21. Sebuah Wejangan

1.9K 83 2
                                    

Dua hari dua malam Jaka Someh tak sadarkan diri. Menjelang hari ketiga, kesadarannya berangsur-angsur pulih. Ketika membuka matanya, tiba-tiba dia merasa pusing, dunia dan isinya seakan berputar-putar. Jaka Someh kembali memejamkan matanya.

Setelah pusingnya sudah mulai menghilang, dia pun membuka kembali matanya. Di sadarinya bahwa sekarang dia berada di suatu ruangan kecil, di dalam sebuah gubuk yang dindingnya terbuat dari bilik bambu yang sudah usang. Jaka Someh merasa heran bagaimana bisa dirinya berada di tempat itu, dia berusaha untuk mengingat peristiwa yang baru di alaminya. Setelah beberapa saat ingatannya pun mulai pulih.

Dia ingat, terakhir kali dia terperosok di lereng bukit setelah bertarung dengan eyang karuhun. Dia telah dikalahkan oleh eyang karuhun dan sekarang mengalami luka dalam yang sangat serius. Tiba-tiba dia kembali menyadari keberadaannya yang ada di sebuah gubuk asing, dalam hati dia berkata

"Saya ada dimana ini? Apakah saya sudah mati dan sekarang berada di alam akhirat kah? Tapi...koq tempat ini seperti ruangan gubuk ya... ".

Tiba-tiba pintu gubuk itu terbuka, seorang lelaki setengah baya masuk ke dalam ruangannya, dia tersenyum kepada Jaka Someh sambil berkata

"Sudah sadar jang...? Alhamdulillah atuh...tiga hari ujang mengalami pingsan...Abah menemukan ujang tergeletak di dekat sungai di bawah bukit karuhun, kondisi ujang waktu itu parah sekali...makanya badan ujang langsung abah balur pake ramuan obat yang abah buat...apakah ujang teh habis bertarung...?"

Jaka Someh merasa bersyukur telah diselamatkan oleh lelaki itu, dia pun berkata kepada lelaki yang telah menyelamatkannya untuk mengucapkan rasa terima kasih

"Terima kasih abah...telah menyelamatkan nyawa saya...aduh...bagaimana caranya saya berterima kasih dan membalas kebaikan abah..., mohon maaf abah teh siapa...koq bisa tinggal di sini?"

Lelaki itu tertawa kecil, sambil berkata

"He...he...kebetulan saja atuh jang...ya memang sudah kewajiban kita untuk saling tolong menolong dengan sesama...oh ya abah teh biasa di panggil Ki Thiban, abah tinggal disini, kebetulan abah senang mengumpulkan berbagai tanaman yang ada di bukit ini untuk dijadikan ramuan obat-obatan. Rumah abah sendiri sebenarnya berada di kampung yang berada di bawah bukit ini jang".

Jaka Someh sekali lagi mengucapkan terima kasihnya pada Ki Thiban

"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, abah...karena telah menolong saya".

Ki Thiban hanya membalasnya dengan tersenyum. Tiba-tiba Jaka Someh ingat dengan cerita dari Pak Supar tentang tabib hebat yang telah menolong pendekar karuhun yang terluka, dalam hatinya dia berkata

" Untung saya masih selamat dan di tolong oleh ki Thiban, saya yakin beliau ini pastinya adalah cucu ki Sapri yang telah menolong pendekar karuhun dulu...duh beruntungnya saya bisa bertemu dengan ki Thiban secara langsung..."

Jaka Someh pun kemudian terdiam. Ki Thiban berkata kepada Jaka Someh

"Jang sekarang diminum dulu ya...ramuan obat dari abah ini...biar luka ujang cepat pulih dan kesehatan ujang bisa kembali seperti sedia kala..."

Jaka Someh menuruti kata-kata Ki Thiban, dia pun meminum ramuan obat dari ki Thiban. Obat itu terasa pahit namun mengandung rasa hangat dalam tubuhnya.

"Terima kasih banyak aki telah menolong saya, kalau tidak, mungkin saya sudah meninggal...".

Jaka Someh mengucapkan terima kasih kepada KiThiban.

"he...he...sama-sama ujang...tidak boleh berbicara begitu, masalah hidup dan mati mah sudah ada yang mengatur...yaitu Gusti Allah....aki mah cuma melaksanakan kewajiban aki sebagai sesama manusia untuk saling tolong menolong..."

Ksatria Ilalang: Sang Pendekar Pilih Tanding Yang MembumiOnde histórias criam vida. Descubra agora