Part 45

374 52 18
                                    

💎Happy reading💎

Pada akhirnya pisau yang Gevan lempar ke arah Fabio sukses mendarat tepat di dahi Fabio. Sedangan peluru dari pistol Fabio pun sukses menembus dada Gevan tepat di bagian jantung.

"Aaaaaaaa!" pekik Debi yang terkesiap melihat kejadian di depan matanya, walau masih sedikit tertutup oleh tubuh tinggi dan lebar Gevan yang berdiri tepat di hadapannya.

Gevan membalikkan tubuhnya menghadap Debi. Secercah senyum Gevan lemparkan ke arah Debi yang terlihat begitu syok. Gevan tahu Debinya benar-benar terkejut saat ini, tubuh Debi bergetar hebat.

"Baby!" kata Gevan pelan.

Gevan memeluk tubuh Debi dengan erat. Rasa sakit saat peluru menembus dadanya seolah menghilang saat memeluk Debinya. Debi pun menangis dalam pelukan Gevan saat menyadari Gevan tertembak.

"Van! Ka--kamu bertahan, ya! Ki--kita ke rumah sakit sekarang," ujar Debi dengan suara bergetar bercampur isakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Van! Ka--kamu bertahan, ya! Ki--kita ke rumah sakit sekarang," ujar Debi dengan suara bergetar bercampur isakan.

Seketika itu Gevan roboh karena kakinya tak dapat lagi menahan bobot tubuhnya yang mulai kehilangan kesadaran, darah segar sudah mencucur di dada Gevan, tapi terlihat samar karena jaket yang Gevan kenakan berwarna hitam. Debi yang tadinya dipeluk Gevan, ikut terduduk di lantai.

Debi menarik kepala Gevan dengan tangan bergetar dan meletakkan kepala Gevan di atas pahanya. Air mata Debi sudah benar-benar membanjiri kedua pipinya, mulutnya seolah terkunci dan tak bisa berucap apa-apa ketika melihat wajah kesakitan Gevan. Debi dilanda ketakutan saat ini, tubuhnya yang lemah pun tak bisa berbuat apa-apa untuk Gevan-nya yang terkulai lemah di pahanya. Hati Debi terasa dicabik-cabik melihat kondisi Gevan seperti sekarang ini. Sakit sekali, sampai Debi berpikir untuk mati saja saat itu karena seolah tak ada lagi harapan untuk mereka berdua. Debi rapuh, tubuh dengan tenaga yang sudah terkuras habis itu pun harus menerima kenyataan pahit di depan matanya. Walau bagaimanapun juga Gevan harus bertahan.

"Van! Ki--kita harus pergi dari sini ... bertahanlah, kumohon!" Debi menekan kuat dada Gevan yang terus mengeluarkan darah, berharap dengan begitu darah yang keluar dari dada Gevan bisa berhenti mengalir.

Gevan menggenggam tangan Debi yang bermuara di dadanya, tangannya sama gemetarnya dengan tangan Debi. Napas Gevan terdengar memburu menahan sakit, sesekali dia meringis.

"A--aku udah enggak kuat, By ... ka--kamu ...."

Gevan mencoba mengatur napasnya yang terasa sesak. Dilihatnya lamat-lamat wajah penuh luka dan air mata milik Debi. Melihat Debi seperti ini membuat Gevan mau tak mau harus menangis. Saat ini tak hanya jantungnya yang sakit, hatinya juga. Rasanya begitu ngilu saat melihat wajah Debi yang jauh dari kata baik-baik saja.

"Enggak, ugh ... kita harus keluar dari sini. A--ayo, Van! Kamu bisa, kumohon!" pekik Debi dengan berlinangan air mata.

Gevan menggeleng lemah. "Ba--Baby harus janji sama aku ... Baby jaga diri ba--baik-baik! Uhuk! Walau ... aku u--dah enggak di samping Baby lagi. Ber--janjilah, Baby!" ujar Gevan dengan mata yang perlahan mulai tertutup.

Unconditional Love [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang