20. Eyang Karuhun

2.1K 90 4
                                    

Pagi itu, Jaka Someh berjalan menyusuri jalan setapak menuju suatu perkampungan di wilayah Subang. Dilihatnya pemandangan sawah yang terhampar hijau karena terawat dengan baik oleh para pemiliknya. Aliran air dari saluran irigasi sederhana tampak lancar mengairi sawah-sawah dan perkebunan di wilayah tersebut. Dilihatnya beberapa petani sedang berjalan menyusuri pesawahan sambil bercakap-cakap riang dengan teman-temannya. Jaka Someh terus berjalan hingga dia berpapasan dengan sepasang suami istri setengah baya yang sedang berjalan menuju kebun ladangnya. Mereka tersenyum ramah kepada Jaka Someh, kemudian mereka menyapanya

"Permisi, kang..., hapunten kalau si akang teh dari mana dan mau kemana?"

Jaka Someh terkesima dengan sikap mereka yang ramah. Jaka Someh pun menjawab senyum mereka, sambil berkata dengan kikuk

"Eeh...anu bapak dan ibu saya cuma numpang lewat, saya teh dari jauh mau ke arah kulon..."

Sambil masih tersenyum, mereka mempersilahkan Jaka Someh

"Ooh...Mangga atuh Kang...Wilujeng..."

Mereka pun pergi sambil menganggukan kepala sebagai tanda kesopanan dan hormat pada tamu yang baru mereka temui tersebut. Jaka Someh segera melanjutkan perjalanannya dan memasuki area dalam perkampungan. Di dalam perkampungan itu, dia melihat banyak warga sedang melakukan berbagai aktivitas. Wajah mereka dipenuhi oleh semangat yang penuh kegembiraan. Beberapa dari mereka bekerja secara berkelompok dan nampak begitu rukun lan guyub. Sambil berjalan, Jaka Someh terus mengamati keadaan di sekitar perkampungan itu. Dia menyimpulkan bahwa kampung itu adalah kampung yang makmur, sejahtera, aman sentosa dan rakyatnya hidup sejahtera serta penuh kerukunan. Tidak terlihat adanya rasa khawatir akan ancaman dari orang asing.

Di sebelah utara kampung ada sebuah warung yang cukup ramai dikunjungi oleh para warga yang senang cangkruan. Jaka Someh menyempatkan mampir ke warung tersebut. Dia pun memesan makanan dan minuman dari warung tersebut sebagai hidangan untuk sarapan di pagi itu. Jarang sekali dia bisa makan di warung makan sebagaimana hari itu. Sambil menyantap hidangan, Jaka Someh mengajak ngobrol si pemilik warung tersebut. Pemilik warung tersebut bernama pak Supar. Orangnya ramah dan supel. Jaka Someh banyak bertanya tentang keadaan di kampung itu kepada Pak Supar. Untuk mengobati rasa heran dan kagumnya pada suasana baik yang ada di kampung tersebut. Pak Supar yang ramah, melayani obrolan Jaka Someh dengan asyiknya. Dia pun menceritakan perihal kampungnya yang aman dan penuh ketentraman. Dalam ceritanya, dia membanggakan kepala kampungnya sebagai pemimpin yang baik dan adil yang selalu memperhatikan kesejahteraan warganya. Umumnya warga di kampung itu adalah para petani, namun sebagian ada juga yang berprofesi sebagai pedagang dan pengrajin gerabah. Pak Supar juga bangga bahwa hasil gerabah dari kampungnya tersebut telah terkenal dan tersebar keberbagai wilayah di daerah sumedang larang. Jaka Someh lalu bertanya lagi kepada pak Supar

"Pak, kampung bapak ini kan makmur, apakah para warga tidak takut kalau nanti ada gerombolan perampok yang menjarah ke kampung ini?"

Pak Supar tertawa mendengar pertanyaan dari Jaka Someh, dia menjawab

"Tentu tidak atuh kang...kampung ini teh ada yang menjaga...konon kata para sesepuh kampung, kampung kita ini teh di jaga oleh seorang karuhun kampung yang berdiam di bukit karuhun itu...tuh..."

Pak Supar menunjuk dengan jari telunjuk kanannya ke sebuah bukit yang nampak menjulang di sebelah selatan kampung. Percaya tidak percaya, jaka Someh menoleh ke arah bukit yang di tunjuk oleh pak Supar, dia cuma berkata

"Oohh, begitu ya Pak..."

Pak Supar kemudian melanjutkan lagi ceritanya

"Mungkin si akang tidak percaya dengan cerita saya...he...he..., tapi kang...ini bener...sudah ada buktinya...pernah ada beberapa rampok yang mau datang kesini untuk merampok...namun belum juga merampok mereka sudah mati duluan bahkan dengan kondisi yang mengenaskan...misterius kang matinya juga...beberapa mayatnya ditemukan warga bergeletakan di pinggir hutan di bawah bukit itu, dalam keadaan gosong seperti terbakar...".

Ksatria Ilalang: Sang Pendekar Pilih Tanding Yang MembumiWhere stories live. Discover now