52. Anak-Anak tanpa Orang Tua

2.2K 99 13
                                    

Untuk sementara kita tinggalkan Dewi Sekar dahulu, sekarang kita kembali ke jaka Someh. Setelah di usir oleh Raden Surya Atmaja dari gunung Tampomas. Dengan perasaan hampa Jaka someh berjalan menuruni gunung tampomas, hatinya dipenuhi oleh rasa kesedihan yang sangat mendalam. Tak kuasa, Jaka Someh meneteskan air mata kesedihan mengingat istrinya yang meninggal secara tragis. Jatuh ke dasar jurang, bahkan jenazahnya pun tidak diketahui rimbanya. Hatinya benar-benar telah di kuasai oleh perasaan tak menentu, hancur tidak karuan. Semangat hidupnya pun menjadi redup. Seaka-akan dirinya berada dalam hidup yang penuh kehampaan. Meskipun demikian dia berusaha untuk tetap tegar dalam kesusahannya tersebut.

Hanya butuh setengah hari, dia sudah berada di bawah kaki gunung tampomas. Dilihat sapinya sedang memakan rumput-rumputan.

Setelah membiarkan sapinya beristirahat sekian waktu, Jaka Someh kembali menyiapkan gerobaknya.

Ketika segala sesuatunya sudah siap, dia pun segera pergi meninggalkan gunung Tampomas dengan menggunakan gerobak sapinya.

Entah berapa hari dia mengendarai gerobak sapinya, waktu itu di saat hari menjelang sore, dia sampai di suatu tempat yang nampak ramai oleh warga yang sedang berlalu lalang. Ternyata sekarang dia berada di pasar Kota Sumedang larang yang sangat ramai.

Jaka Someh sedang asyik mengamati keadaan disekitarnya, tiba-tiba terdengar ada suara keributan dari arah selatan pasar. Orang-orang berteriak keras terhadap seorang pencuri yang tertangkap basah oleh warga.

"Pencuri...pencuri....tangkap...tangkap...."

Jaka Someh merasa penasaran, dia pun turun dari gerobak sapinya dan berjalan ke arah keributan tersebut. Dia bertanya kepada salah satu warga yang sedang ikut berkerumun yang ada di sana

"Ada apa ini kang, koq rame sekali?".

Lelaki itu menoleh kepada Jaka Someh dan berkata

"Anu kang, ada pencuri yang ketangkap...katanya sih mencuri makanan...pencurinya masih anak-anak..., saya heran....kecil-kecil koq sudah jadi berandalan..."

Jaka Someh hanya diam mendengar penjelasan lelaki itu. Ada perasaan menelisik dalam hatinya, dia pun mendekati asal keributan itu.

Dia menerobos diantara sela-sela kerumunan manusia. Setelah berada di barisan paling depan, Jaka Someh melihat seorang bocah sedang menangis karena ketakutan. Usianya mungkin sekitar 9 atau 10 tahunan. Tubuhnya begitu kurus seperti kekurangan gizi makanan. Pakaian dan rambutnya tampak kumal tak terurus. Tiba-tiba jaka Someh teringat dengan anaknya, si Jalu. Hatinya pun menjadi iba melihat bocah itu.

Wajah bocah itu nampak babak belur dipukuli para preman pasar. Sebenarnya banyak warga yang merasa iba dengan kondisi anak itu, namun apa daya mereka juga takut dengan para preman pasar.

Bocah itu berkali-kali meminta ampun kepada Sarmin, preman yang telah menangkapnya. Dia juga meminta maaf kepada Pak Juhadi pemilik warung makanan yang telah dia curi.

"Ampun...ampun...Pak...Maafkan Saya...Saya berjanji tidak akan mencuri lagi...saya mencuri juga karena terpaksa...Saya Mohon ampun...tolong Pak...Lepaskan saya...Kasihani Saya..."

Salah satu anak buah Sarmin terlihat kesal mendengar rengekan si bocah, dia pun langsung menjorokan kepala si bocah. Bocah itu langsung tersungkur dan jatuh ke tanah, tangisannya bertambah keras. Namun dia segera bangun lagi dan berlutut di hadapan Sarmin

"Ampun pak...tolong ampuni saya...tolong jangan pukuli saya lagi...".

Melihat kondisi bocah itu, Jaka Someh semakin merasa iba, dia pun berniat untuk menolong anak itu.

Ketika salah satu anak buah Sarmin akan kembali menghajar anak itu, Jaka Someh langsung berteriak kepadanya

"Tahan...tahan pak, jangan sakiti anak itu lagi..."

Ksatria Ilalang: Sang Pendekar Pilih Tanding Yang MembumiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora