Someh mendatangi rumah tersebut. Sedikit menyelidik, dia mengintip ke dalam rumah melalui celah biliknya. Ternyata ada seorang anak sedang menangis keras dalam gendongan ibunya.

Jaka Someh mengetuk pintu dan mengucapkan salam beberapa kali. Tak lama kemudian, seorang lelaki berusia sekitar 40 tahunan keluar dari rumah tersebut. Dia melihat Jaka someh sedang berdiri di depan pintunya, lalu bertanya

"Maaf akang ini siapa? Ada keperluan APA...malam-malam datang ke rumah saya...?"

Jaka Someh tersenyum ramah, kemudian menjawab pertanyaan lelaki itu

"Maaf pak, nama saya Someh, kebetulan saya sedang melakukan suatu perjalanan dan beristirahat tak jauh dari rumah Bapak...".

Jaka Someh menunjuk ke arah tanah lapang tempat dia dan Dewi Sekar beistirahat, kemudian dia meneruskan lagi perkataannya

"Maaf bapak, saya mendengar anak bapak terus menerus menangis....kalau boleh tahu apakah sedang ada masalah? Barangkali saya bisa membantu....?"

Bapak yang bernama pak sumantri itu melongo mendengar perkataan Jaka Someh. Sesaat dia terdiam sambil memandangi Jaka Someh. Setelah merasa yakin bahwa Jaka Someh adalah orang baik, dia pun menjelaskan kenapa anaknya menangis

Ksatria Ilalang: Sang Pendekar Pilih Tanding Yang Membumiحيث تعيش القصص. اكتشف الآن