49. Perburuan

1.7K 92 9
                                    

Jaka someh berjalan cepat bahkan sesekali dia berlari dan berlompatan menuruni curamnya Gunung Tampomas. Tak membutuhkan waktu lama dia pun sudah sampai di bawah kaki gunung. Setelah itu dia berlari cepat menuju arah wilayah sumedang. Dia terus berlari dengan kecepatan berkisar antara 30-40 km per jam. Staminanya memang luar biasa, meskipun berjam-jam berlari namun belum nampak ada rasa payah di wajahnya, mungkin karena buah dari latihan keras yang telah dia jalani. Jaka Someh beristirahat hanya pada saat akan menjalankan ibadah sholat, makan dan tidur di waktu malam.

Saat hari menjelang sore, Raden Jaya Permana bersama dua orang temannya sudah bersiap-siap untuk berangkat menyusul Jaka Someh.

Mereka berjalan dengan sangat cepatnya. Setengah berlari. Mereka berharap dapat menyusul Jaka Someh tepat di bawah kaki gunung Tampomas. Namun meski sudah berjalan sedemikian jauh, ternyata masih belum mampu menemukan Jaka Someh.

Malam sudah sedemikian larut, Jaya Permana dan kawan-kawannya sudah jauh berjalan menjauhi gunung Tampomas. Mereka merasa heran karena tidak mampu menemukan jejak Jaka Someh sedikit pun juga.

"Eh Raden, kemana si Someh Ya...? Koq, kita masih belum bisa menemukan jejaknya sama sekali, benarkah dia pergi ke Sumedang, jangan-jangan dia masih di gunung Tampomas, bersembunyi karena tak mampu menjalankan perintah Raden Surya Atmaja...? Dasar pengecut...".

Kata Sandekala kepada Jaya Permana.

"Iya aneh juga ya Kala...Kemana si Someh, Koq kita masih belum bisa menemukan bajingan itu...apakah dia punya ilmu meringankan tubuh sampai-sampai kita tak mampu mengejarnya...tapi itu rasanya tidak mungkin...Si Someh kan bukan pendekar jadi tidak mungkin dia punya ilmu meringankan tubuh...."

Kata Jaya Permana. Sandekala dan temannya juga merasa aneh, karena belum mampu menemukan Jaka Someh.

Sampai Hari menjelang pagi, mereka masih belum mampu menemukan Jaka Someh. Mereka pun memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu di suatu tanah Lapang yang hijau dipenuhi oleh rerumputan.

Karena Capek sudah berjalan semalaman, mereka pun tertidur dengan pulas.

Hari sudah menjelang siang, matahari sudah terasa panas. Jaya Permana terbangun karena mendengar suara keributan.

"Aakh...Aduh...bangsat...Siapa kalian....?"

Sandekala berteriak dengan keras. Ternyata ada seorang lelaki menginjak dadanya

"Heh...Bangun...Bangun..."

Lelaki itu berkata keras kepada Sandekala

Lelaki itu ternyata tidak datang sendiri. Dia datang bersama teman-temannya dengan menunggang kuda. Jumlah mereka ada enam orang. Salah satunya masih duduk di atas kuda. Sedangkan lima lainnya sekarang sudah berdiri di hadapan Sandekala, Jaya Permana dan Sangaji.

"Bangsat, berani sekali kalian mengganggu Jaya Permana, mau mati rupanya, Hah...?"

Jaya Permana marah, sambil menunjuk-nunjukan jarinya dengan berkata kasar kepada mereka. Matanya juga tampak melotot kemerahan.

Mendengar ancaman Jaya Permana, mereka justru tertawa

"Ha..ha...Bocah...kamu yang akan kami buat mati...kaliam memang tak tahu adat...tak tahu kah kalian dengan siapa sekarang sedang berhadapan...?"

" Tak perlu tahu...yang penting sekarang juga kalian harus mati..."

Jaya Permana menyeringai. Matanya merah karena marah telah diremehkan oleh musuhnya.

Jaya Permana dan Sangaji kemudian berdiri. Bersiap untuk menyerang kelima orang itu.

Jaya Permana kemudian mencabut pedangnya dan segera membabatkan ke arah para pengganggunya. Namun mereka mampu menghindar dari serangan Jaya Permana. Kelima lelaki itu kemudian membalas serangan Jaya Permana dan teman-temannya. Mereka pun bertarung cukup sengit.

Ksatria Ilalang: Sang Pendekar Pilih Tanding Yang MembumiWhere stories live. Discover now