44. Pemuda Yang Kuat

1.8K 91 8
                                    

Menjelang subuh, Jaka Someh dan Dewi Sekar akhirnya sampai di kaki gunung Tampomas, mereka pun memutuskan untuk beristirahat sejenak.

Untuk mencapai puncak tidak mungkin menggunakan gerobak, mereka pun terpaksa harus berjalan kaki. Jaka someh kemudian melepaskan sapinya dari belenggu gerobak. Sapi itu pun terbebas dan makan rerumputan di Padang rumput yang ada di sekitar tempat itu.

Setelah beristirahat sejenak, mereka kembali melanjutkan perjalanannya dengan mendaki gunung. Meskipun gunung Tampomas terlihat curam dan terjal, namun Jaka Someh tidak merasakan payah sedikitpun. Mungkin karena sudah terbiasa hidup di pegunungan. Bahkan dia menjadikan gunung sebagai bagian dari kehidupannya. Berbeda dengan Dewi Sekar, yang terlihat payah dan lelah. Jaka someh tertawa melihat wajah Dewi Sekar yang memerah karena payah yang dirasakannya. Jaka someh pun menggodanya

"Ha...ha...istri akang ini lucu...katanya seorang pendekar hebat. Masa kalah sama akang yang hanya seorang petani..."

Dewi Sekar tersenyum ngingir mendengar ejekan Jaka Someh yang menggodanya. Dia mencibirkan bibir manisnya. Jaka Someh kemudian menawarkan bantuan kepada istrinya

"Ya sudah kalau capek, akang gendong ya...?".

Kata Jaka Someh kepada istrinya.

"Wuihh...memang kang Someh...kuat...?" Ejek Dewi Sekar.

"Ha...ha...Insya Allah kuat atuh nyai...akang kan sudah terbiasa ngangkut kayu bakar yang beratnya melebihi nyai...ayo...kalau tidak percaya, silahkan buktikan sendiri, nyai naik ke punggung akang..." tantang Jaka Someh.

"he...he...ternyata tidak percuma punya suami seorang tukang panggul kayu...maaf ya kang...saya naik ke punggung akang....".

Dewi Sekar pun naik ke punggung suaminya.

Jaka Someh berjalan dengan gagahnya sambil menggendong istri kesayangannya. Setengah berlari Jaka Someh menggendong istrinya. Meskipun gunungnya sangat terjal tapi tidak ada tanda-tanda Jaka Someh mengalami kepayahan sedikitpun juga. Mereka memang berjalan di jalur yang paling curam dari gunung Tampomas. Padahal sebenarnya ada beberapa jalur yang lebih landai untuk menuju puncak gunung Tampomas, namun karena mereka tidak tahu, maka jalur itulah yang mereka pakai.

Sebenarnya Dewi Sekar sendiri merasa heran dengan kekuatan yang dimiliki suaminya itu, namun dia berpikir mungkin Jaka Someh menjadi kuat karena sudah terbiasa hidup di pegunungan.

"Kuat juga kang Someh ini, badannya terasa keras, kokohdan berisi, ini otot-otot badannya juga terasa sangat pejal dan bertenaga, tapi sayang sekali Kang Someh bukan seorang pendekar, padahal kalau dia belajar ilmu silat mungkin saja dia juga akan menjadi seorang pendekar. Kang Someh justru lebih memilih menjadi seorang petani, ketimbang belajar ilmu silat...Mungkinsuatu saat nanti, saya akan mengajarinya ilmu silat..."

Tanpa terasa sudah seharian mereka berjalan, namun masih belum tampak tanda-tanda keberadaan padepokan Ki Buyut Putih. Sekarang mereka sudah sampai di puncak gunung Tampomas.

Dewi Sekar kemudian meminta Jaka Someh untuk beristirahat di tempat itu

"Sudah Kang Someh, turunkan saya....kita istirahat saja dulu di sini..."

"Iya nyai, baiklah..." Kata jaka someh sambil tersenyum.

Tak terlihat ada tanda-tanda kelelahan di wajahnya, meskipun sudah menggendong Dewi Sekar selama seharian menuju puncak gunung Tampomas yang sangat terjal. Jaka someh masih terlihat fresh dan bertenaga.

Meskipun sudah sampai di puncak gunung Tampomas, namun mereka masih belum berhasil menemukan padepokan Ki buyut Putih yang mereka cari. Padahal hari sudah sore. Dewi Sekar merasa putus asa, akhirnya dia tak kuasa lagi untuk mengeluh

"Duh, apakah ini tidak salah bahwa padepokan Ki Buyut berada di gunung ini, jangan-jangan sekarang kita bukan mendaki gunung Tampomas...? Tidak lucu kalau kita salah mendaki...gunung...."

Jaka Someh tertawa mendengar istrinya menggerutu

"Ha...ha...Nyai teh bisa saja...Insya Allah benar atuh Nyai. Akang yakin ini adalah gunung Tampomas. Ya sudah sekarang mah kita istirahat saja dahulu di sini. Biar nunggu malam tiba. Saat hari sudah gelap nanti, Akang akan mencari lagi padepokan Ki buyut Putih..."

Dewi Sekar merasa heran dengan perkataan Jaka Someh yang akan mencari padepokan di malam hari. Dia pun mengungkapkan keheranannnya tersebut kepada Jaka Someh

"Akang ini bagaimana sih, di saat terang saja kita kesulitan untuk mencarinya, apalagi di malam hari, aduh kang Someh ini...ada-ada saja"

Jaka Someh tersenyum mendengar perkataan Dewi Sekar, kemudian menjelaskan maksud dari ucapannya

"Ah Istri akang ini bagaimana, justru di saat gelap kita akan lebih mudah melihat keberadaan padepokan Ki Buyut Putih. Begini Nyai, maksud akang teh... Nanti akang coba naik ke tebing yang tinggi itu, supaya akang bisa melihat keadaan di sekeliling gunung ini. Kalau padepokan ki buyut memang berada di sini, kemungkinan besar, akang akan melihat cahaya obor mereka. Rasanya, menurut akang, tidak mungkin mereka tidak menyalakan obor jika malam sudah tiba..."

Setelah mendengar penjelasan Jaka Someh, Dewi Sekar tertawa kecil

"Iya juga sih, kang Someh benar. Bagus juga ide akang... Koq bisa saya tidak berpikir seperti itu, ya...?. Hi...hi...ternyata kang Someh pintar juga..."

Jaka Someh senang karena Dewi Sekar memujinya. Dia pun memegang ujung hidung istrinya sambil berkata gemas

"Iihh...bisa saja istri akang tercinta ini..."

Setelah malam tiba Jaka Someh naik ke tebing yang paling tinggi. Kemudian dia mengamati sekitar wilayah dipegunungan. Dia melihat ada beberapa cahaya obor di arah selatan gunung.

Jaka Someh pun menyampaikan hasil pengamatannnya tersebut kepada istrinya. Dewi Sekar merasa senang mendengar laporan Jaka Someh yang telah melihat beberapa cahaya obor di arah selatan. Dewi Sekar kemudian berkata

"Alhamdulillah kang, mudah-mudahan benar kalau itu adalahpadepokan ki Buyut Putih".

Jaka Someh mengangguk, mengiyakan keinginan Dewi Sekar

"Iya Nyai, mudah-mudahan benar cahaya obor tersebut berasal dari padepokan Ki Buyut".

Setelah berdiskusi cukup lama, mereka memutuskan mendatangi tempat tersebut di pagi hari, karena alasan kesopanan dan pertimbangan resiko yang mungkin akan dihadapi.

Ksatria Ilalang: Sang Pendekar Pilih Tanding Yang MembumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang