Part 47

406 46 8
                                    

Percayalah! Mencoba terlihat baik-baik saja dalam keadaan hancur itu sakitnya akan bertambah dua kali lebih parah.

💎Happy reading💎

"Shel! A--aku minta tolong sama kamu, kamu pasti tau 'kan pemakaman Gevan di mana? Tolong, Shel! Bantu aku," mohon Debi yang sudah dalam posisi duduk, matanya sudah memerah karena terus-terusan menangis.

"Hukh! Ba--baiklah, Bi ... tapi besok aja, ya, Bi."

"Sekarang, Shel! Aku mohon!" ujar Debi sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada, tentu dengan suara yang bergetar hebat.

Walau masih dalam keadaan syok, Gishela juga tidak mampu menolak permintaan Debi kalau sudah seperti ini. Pasalnya selama ini Debi selalu menuruti kemauannya. Tidak mungkin juga Gishela menolak permohonan Debi kali ini, tapi masalahnya Debi baru saja tersadar dari pingsannya. Gishela takut terjadi apa-apa pada Debi.

"Tapi kondisi kamu---"

"Aku baik-baik aja, Shel! Aku mohon!" Air mata Debi makin deras mengalir di pipinya.

"Dokter enggak akan ngebolehin kamu ke luar rumah sakit, Bi."

"Kalau kita keluarnya diam-diam, tentu tidak akan ada masalah bukan?"

"Tapi, Bi---" Ucapan Gishela terpotong saat Debi mencabut jarum infus di tangannya.

Debi menatap Gishela dengan tatapan penuh harap. Itu pertama kalinya Gishela melihat Debi memohon sampai seperti itu. Sebelumnya Debi tidak pernah meminta apa-apa sampai memelas begitu kepada Gishela.

"O--oke."

Akhirnya Gishela membantu Debi berdiri dan keluar dari rumah sakit secara diam-diam.

Untunglah tidak ada halangan untuk keluar dari rumah sakit. Gishela buru-buru membantu Debi masuk ke dalam mobilnya, kemudian ikut masuk dan menjalankan mobilnya menuju pemakaman Gevan.

Diperjalanan ke pemakaman, Debi terus menangis dan sesekali menekan dadanya yang terasa sesak. Saat ini Debi masih berharap semuanya hanya bohongan, tapi sebentar lagi dia akan ditampar oleh kenyataan bahwa Gevan benar-benar sudah pergi untuk selamanya.

Sementara Gishela mencoba menguatkan hatinya untuk tidak menangis. Gishela sudah terlalu lelah karena terus menangis. Kini Gishela hanya ingin fokus menyetir agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Sesampainya di tempat pemakaman umum, Gishela memarkirkan mobilnya sembarangan. Kemudian turun dari mobilnya dan berjalan ke depan. Sementara Debi semakin menangis sejadi-jadinya di dalam mobil. Melihat pemakaman saja Debi sudah merinding, apalagi melihat nama Gevan tertera di salah satu batu nisan nantinya.

Debi mencoba menguatkan hatinya dan menarik napas dalam-dalam untuk mempersiapkan mentalnya bertemu dengan Gevan, bukan Gevan, tapi makam Almarhum Gevan.

Debi keluar dari mobil dan mengikuti langkah Gishela yang sudah lebih dulu berjalan. Pikiran Debi semakin kacau saat Gishela berjalan mendekati gundukan tanah yang masih merah, itu artinya kuburan itu baru saja terbentuk beberapa hari yang lalu.

Gishela berhenti di samping makam yang masih merah itu dan mempersilahkan Debi untuk mendekati onggokan tanah merah itu. Aroma khas makam baru masih tercium jelas, aroma bunga kembang, melati, dan beberapa aroma lain masih berbau menyengat.

Debi berjongkok di samping nisan yang bertuliskan nama Gevan Sanjaya Mahesa itu dan menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Debi sadar jika ini semua nyata, Gevan sudah pergi meninggalkannya. Debi terisak di samping nisan Gevan sambil memegang nisan itu dengan kedua tangannya.

Unconditional Love [Complete]Where stories live. Discover now