Part 11

413 62 18
                                    

💎Happy reading💎

Gishela terus saja mengoceh sambil berlari memutari lapangan. Sudah enam putaran yang dia lakukan. Keringat sebesar biji jagung sudah terlihat jelas di wajahnya yang memerah menahan panas. Napasnya sudah tersengal-sengal karena terlalu lelah berlari. Dari dulu Gishela tidak pernah terbiasa berolahraga atau beraktifitas di luar ruangan, membuat Gishela benar-benar kewalahan saat berlari mengitari lapangan dengan ditemani teriknya sinar Matahari.

"Gishela!" panggil seseorang dari sudut lapangan.

Gishela memutar kepalanya menuju sumber suara yang memanggilnya. Ternyata itu adalah Fabio yang terlihat tengah membawa banyak buku di tangannya. Sepertinya Fabio akan menuju kantor majelis guru.

"Kak Fa--aduh!" erang Gishela ketika lutut dan telapak tangannya menyentuh lapangan yang begitu panas. Gishela terjatuh lantaran tidak melihat arah jalannya.

"Eh?" Fabio lari ke arah Gishela yang sudah terduduk di tengah lapangan yang terlihat sedang meniup lututnya yang terluka.

Fabio menjatuhkan buku-buku di tangannya itu asal. Dia keburu berlari tanpa mempedulikan buku-bukunya. Fabio terlihat begitu panik saat melihat Gishela terduduk di tengah lapangan.

"Kamu enggak apa-apa? Duh, lutut kamu berdarah," ujar Fabio khawatir.

"Enggak apa-apa kok, Kak," balas Gishela menahan rasa perih di lututnya.

"Jangan bohong ... sini kakak bantu berdiri!" tukas Fabio sambil mencoba membantu Gishela untuk berdiri.

"Auwh ... shhh!" erang Gishela ketika pergelangan kakinya terasa ngilu saat kakinya menapak di atas lapangan.

"Tuh 'kan? Kita harus ke UKS sekarang," titah Fabio.

"Enggak u--eh?"

Gishela menghentikan ucapannya saat Fabio tiba-tiba menggendong tubuh Gishela dengan enteng sebelum Gishela menyelesaikan perkataannya.

"Kak, turunin! Aku bisa sendiri kok," ujar Gishela berusaha untuk terlepas dari gendongan Fabio.

Fabio menghentikan langkahnya dan menurunkan Gishela dari gendongannya. Gishela mencoba berjalan, tapi kakinya benar-benar tidak bisa menahan bobot tubuhnya. Alhasil, Gishela hampir saja kehilangan keseimbangan, untungnya Fabio dengan lihai menangkap tubuh Gishela sebelum Gishela benar-benar terjatuh.

"Masih mau bilang kalau kamu bisa jalan sendiri?" tanya Fabio, kemudian kembali menggendong tubuh Gishela dengan mudahnya.

Gishela hanya diam menyadari betapa lemah dirinya saat ini. Kaki Gishela benar-benar tidak bisa diajak berkompromi saat ini, lututnya juga terasa begitu perih, sepertinya beberapa kerikil kecil masih menancap di lututnya yang terluka. Gishela membiarkan Fabio membawanya ke UKS.

Ketika sudah sampai di UKS, Fabio mendudukkan Gishela di salah satu tempat tidur yang tersedia di UKS tersebut.

"Kok sepi?" tanya Fabio sambil celingak-celinguk mencari petugas UKS.

"Hallo! Ada orang enggak?" teriak Gishela mencoba mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan.

"Biar kakak aja yang ngobatin. Kamu diam di sini!" titah Fabio.

Fabio membuka kotak P3K yang diambilnya di lemari tempat penyimpanan obat dan mulai mengoleskan antiseptik ke lutut Gishela dengan hati-hati setelah sebelumnya terlebih dahulu membersihkan kerikil yang menempel di lutut Gishela dengan sangat hati-hati pula.

Gishela hanya diam menerima perlakuan manis Fabio kepadanya dan sesekali tersenyum saat mengamati wajah tenang Fabio saat sesekali meniup luka di lututnya.

Unconditional Love [Complete]Where stories live. Discover now