32. Sebuah Perjodohan

1.8K 98 2
                                    

Saat sarapan bersama di rumah Raden karta, Dewi Sekar memberikan pujian kepada Jaka Someh karena telah berhasil menyembuhkan suami Ceu Entin.

"Kang Someh, hebat...! bisa berhasil menyembuhkan Mang Adang, suami ceu Entin...bagaimana caranya Kang...?"

" Bukan saya yang menyembuhkan nyai, akang mah hanya sekedar ikhtiar saja...Gusti Allah yang menyembuhkan..."

Kata Jaka Someh kepada Dewi Sekar

"iya...tapi kan atas perantaraan Akang....beliau bisa sembuh...."

kata Dewi Sekar tidak mau kalah.

"Ya Alhamdulillah...mungkin begitulah jalannya nyai...semua atas kehendak Gusti Allah...yang mengabulkan doa dan usaha kita...".

Kata jaka Someh sambil makan.

"ah..kang Someh..mah terlalu merendah...". Kata Dewi Sekar lagi.

"bukan merendah nyai...tapi memang demikian adanya... intinya sih...kita bersyukur ke Gusti Allah yang sudah mengabulkan doa dan harapan kita...eeh...sudah ya nyai....jangan di bahas lagi...akang takut nanti jadi sombong dan riya...naudzubillahi min dzalik...he...he...maaf ya nyai...".

Dewi Sekar hanya melongo mendengar ucapan Jaka Someh seperti itu.

Raden Karta tertawa melihat percakapan Jaka Someh dengan keponakannya. Dia semakin tertarik dengan kepribadian jaka Someh yang unik. Ada sesuatu yang istimewa di dalam kepribadian Jaka Someh meskipun penampilannya terkesan sederhana.

Tanpa terasa mereka pun akhirnya mengobrol ngalor ngidul. Mereka berhenti saat hari menjelang siang. Waktu itu anak perempuan Raden Karta datang berkunjung sambil menggendong anaknya yang masih balita. Raden Karta dan istrinya terlihat sumringah karena kedatangan cucunya. Mereka pun berebutan untuk menggendong cucu kesayangan, sambil memain-mainkan pipi si anak, menjawel dan mencubit karena gemasnya.

Tiba-tiba istri Raden Karta berkata kepada Dewi sekar

"Ayooo. Nyai...kapan kamu punya momongan...masa kalah sama Santika...adik sepupu kamu...".

Santika tertawa kepada Dewi Sekar. Sedangkan Dewi Sekar memerah wajahnya mendengar ucapan bibinya. Raden Karta juga ikut menimpali ucapan istrinya seolah tidak peduli dengan rasa malu Dewi Sekar

"iya..atuh nyi...menurut mamang mah kamu teh sudah wayahnya untuk berumah tangga..wanita seusia kamu umumnya sudah punya momongan ...eleh..eleh... keponakan mamang yang geulis teh masih sibuk saja melatih ilmu kanuragan...kalau kata mamang mah sudahlah nyai...buat apa atuh kamu teh menyibukan diri di dunia persilatan...kurang ada gunanya...hidup teh suatu realita....".

Dewi Sekar tak mampu menjawab ucapan paman dan bibinya. Hanya sedikit senyuman yang dipaksakan saja untuk menutupi rasa malunya. Untunglah dia terselamatkan oleh Jaka Someh yang tiba-tiba meminta izin kepada Raden Karta untuk pergi ke mesjid yang berada di kampung itu. Karena waktu itu sudah terdengan kumandang azan dhuhur. Raden Karta dengan senang hati mempersilahkannya.

Dewi Sekar akhirnya dapat bernafas lega, dia pun segera pamit untuk menuju kamarnya. Khawatir Paman dan bibinya mengungkit lagi masalah perumah-tanggaan.

Raden Karta secara diam-diam memperhatikan sikap dan tingkah laku Jaka Someh yang di anggapnya istimewa. Bukan hanya akhlaknya saja yang baik, namun juga Jaka Someh adalah seorang religius yang penuh sifat tawadhu. Ada kesan mendalam dalam hati Raden Karta mengenai pribadi Jaka Someh.

Entah ide dari mana, tiba-tiba saja terbersit di dalam kepalanya untuk menjodohkan Jaka Someh dengan keponakannya. Bagaikan seorang mak comblang yang senang menjodoh-jodohkan, dia pun mendiskusikan hal tersebut dengan istrinya. Istrinya ternyata setuju dengan idenya.

Ksatria Ilalang: Sang Pendekar Pilih Tanding Yang MembumiWhere stories live. Discover now