Part 30

322 47 2
                                    

💎Happy reading💎


Menyadari wajah Gevan yang semakin dekat dengan wajahnya, Debi refleks memejamkan matanya rapat-rapat. Jantung Debi seolah ingin meloncat keluar ketika wajahnya diterpa oleh napas Gevan yang menderu. Sedetik kemudian Debi merasakan bibirnya bersentuhan dengan sesuatu yang begitu hangat. Debi tahu itu bibir Gevan. Yang bisa Debi lakukan hanya memejamkan matanya rapat-rapat. Bisa Debi rasakan pipinya memanas saking deg-degannya Debi saat ini.

Beberapa detik berlalu, Debi mendorong pelan dada bidang Gevan dan menolehkan wajahnya ke samping kiri untuk menarik napas. Bisa dirasakan pipinya memerah ketika matanya melihat wajah Gevan benar-benar dekat dengan wajahnya. Debi mencoba mengatur napasnya dan berusaha bersikap setenang mungkin.

"A--apa yang kamu lakukan?" tanya Debi berusaha untuk terlihat sebiasa mungkin.

"Kenapa? Enggak boleh?" tantang Gevan dengan nada menggoda sambil menaikkan satu alisnya.

"Ha--harusnya lo minta izin dulu---"

Perkataan Debi terhenti saat Gevan kembali melumat bibirnya. Lagi-lagi wajah Debi memanas saking groginya karena ini ciuman pertama bagi Debi. Begitu pula bagi Gevan.

Debi mendorong dada bidang Gevan ketika tangan Gevan tanpa sengaja memegang lebam di pipi Debi akibat pukulan dari preman yang tadi menyerang Debi, membuat Debi merasa kesakitan, seketika itu Debi ingin mengeluarkan kata-kata kasar karena rasa sakit yang dia rasakan.

"Shh ... auwh!" ringis Debi sambil memegangi pipi kirinya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya masih setia bertengger di dada Gevan.

"Kenapa?" tanya Gevan khawatir.

"Sakit," jawab Debi sambil memamerkan pipinya yang lebam.

"Duh. Aku jadi lupa 'kan. Sini, aku obatin," kata Gevan sambil menjangkau kotak P3K yang memang tadi diambilnya dari dalam mobil.

Ketika tadi melihat Debi terduduk di lantai, Gevan langsung menghampirinya dan menaruh kotak P3K yang dibawanya di sembarang arah karena terlalu khawatir melihat Debi yang menangis di samping ranjang.

Gevan mulai mengobati luka yang menghiasi wajah cantik Debi dengan hati-hati, takut kalau-kalau wanitanya tersiksa dengan rasa sakit yang pasti sangat perih itu, Gevan tahu bagaimana sakitnya karena wajah Gevan juga dihiasi dengan luka lebam, sama seperti wajah Debi saat ini.

"Shhh ... pelan-pelan, dong!" omel Debi ketika Gevan tanpa sengaja mengeraskan tekanan pada luka di wajahnya.

"Iya. Ini udah pelan-pelan."

"Auwh auwh ... sakit. Pelan-pelan gue bilang!" murka Debi sambil memukul lengan Gevan dengan sedikit keras.

"Kata-kata formalnya hilang ke mana, Neng?" tanya Gevan sambil tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putihnya ke arah Debi.

"Kata-kata formal apaan?" tanya Debi tidak mengerti.

"Tadi 'kan panggilnya aku-kamu tuh. Sekarang kok udah berubah lagi?"

"Kapan gue panggil aku-kamu? Enggak ada tuh," elak Debi.

"Tadi ada ... sampai nangis juga ngomongnya karena takut aku kenapa-kenapa." Gevan terkekeh oleh ucapannya sendiri.

Debi menatap ganas ke arah Gevan, kemudian memukul lengan Gevan cukup keras. Tadi Debi sendiri tidak sadar akan panggilannya kepada Gevan yang tiba-tiba berbicara formal. Pasalnya Debi sudah terlalu kalut untuk mengerti akan dirinya tadi, tapi kini Debi sudah kembali bisa menguasai dirinya.

"Sekarang jam berapa?" tanya Debi mengalihkan pembicaraan.

"Jam sembilan malam."

"Apa?! Gue harus pulang," gempar Debi yang tidak menyadari kalau sekarang sudah malam, Debi pikir hari masih sore.

Unconditional Love [Complete]Where stories live. Discover now